Sarnawi: Suka Menyepi di Puncak Bukit Cari Inspirasi

3 Maret 2024 09:29 WIB
Ilustrasi
Bunyi mesin sinso memecahkan sunyi pagi itu. Tak hanya satu, belasan mesin terdengar dimana-mana. Tetiba pohon-pohon itu bertumbangan. Bunyi ‘gedebug’ silih berganti. Hari yang sibuk bagi para penebang kayu illegal. Kala itu, penebang kayu illegal jadi profesi menjanjikan. Ibarat kata, lumbung duit. Bukan main aliran duitnya. Bisnis illegal kayu saat itu booming di tahun 90-an. Begitu mudah diraih. Ancaman jeruji besipun tak buat takut. Bagi para pelaku illegal logging atau ilog waktu itu, alasan keluarga dan limpahan materi jadi alasan mereka bertahan. Tapi, siapa sangka, salah satu pelaku illegal logging itu adalah Sarnawi. Bukan orang sembarang. Ia adalah Ketua DPRD Kabupaten Kayong Utara periode 2019-2024 dapil Teluk Batang. Tak banyak yang tahu kisah hidup Sarnawi sebelum menjabat wakil rakyat. Hitam putih hidupnya tak pernah ia tutupi, apapun itu. Ia menjadikan itu pelajaran dan tak ingin mengulang hal sama. Tugasnya kini beda. Ada amanah yang ia tanggung. Masa lalu tak lantas membuat ia minder, atau rendah diri. Ia belajar dari kesalahan. Inginnya hanya satu. Mengganti masa lalu dengan masa depan. Banyak membangun. Mengganti apa yang sudah warga titipkan padanya, yaitu harapan. Berbagi Masa Lalu Sarnawi lahir di Sukadana, Kabupaten Kayong Utara, pada 1972. Perawakannya kurus. Tapi tegap. Saat bicara, tak tampak canggung. Begitu juga saat ia bercerita tentang masa lalunya. Apa yang ia ungkap, bukan untuk ditiru. Itu adalah segenggam pelajaran berharga bagi dirinya dan semua masyarakat. Tahun 1996, saat berkecimpung dalam bisnis illegal, ia bukan siapa-siapa. Bukan pula bos. Ia hanya teli dan pengawas, salah satu perusahaan swasta di Kayong Utara. Tugasnya, hanya mengawasi saat proses penebangan pohon dilakukan. “Saya jadi tangan kanan bos waktu itu. Semua masalah dan para pekerja waktu itu menjadi tanggung jawab saya,” akunya. Perputaran uang waktu itu begitu besar, hingga miliaran. Tak heran, bos besar Sarnawi kala itu hidup kaya raya dari bisnis itu. Tapi, namanya bisnis illegal, masalah pun bejibun. “Pasti ada saja masalah,” katanya. Faktanya, Kalimantan di tahun 90, masih miliki hutan luas. Kayong Utara, kala jadi bagian dari Kabupaten Ketapang memiliki wilayah hutan tropis menjanjikan. Banyak kayu berukuran besar mudah ditemukan. Permintaan kayu kala itu sangat tinggi. Bahkan, dikirim ke beberapa wilayah. Bisa dibayangkan kayanya para pengusaha kayu saat itu. Kata dia, uang seperti tidak ada harganya, semua bisa dibeli. “Beli kendaraan seperti beli kacang. Apapun bisa kita beli, karena pendapatan begitu besar, namun resiko juga besar. Kalau tertangkap, penjara sudah menunggu. Apalagi kita yang di lapangan berhadapan langsung dengan para aparat hukum,” tuturnya. Banyak pengalaman yang tak terlupakan olehnya. Dari dikejar aparat hukum, sampai lari menyeberang sungai untuk lolos dari kejaran sudah ia lakukan. Bagi Sarnawi, saat ia terjun ke bisnis itu, ia tahu resiko. Tahu jika tertangkap, akan jadi hari terakhirnya. Prinsip hidup pun mulai dibangun. Menurut Sarnawi, lebih baik mati dari pada tertangkap. “Pernah terjun ke Sungai Matan yang sering ditemukan buaya, tapi ketika diburu aparat, buaya pun seperti sahabat,” ujarnya sambil tertawa mengingat kisah itu. Tak Tenang, Putuskan Berhenti Sejak 1996 hingga 2007, ia bergelut dalam illegal logging. Tak terhitung berapa pundi rupiah ia kumpulkan. Uang begitu mudah dicari. Namun, begitu mudah juga hilang. “Hampir 11 tahun bergelut, tapi tidak ada yang tersisa. Habis entah kemana,” tuturnya. Tak tenang, Ketua DPRD Kabupaten Kayong Utara pilih berhenti jadi pekerja ilegal logging dan pernah kerja serabutan. Ist Tak tenang akan profesinya itu, ia putuskan berhenti. Tak ada tabungan tersisa. Ia memulai hidup dari nol. Keluarga tak keberatan dan mendukung penuh. “Uang banyak tapi ada saja masalah. Hidup tak tenang, maka berhenti,” ucapnya. Tak lagi bekerja di dunia perkayuan, ia mencoba pekerjaan perkebunan sawit, di Marau, Kabupaten Ketapang. Namun 6 bulan bekerja, Sarnawi tak betah. Ia kembali lagi ke kampung halaman. Peruntungan di Dunia Politik Di tahun yang sama, Kabupaten Ketapang pecah dua. Kabupaten Kayong Utara lahir. Ia lantas terjun ke panggung politik. Baru, tahun 2009, ia berani maju pemilihan legislatif. Ia memilih Partai Demokrat. Sayang, ia kalah dan makin terpuruk. Uang habis untuk kampanye. Sementara keluarganya butuh makan. Ia tanpa pekerjaaan alias pengangguran. Ia ke luar kota. Tujuannya mencari kerja. Tapi, tak semulus didapat. Jauh dari keluarga, memutuskan Sarnawi pulang kampung di Kecamatan teluk Batang, Kabupaten Kayong Utara. “Segala pekerjaan, dari tukang bersih kebun kelapa milik orang lain dikerjakan. Tak ada lagi gengsi,” kata ayah 4 anak ini. Lima tahun setelah itu, ia kembali mencoba peruntungannya. Tahun 2014, ia kembali dalam pertarungan legislatif. Kali ini, ia pakai strategi dan komunikasi masif. Akhirnya, kerja dan doa terjawab. Tuhan mengangkat derajatnya. Ia terpilih menjadi anggota DPRD Kabupaten Kayong Utara periode 2014-2019. Bahkan, ia hampir jadi pimpinan tertinggi wakil rakyat itu. Sukardi rekan separtainya berhasil duduk menjadi Ketua DPRD di periode itu. “Tahun itu saya tidak mengantogi rekomendasi dari DPP (DPP Partai Demokrat,” ungkapnya. Kemenangan pun masih ia raih lagi di pemilihan wakil rakyat tahun 2019. Ia duduk hingga masa kepemimpinan 2024. Partai Demokrat saat itu mendapatkan kursi penuh di empat daerah pemilihan di Kayong Utara. Ia pun ditunjuk partai besutan Susilo Bambang Yudhoyona itu sebagai ketua DPRD, mengingat posisinya sebagai Ketua DPC Partai Demokrat Kayong Utara. “Berkat dukungan dan kepercayaan partai kepada saya,” ungkap Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Kayong Utara ini. Pilih Menyepi di Puncak Bukit Meski jabatan sudah ia dapat. Dikelilingi banyak orang dan terkenal, tak membuat Sarnawi terlalu gembira. Ada saatnya ia memilih menyepi dari hiruk pikuk politik dan kemasyarakatan. Ia kerap menyendiri di dalam hutan, tepatnya di kebun durian miliknya di Dusun Selimau Dalam, bukit Cik Manas. Di sana, ada pondok sederhana ukuran 1,5 x 2 meter. Rumah keduanya saat ia butuh rehat dan berfikir. “Saya merasa tenang di atas bukit tersebut. Tak ada lagi persoalaan kerja dan hal lain,” akunya. Ketika ada persoalan pelik pun ia memilih tak pulang. Tidur di pondok, yang bahkan listrik tak ada. Belum lagi, banyak nyamuk. Orang heran, mengapa ia memilih pondok kayu. Jauh dari keramaian dan minim fasilitas. “Ketika sudah dirasa cukup, pikiran sudah tenang baru saya turun. Orang heran mengapa saya betah di pondok. Tapi disanalah saya tenang,“ ungkapnya. Selain itu, kebun durian miliknya ini selalu ramai dikunjungi saudara dan kerabat. Terutama saat musim durian tiba. Ketika musim durian tiba, tidak ada buah durian yang dijual kepada pengepul buah berduri ini. “Kalau ada yang mau makan durian pas musimnya, saya silahkan makan di atas sepuasnya. Jadi ada kepuasan bagi saya ketika kita bisa memberi, dan kepuasan juga bagi saudara, atau rekanan saya makan langsung di pondok saya,” ungkap Sarnawi. Jadi Maslahat Banyak Orang Sebagai wakil rakyat, banyak pencapaian dan upaya sudah ia berikan untuk masyarakat Kayong Utara. Tapi, itu masih belum optimal. Di masa tuanya sebelum ia menghembuskan nafas, ia berharap masih bisa berkontribusi untuk tetap membangun Kayong Utara lebih maju dan berkembang. Pria sederhana ini merasa belum cukup untuk berbuat. Upaya belum maksimal karena masih banyak persoalan yang belum terselesaikan. Tapi, ia optimis pelan tapi pasti, pembangunan Kayong Utara bisa lebih cepat. Ia punya mimpi besar. Bukan jadi apa, taapi manfaatnya apa. Ia ingin dikenang sebagai orang yang bisa memberi maslahat kebaikan kepada banyak orang. Pada akhirnya, jabatan dan karir hanya upaya bagi Sarnawi berbuat lebih untuk masyarakatnya. Ia yakin, jabatan bisa hilang tapi nama dan amal baik akan selalu dikenang. “Ingin jadi orang yang dikenang, dan apa yang saya lakukan bisa jadi pertanggungjawaban saya. Itu yang benar. Minta doanya saya bisa jadi pribadi lebih baik dan bermanfaat,” ucapnya. (Fauzi). ***

Leave a comment