Pengamat Khawatir Ekspor Bauksit Distop Berefek Domino, Pemprov Kalbar Diingatkan Tak Anggap Remeh

3 Maret 2024 09:29 WIB
Ilustrasi

PONTIANAK, insidepontianak.com - Pengamat Kebijakan Publik, Universitas Panca Bhakti Pontianak, Herman Hofi Munawar khawatir kebijakan stop ekspor bauksit berefek domino. Terutama bagi daerah yang memiliki tambang bauksit seperti Kalbar.

Kekhawatiran itu bukan tanpa alasan. Pertama, karena smelter di Kalbar dianggap belum cukup untuk melakukan hilirisasi pemurnian biji bauksit menjadi alumina atau nikel.

"Walau kita sudah ada beberapa smelter, tapi tidak sepenuhnya siap," kata Herman Hafi.

Ketidaksiapan yang dimaksud oleh Herman adalah kapasitas smelter. Sebab, produksi bauksit di Kalbar cukup besar. Tahun 2019 saja, tercatat 11.608.937 metrik ton (MT) yang diproduksi.

"Ini bukti bahan baku bauksit kita banyak, sementara kapasitas smelter kita tidak banyak," ucapnya.

Di sisi lain, kebijakan stop ekspor bauksit dikhawatirkan berdampak sosial. Misalnya pemutusan hubungan kerja atau PHK di perusahaan tambang.

"Ini masalah serius yang harus diperhatikan pemerintah daerah," pesan Herman Hofi Munawar, Senin (12/6/2023).

Selain itu, ia meyakini kebijakan stop ekspor bauksit juga berdampak signifikan bagi perekonomian daerah. Sebab, setidaknya, daerah juga diuntungkan dengan bagi hasil pajaknya selama ini.

Untuk itu, pemerintah daerah diharapkan menyiapkan antisipasi terhadap dampak kebijakan stop ekspor bauksit yang telah diberlakukan pemerintah pusat sejak Sabtu, 6 Juni 2023.

Pemerintah harus mencari solusi untuk mengalihkan pekerjaan masyarakat dari komunitas yang dilarang ekspor. Selain itu, pemerintah juga harus mendorong pemenuhan smelter.

"Perusahaan harus didorong benar-benar siap," pungkasnya. (Andi).***

Leave a comment