KPAD Pontianak Tangani 95 Kasus Kekerasan Anak

3 Maret 2024 09:29 WIB
Ilustrasi

PONTIANAK, insidepontianak.com - Komisi Perlindungan Anak Daerah atau KPAD Kota Pontianak mencatat ada 95 kasus kekerasan anak yang terjadi sepanjang Januari hingga September 2023.

Kasus anak yang terjadi meliputi kekerasan seksual, bulying, perbuatan hak asuh anak, anak putus sekolah, hingga prostitusi.

Ketua KPAD Kota Pontianak, Niyah Nurniyati mengatakan, 95 kasus yang ditangani KPAD ini ada yang diterima lewat online dan offline.

Adapun sumber kasus itu beragam. Yang tertinggi adalah kekerasan seksual, lalu kekerasan fisik bulying, perebutan hak asuh anak, prostitusi dan kelima putus sekolah.

Niyah megatakan, untuk kasus prostitusi anak di Kota Pontianak cukup tinggi. Rata-rata korbannya adalah anak yang orang tuanya bercerai.

"Karena orang tua bercerai mereka tidak punya patron yang jelas. Di samping itu, ada juga faktor gaya hidup," terang Niyah Nurniyati, Sabtu (23/9/2023).

"Mereka yang senang berkumpul ke tempat-tempat yang secara ekonomi tak dapat dipenuhi keluarga, akhirnya termakan ajakan kawan-kawan melakukan hal seperti itu," terangnya.

Niyah mengatakan, kasus prostitusi anak sendiri mayoritas masih ditemukan di hotel di Kota Pontianak.

Namun, ia menyayangkan respon hotel belum begitu baik dalam menyikapi kasus prostitusi yang melibatkan anak ini.

Bahkan, hasil penelusuran KPAD, pengguna jasa anak di bawah umur itu juga tak pernah ketangkap.

Menurut Niyah, KPAD telah melakukan pencegahan untuk menekan kasus anak. Salah satunya dengan melakukan MoU dengan Kementerian Agama Kota Pontianak dalam hal ini penyuluh agama.

"Jadi kami mengundang semua penyuluh di bawah Kementerian Agama Kota Pontianak. Kenapa perlu MoU dengan Kemenag karena penyuluhan mereka berhubungan langsung dengan masyarakat, mereka punya tufoksi bekerja langsung dengan masyarakat sesuai dengan agama masing-masing," terangnya.

Selain itu, mereka juga berupaya melakukan pencegahan kekerasan terhadap anak dengan melibatkan seluruh stakeholder dan elemen masyarakat.

Misalnya, di sekolah memahami aturan Permendikbud tentang penanganan dan pencegahan yang didalamnya harus membentuk tim pencegahan dan penanganan kekerasan atau TPPK yang diisi kepala sekolah, unsur guru, dan komite.

Tidak hanya itu, KPAD juga menggandeng perguruan tinggi melakukan survei pengetahuan anak-anak tentang kekerasan, kemudian kecenderungan anak-anak tentang kekerasan anak maupun bullying.

Dengan survei ini, maka bisa diketahui bagaimana solusi pencegahan agar tidak terjadi kekerasan pada anak. (andi)***

Leave a comment