Manuskrip Legasi Pemantik Ingatan

3 Maret 2024 09:28 WIB
Ilustrasi
Menarik ujaran, masa lalu adalah masa depan, terpumpun pada dua sisi, yaitu titik-tolak dan tolok ukur sebagai cara pandang menyikapi masa depan. Titik tolak berarti masa lalu merupakan pijakan, sedangkan tolok ukur merupakan parameter untuk melanjutkan masa depan. Segala terkait masa lalu ternyata harus ditarik sebagai panduan atau kompas untuk mengarahkan masa depan, tentunya agar lebih baik dan dapat menghargai. Manuskrip, naskah lama disebut juga naskah kuno merupakan legasi yang patut untuk dirawat dan diruwat dengan semestinya. Merawat dan meruwat ini menjadi rangkaian proses penting upaya manuskrip sebagai pemantik ingatan masyarakat. Proses ini dapat menjadikan masyarakat menolak lupa terhadap khazanah negerinya sendiri sekaligus mengingatkan arti penting jati dirinya berasal melalui teks manuskrip itu sendiri. Upaya merawat dan meruwat menjadi urgen dan signifikan demi masyarakat mengingat jati dirinya. Merawat lebih kepada menjaga fisik manuskrip yang sangat rentan dengan perubahan, terutama cuaca, mengingat fisiknya biasanya berupa kertas (dluwang, papir) dan lontar yang mudah rusak. Tidak berlebihan jika fisiknya perlu mendapat perlakuan khusus, mulai dari pengecekan sampai kepada penyimpanan, perlu dukungan alat yang memadai. Oleh karena itu, infratruktur mendesak diupayakan dari hulu hingga hilir untuk penyelamatan dari kerusakan. Meskipun, penyediaan infrastruktur tersebut butuh anggaran yang tidak kecil, selama ini ketergantungan terhadap pihak luar sangat besar untuk pengecekan fisiknya. Ditambah, penyimpanan manuskrip penting di ambang kerusakan, ketersediaan infrastruktur pendukung masih dimiliki pihak luar. Infrastruktur untuk kelestarian masa lalu juga penting, tidak hanya membangun infrastruktur masa depan saja, seperti jalan. Menarik pernyataan Mu’jizah, peneliti senior BRIN bidang filologi, kesempatan webinar, menyandingkan manuskrip pada dua sisi berlawanan, yaitu pusaka atau pustaka. Maka, pusaka berdampak kurang menguntungkan, sedangkan pustaka sangat menguntungkan bagi manuskrip. Sebagai pusaka kemungkinan manuskrip dijadikan sesuatu yang memiliki daya mistis dan unsur klenik, sebaliknya sebagai pustaka akan diupayakan semaksimal mungkin preservasi manuskrip. Meruwat terkait isi teks (texts content) merupakan kelanjutan melalui berbagai pendekatan sesuai kaidah kajian filologi. Meruwat lebih kepada ranah nonfisik manuskrip yang terkait dengan kandungan dari teks manuskrip. Bahkan, sebelum sampai ke isi teks, yaitu apa yang ditulis, teks itu sendiri berupa tulisan perlu upaya kajian sehingga diketahui aksara apa yang digunakan. [caption id="attachment_13292" align="alignnone" width="700"]Manuskrip naskah lama disebut juga naskah kuno merupakan legasi yang patut untuk dirawat dan diruwat dengan semestinya. (Istimewa) Manuskrip naskah lama disebut juga naskah kuno merupakan legasi yang patut untuk dirawat dan diruwat dengan semestinya. (Istimewa)[/caption] Bukan Sekedar Kertas Aksara Arab Melayu, Pegon, Bugis, Lampung, atau Jawa tampaknya sudah memberikan arah identitas budaya manuskrip itu berasal. Oleh karena itu, manuskrip tidak sekadar, misalnya, kertas, dluwang, semata, tetapi berhubungan kajian-kajian lain sehingga hasil yang diharapkan diperoleh secara komprehensif. Meskipun, kajian hulu-hilir proses komprehensif manuskrip butuh sarana dan prasarana yang tidak mudah, sehingga menyikapinya terpumpun pada satu panduan atau bertahap tahun berjalan (multiyear) untuk menyikapi waktu yang tidak cukup diselesaikan dalam satu tahun berjalan. Upaya merawat sekaligus meruwat merupakan titik tolak preservasi manuskrip agar fisik dan nonfisiknya terpelihara dan dimanfaatkan dari generasi ke generasi secara maksimal. Misalnya, digitalisasi manuskrip bagian dari upaya preservasi tersebut sehingga upaya kontak fisik terhindarkan. Proses ini sangat efektif dan efisien meskipun tidak berhenti sampai dibatas ini saja, masih beberapa rangkaian, seperti kajian teks pada manuskrip itu sendiri. Langkah lanjutan menjadi tolok-ukur sekaligus meruwat manuskrip sebagai upaya dialektika dengan kontekstual. Kedua sebutan langkah ini menjadi penting untuk mengkaji dan memproduksi pengetahuan sebagai penguatan dan kemandirian identitas, tentunya identitas keindonesiaan. Melalui manuskrip sebagai produk legasi yang merekam pengetahuan mendasari titik tolak awalnya, selanjutnya tolok ukur keberlanjutan pengetahuan untuk daya dorong distribusi aspek-aspek kehidupan di dalamnya. Tolok ukur mengkaji manuskrip semata upaya menghadirkan pengetahuan yang tidak disadari sebelumnya. Ada banyak cara pandang yang bermanfaat sampai sekarang, seperti gugur gunun (gotong-royong), herbal, dan kuliner (jajan pasar), bersumber dari khazanah manuskrip. Tidak berlebihan jika the power of memory disematkan, disandangkan menempel pada sebuah manuskrip. Sementara itu, tolok ukur memproduksi pengetahuan, merupakan upaya mengembangkan pengetatahuan berbasis manuskrip. Ada banyak informasi terkait kondisi geografis sebuah daerah terekam di dalam manuskrip, yang sesungguhnya menjadi panduan untuk menyikapi dan mengantisipasi lingkungan dengan dampak yang nantinya ditimbulkan. Tentunya, panduan ini berintegrasi dengan pihak-pihak terkait secara interdisipliner. Tak kalah penting, urats Ulama Nusantara merupakan juga pengingat (memory of public) sebagai khazanah manuskrip untuk mengkaji, sekaligus memproduksi pengetahuan. Kerangka ide dan empirik tolok ukur pengetahuan anyar (novelty) mengonstruksi dan rekonstruksi kontekstual kemasalaluan dan kesekarangan. Melalui turats Ulama upaya menjawab bahwa proses kajian dan produksi pengetahuan tidak selamanya mendasarkan pada pemikiran-pemikiran mapan. Misalnya, kajian dan produksi dari turats yang ditinggalkan oleh Ahmad Khatib Sambas, Muhammad Basuni Imaran, Ismail Mundu, ulama Kalimantan Barat. Hadir dan menghadirkan manuskrip sesungguhkan mengetengahkan masa lalu dan masa sekarang sekaligus. Pengingat dan pembangkit pengetahuan yang sangat dibutuhkan untuk perkembangan berkelanjutan, terutama keindonesian demi tetesan sari pati yang khas dan berkarakter. Peradaban Nusantra sumber utama dan penting melalui manuskrip merupakan titik tolak sekaligus tolok ukur untuk merancang bangun Indonesia sebagai rumah peradaban.*** Penulis: Khairul Fuad (penulis sivitas BRIN Program Riset Manuskrip, Literatur, dan Tradisi Lisan)

Leave a comment