Mandai, Kuliner Khas Fermentasi Kulit Cempedak: Cocok Diolah Menjadi Berbagai Menu

3 Maret 2024 09:29 WIB
Ilustrasi

MEDAN, insidepontianak.com - Kreativitas warga Nusantara terhadap bahan makanan memang tiada henti. Buktinya, mandai yang merupakan fermentasi kulit cempedak, kuliner khas ini begitu hidup di Kalimantan.

Ya, mandai memakai kulit cempedak sebagai bahan utama fermentasi. Tentu ini berbeda dengan kuliner khas lainnya, tempoyak, yang memanfaatkan daging durian.

Bedanya lagi, ketika tempoyak cenderung menjadi bumbu, mandai malah menjadi 'dagingnya'. Pun, kuliner khas hasil fermentasi kulit cempedak ini ini bisa diolah menjadi berbagai menu.

Melansir budaya-indonesia.org, Selasa (3/10/2023), mandai sejatinya lebih kental dengan wilayah Kalimantan Selatan. Masyarakat setempat menyebut cempedak dengan tiwadak.

Mandai umumnya dimasak dengan cara digoreng, walaupun ada juga yang memasaknya dengan cara ditumis, digulai, dan dibakar. Dengan ditambah beberapa rempah-rempah maka rasa asam dari kulit cempedak pasti enak rasanya.

Sebelumnya, siapa yang tidak kenal buah cempedak? Buah dengan nama latinartocarpus champeden ini digemari karena daging buahnya memiliki tekstur yang lunak dan lembut di lidah serta aroma wanginya yang menusuk hidung.

Buah cempedak mirip dengan buah nangka karena sama-sama termasuk dalam famili moraceae, hanya saja buah nangka lebih familiar dibanding buah cempedak karena nangka bisa berbuah tanpa mengenal musim, sedangka cempedak hanya berbuah saat musim hujan.

Umumnya buah cempedak hanya diambil bagian daging buahnya saja, dengan cara dimakan langsung atau diolah menjadi gorengan, sedangkan bagian kulit dan bijinya dibuang.

Nah di Kalimantan Selatan, seperti Kabupaten Hulu Sungai Selatan, cempedak tidak hanya dikonsumsi daging buahnya saja, namun kulit, tangkai buah bagian dalam, dan bijinya juga dimanfaatkan.

Kulit buah cempedak inilah yang disebut mandai. Untuk membuat mandai sangatlah mudah, pertama-tama pilihlah buah cempedak yang matang, kemudian kulit bagian luar buah cempedak dikupas.

Lalu, keluarkan isinya hingga tersisa kulit bagian dalam yang berwarna putih kekuningan, potong-potong kulit tersebut. Setelah itu dilumuri dengan garam dan disimpan ke dalam toples, atau bisa juga direndam dengan air garam.

Mandai yang sudah tersimpan di dalam toples mampu bertahan hingga lebih dari satu tahun karena garam yang berfungsi sebagai pengawet, semakin banyak garam maka semakin lama mandai bisa bertahan.

Sebenarnya, mandai yang baru dipisahkan dengan kulit luarnya bisa langsung dikonsumsi. Caranya, mandai terlebih dahulu dicuci, kemudian diberi garam dan digoreng hingga kecoklatan dan kering.

Namun, mandai yang langsung digoreng biasanya rasanya lebih manis dan teksturnya lunak. Sedangkan mandai yang sudah disimpan selama tiga hari atau lebih biasanya akan keluar aroma khas mandai.

Untuk menyajikannya, ambil mandai, rendam beberapa saat dan diremas-remas supaya kandungan garamnya keluar. Kemudian cuci sampai bersih lalu goreng bersama bawang merah yang diiris sampai berwarna kecokelatan dan kering.

Rasa mandai gurih dilidah dan saat digigit layaknya daging, menjadi alternatif pengganti lauk makan. Ditambah lagi, aromanya yang begitu unik membuat selera makan makin bertambah.

Atau bisa juga dengan cara lain, misalnya ditumis. Caranya, mandai dipotong kecil-kecil dan ditumis bersama sayuran lainnya, bagi yang suka pedas bisa ditambahkan cabai.

Selain itu, mandai bisa juga diolah sayur berkuah, penduduk Hulu Sungai Selatan biasa menyebutnya dihampap. Artinya dimasak dengan santan kental dan ditambahkan ikan sepat siam kering, dicampur dengan belimbing wuluh.

Demikian informasi secara umum soal mandai, kuliner khas dari fermentasi kulit cempedak. Semoga bermanfaat. (Adelina). ***

Leave a comment