Dewan Kalbar Kritik Kebijakan DBH Sawit Minimal 1 M Per Daerah Produsen, Buat Dulu Aturannya!

3 Maret 2024 09:29 WIB
Ilustrasi

PONTIANAK, insidepontianak.com - Anggota DPRD Kalbar, Heri Mustamin mengkritik kebijakan pemerintah soal dana bagi hasil pajak sawit untuk daerah produsen sawit minimal Rp1 miliar.

Menurut legislator Golkar ini, kebijakan tersebut dinilai sangat tidak tak rasional. Sebab, tidak berlandaskan aturan yang tepat. Sehingga dikhawatirkan merugikan daerah penghasil sawit terbesar seperti Kalbar yang berada di urutan dua setelah Riau.

"Kalau mau cerita bagi hasil dibuat dulu aturan, harus ada tolak ukur yang  jelas, karena tidak semua provinsi menjadi daerah penghasil sawit," kata Heri Mustamin kepada Insidepontianak.com, Jumat (5/5/2023).

Wakil rakyat Dapil Kota Pontianak ini menilai, kebijakan itu seolah ingin menyamaratakan dana bagi hasil pajak sawit di semua daerah produsen sawit. Karena itu kebijakan ini sangat tak bisa diterima akal sehat. Apalagi tak ada tolak ukurnya.

"Tentu, nilai yang diterima harus beda. Kalau di sama ratakan, tidak adil untuk provinsi penghasil sawit seperti Kalbar. Walau apa yang kita terima wajib disyukuri," ujarnya.

Apalagi dampak yang ditimbulkan sawit sangat besar. Pratama soal infrastruktur jalan yang banyak  rusak parah karena angkutannya. Sementara, kebun sawit yang dimiliki cukong tak berkontribusi dalam perbaikan jalan.

Belum lagi, dampak lingkungan yang ditimbulkan akibat aktivitas kebun sawit. Maka, mestinya bagi hasil pajak sawit mesti disesuaikan dengan potensi sawit di setiap daerah.

"Sehingga sangat tak sebanding dengan insentif yang hanya minimal Rp1 miliar," ujarnya.

Heri Mustamin mendorong Gubernur dan DPRD Kalbar menyampaikan keberatan dengan rencana itu kepada Kementerian Keuangan. Sebab, hak insentif Kalbar dari sektor ini mesti diprioritaskan lebih besar.

Diberitakan sebelumnya, Pemerintah bersama DPR RI menyepakati besaran Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak Sawit sebesar Rp 3,4 triliun. Adapun alokasi DBH dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 sebesar Rp 136,3 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan penambahan DBH lain, yaitu DBH perkebunan sawit, bertujuan untuk mendukung infrastruktur, termasuk jalan dan industri sawit di daerah.

Sri Mulyani kemudian mengatakan bahwa DBH Sawit sebesar Rp 3,4 triliun sudah termasuk di dalam alokasi DBH yang tertuang dalam APBN 2023.

Semua keputusan tersebut sudah tercantum dalam UU Nomor 28 Tahun 2022 mengenai APBN Tahun Anggaran 2023 dan Perpres Nomor 130 Tahun tentang Rincian APBN Tahun Anggaran 2023.

Sri Mulyani kemudian mengatakan sumber dana dari DBH Sawit berasal dari pungutan ekspor dan bea keluar sawit.

Secara rinci, dia menyebut besarnya porsi DBH Sawit minimal 4 persen dan dapat disesuaikan dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara.

Untuk formula pembagian kepada daerah yang mendapat DBH Sawit, satu provinsi akan mendapatkan 20 persen dari DBH yang minimal 4 persen, kabupaten dan kota penghasil 60 persen, sedangkan kabupaten dan kota berbatasan sebanyak 20 persen.

Sementara itu, Sri Mulyani menyatakan pihaknya mengusulkan diterapkannya batas minimum alokasi per daerah untuk tahun anggaran 2023, yakni setiap daerah mendapatkan sekitar Rp 1 miliar per daerah. Sebab, jumlah dan harga dari pungutan ekspor dan bea keluar sangat tergantung pada harga dan tarif. (andi/berbagai sumber)

Leave a comment