Resume Novel The Midnight Library Karya Matt Haig

5 Juni 2022 09:20 WIB
Ilustrasi
Judul novel: The Midnight Library Pengarang: Matt Haig Penerbit: Canongate Tahun terbit: 2020 Tebal: 288 halaman The Midnight Library mengisahkan tentang kehidupan Nora Seed yang penuh penyesalan dan penderitaan. Ia mengidap situational depression, dimana depresi dipicu oleh perubahan mendadak pada kehidupan orang yang mengidapnya. Dimulai dari Nora yang kehilangan kucing kesayangannya. Voltaire atau Volts, ditemukan oleh Ash yang merupakan salah satu kenalan yang sempat tertarik pada Nora. Volts ditemukan terbaring di pinggir jalan, diduga tertabrak mobil. "He's lying very still by the side of the road. I saw the name on the collar. I think a car might have hit him. I'm sorry, Nora." Berlanjut keesokan paginya, ia dipecat dari pekerjaan yang telah ia tekuni selama 12 tahun. Ditambah dengan mantan kekasihnya yang menghubungi tepat beberapa saat kemudian untuk mengajak bertemu, namun Nora tolak. Setelah ia membatalkan pernikahan mereka, Nora merasa tidak berhak untuk melihat Dan lagi. "I'm afraid, Nora. I'm going to have to let you go." Langkah kakinya mengarahkan Nora ke toko Ravi yang merupakan sahabat dekat Joe, saudara Nora. Ravi, Joe, dan Nora sendiri pernah tergabung dalam suatu band musik. Dengan Nora sebagai vokalis, band itu sukses dan mendapatkan tawaran dari salah satu label musik. Namun Nora memutuskan untuk keluar dari band untuk menikahi Dan, ia tidak pernah suka dengan kegiatan Nora sebagai anggota Band. Sejak itu hubungannya dengan Joe berantakan, mereka tidak pernah menghubungi satu sama lain dan Joe pergi dari kota. Nora beberapa kali mengunjungi Ravi dan berakhir buruk, begitu juga hari ini. "I don't think your problem was stage fright. Or wedding fright. I think your problem was life fright." Ketika Nora kembali ke rumah, ia berusaha menghubungi Izzy, salah satu sahabat dekatnya yang sekarang telah pindah ke Australia, ribuan mil jauh darinya. Tidak dibalas. Persahabatan mereka pudar dengan sendirinya. Ditambah dengan Leo, anak lelaki yang ia ajari piano, memutuskan untuk berhenti belajar bersama Nora. Sekarang ia benar-benar merasa sendiri, tidak ada lagi orang di dunia ini yang memerlukan dirinya. "I have nothing to give, i'm sorry." Tepat tengah malam, ia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Namun ia terbangun di tempat antah berantah, sebuah lapangan luas dengan satu gedung megah berdiri di sana. Gedung itu tampak seperti perpustakaan. Dengan ribuan rak dan buku yang tersusun dengan rapi. Terdapat seorang penjaga perpustakaan di sana Mrs Elm. Penjaga perpustakaan sekolah Nora. Nora selalu suka membaca buku, sejak kecil ia sering berkunjung ke perpustakaan sekolah, Nora dan Mrs Elm dekat dengan sendirinya. Kali ini Nora kembali melihat Mrs Elm sebagai penjaga perpustakaan asing di mimpinya. Semua semakin aneh ketika Mrs Elm menjelaskan tentang perpustakaan tengah malam. "These books are portals to all the lives you could be living. You have as many lives as you have possibilities. There are lives where you make different choices. And those choices lead to different outcomes. If you had done just one thing differently, you would have a different life story. And they all exist in the Midnight Library. They are all as real as this life." Dengan pengetahuannya yang minim tentang perpustakaan dan semua buku-buku di hadapannya. Nora mencoba untuk mengunjungi setiap alternatif kehidupannya. Hidup dimana ia masih bersama Dan, dimana ia akur dengan abangnya, dimana ia masih tergabung di dalam band, dimana ia masih menekuni olahraga renang dan menjadi atlet nasional, bahkan hidup dimana ia masih bisa melihat Volts. Namun semua hidup itu tidak sempurna. Di titik ia mulai merasa tidak ingin hidup di sini, ia seketika kembali ke perpustakaan dan berhadapan dengan Mrs Elm. "Why am i not dead? Why has death not come to me? I gave it an open invitation. I'd wanted to die. But here I am, still existing." "You don't go to death. Death comes to you." Even death was something Nora couldn't do properly, it seemed. Sampai akhirnya ia menemukan hidup dimana ia mempunyai hubungan bersama Ash. Hidup dimana ia mengiyakan ajakan Ash untuk berkencan. Ash orang baik. Di hidup itu mereka mempunyai seorang anak bernama Molly. Mereka hidup makmur dan penuh suka, kehidupan sempurna menurut Nora. Bahkan ia dan sang saudara memiliki hubungan yang sangat baik dan sering mengunjungi satu sama lain. Setelah beberapa bulan ia menetap di sana, ia mulai menemukan hal-hal kecil yang membuat hidupnya di sana tidak lagi sempurna. Ia selalu meyakinkan dirinya bahwa hidup ini sempurna, namun pada akhirnya ia kembali ke perpustakaan. Sesampainya ia di sana, perpustakaan tengah kacau balau. Rak dan buku berjatuhan, bahkan beberapa buku terbakar. Ia segera mencari Mrs Elm dan menemukan ia tengah sibuk mengutak-atik komputer dengan panik. Waktu yang tadinya berhenti kembali berjalan. Nora memohon kepada Mrs Elm untuk membawanya kembali ke dunia dimana ia hidup bersama Ash dan Molly. Namun Mrs Elm tidak bisa melakukan itu. "You didn't want that life." "It was the perfect life." "Did you feel that, all the time?" "Yes. I mean... I wanted to. I don't want to die." Mrs Elm segera meminta Nora keluar dari sana. Yang Nora perlukan hanya menemukan satu buku yang tidak terbakar, dan tulis keinginannya di sana. Nora dengan panik segera mencari buku yang dimaksud oleh Mrs Elm. Sebuah buku bewarna hijau dengan halaman-halaman kosong berwarna putih tulang. Nora mulai menulis. "Nora wanted to live." "Nora decided to live." "Nora was ready to live." Tidak terjadi apa-apa, Nora masih berada di perpustakaan yang hampir hancur seutuhnya. Nora mulai merasa tercekik akibat asap-asap yang menyebar di sana, dengan gemetaran dia kembali menulis. "I AM ALIVE." Nora kembali ke dunianya. Hidup, tapi sekarat. Dengan segera ia meminta pertolongan tetangganya untuk memanggilkan ambulan, setelah dia merasa aman,  ia ambruk ke lantai tak sadarkan diri. Awalnya ketika saya membaca buku ini untuk pertama kali, saya sulit memahami alur cerita dan semua teori yang terpapar di sini. Namun ketika membaca berulang kali, saya mulai mengerti amanat  yang dimaksud oleh sang penulis. Bagaimana hidup ini dipenuhi oleh pilihan-pilihan yang menentukan hidup kita ke depannya. Bahkan hal-hal kecil bisa mempengaruhi diri kita berhari-hari atau bertahun-tahun ke depan. Kita tidak bisa mendapatkan hidup yang benar-benar sempurna, karena setiap pilihan yang kita pilih dalam hidup, akan selalu ada konsekuensinya. "The only way to learn, is to live."*** Peresume Novel: Cori Nariswari Mernissi
Penulis : admin
Editor :

Leave a comment