Polemik Sikap Politik PDIP vs Gibran: Mulai Saling Butuh dan Saling Jaga Imej

3 Maret 2024 09:29 WIB
Ilustrasi

PROBOLINGGO, insidepontianak.com - Pertentangan sikap politik antara PDIP dan Gibran Rakabuming Raka menuai kontroversial. Sebab, anak sulung Presiden Jokowi ini kedapatan tidak mematuhi arahan partai.

Manuver politik Gibran terhadap PDIP ini tergolong tidak biasa. Alih-alih mendukung pasangan calon Capres dan Cawapres Ganjar Pranowo-Mahfud MD, dia lebih memilih menjadi Calon Wakil Presiden dari kubu Koalisi Indonesia Maju (KIM).

Karena ketidak patuhan inilah, banyak simpatisan yang menyoroti permasalahan sikap politik PDIP dan Gibran. Dua kubu ini saling terlibat konflik politik, serta munculnya sikap saling menunggu dari kedua belah pihak.

Mengamati fenomena tersebut, banyak dari kalangan yang saling mengeluarkan pendapatnya masing-masing. Menurut Ketua Bidang Kehormatan DPP PDIP, Komarudin sikap tidak konsistensi Gibran menandakan dirinya bukan lagi anggota PDIP.

Hal itu merujuk peraturan partai, ditambah lagi dengan adanya fakta Gibran maju sebagai tandingan Capres dan Cawapres yang ditunjuk oleh PDIP dan koalisi partai di dalamnya.

"Bahwa saat ini Gibran tidak tegak lurus dengan instruksi Partai, maka dia otomatis tidak lagi di PDI Perjuangan," kata Komarudin, Kamis (26/10).

Selanjutnya, Komarudin menyatakan Gibran sendiri sudah mengarah ke kondisi politik dua kaki. Maksudnya, tidak konsisten dalam kepatuhan arahan partai.

Menurut keterangannya, dia menambahkan bahwa hal yang demikian sudah terbiasa bagi seseorang yang berkecimpung dalam politik praktis. Oleh sebab itu, dia sendiri sudah tidak kaget.

"Jadi, teman-teman wartawan santai saja. Tidak perlu heboh. Dalam organisasi partai, keluar, pindah, berhenti dan beralih itu hal yang biasa," tambahnya dengan santai.

Sayangnya, status Gibran di dalam PDIP hingga kini masih tidak jelas. Ketua DPP PDIP, Puan Maharani sendiri hanya mengatakan Walikota Solo ini hanya mengucapkan berpamitan dan hendak maju sebagai Cawapres Prabowo.

Puan juga mengungkapkan, sikap selanjutnya dari PDIP terhadap nasib Gibran belum dibahas. Bahkan, izin berpamitan itu tidak diikuti menyerahkan kartu keanggotaan.

"Enggak ada, enggak ada mengembalikan KTA, enggak ada lain-lain, hanya pamit untuk menjadi cawapres Mas Prabowo," kata Puan, pada Kamis (26/10).

Pengamat: Saling Jaga Imej.

Berbeda pandangan dengan pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah, Adi Priyatno menganggap sikap ketidak jelasan dua pihak mengarah kepada saling tunggu.

Maksudnya, mereka berdua saling menanti agar tidak menimbulkan kesan meninggalkan terlebih dahulu terhadap salah satu kubu.

“Mungkin saja sikap saling tunggu PDIP dan Gibran ini bagian dari komunikasi ke publik jangan sampai ada kesan siapa yang meninggalkan duluan,” kata Adi, Jumat (27/10).

Penantian dari kedua belah pihak ini terus diperkukuh. Bila PDIP mengambil keputusan pemecatan terlebih dahulu, dikhawatirkan rakyat menilai partai terlalu emosional menanggapi sikap manuver Gibran.

“Sepertinya memang saling tunggu. Kalau PDIP yang pecat Gibran, tentu terkesan PDIP baper (terbawa perasaan) pada manuver politik Gibran,” ujar Adi.

Begitu juga dengan sebaliknya, jika Gibran dengan tega secara terang-terangan mengundurkan diri ditakutkan akan dicap sebagai pengkhianat. Pada akhirnya, suara rakyat lebih bersimpati terhadap PDIP.

“Sebaliknya, kalau Gibran yang meninggalkan PDIP, maka yang mendapatkan insentif politik adalah PDIP, karena yang terlihat meninggalkan PDIP adalah Gibran,” terang Adi.

Selain itu, Adi juga mengungkapkan bahwa sikap saling menunggu ini juga menyimpan efek lain. Diduga kedua belah pihak sebenarnya saling membutuhkan, meski juga menampilkan saling jaga imej.

“Inilah rumitnya. Keduanya sepertinya saling tunggu dan masih terlihat saling membutuhkan,” tuturnya. (Dzikrullah) ***

Leave a comment