Festival Arak-Arakan Pengantin Melayu Pontianak

3 Maret 2024 09:28 WIB
Ilustrasi
Bagi masyarakat Melayu di Pontianak, pernikahan merupakan sesuatu yang sakral. Karenanya, beragam ritual dan adat istiadat mesti dilaksanakan. Tak heran bila pernikahan merupakan pesta besar penuh gemerlap dan warna warni. Setidaknya, hal itu bisa dilihat pada Festival Arak-Arakan Pengantin Melayu di Pontianak. Ada tari persembahan, alat musik tradisional, pantun berbalas pantun, pencak silat dan lainnya. Sore itu, ratusan orang berpakaian adat Melayu Pontianak, berjalan beriringan dalam barisan di jalan Gajah Mada Pontianak. Warna kuning and hijau mendominasi peserta karnaval. Kuning dan hijau identik warna Melayu. Keagungan dan kesejahteraan. Rata-rata memakai batik bermotif Corak Insang. Ini motif khas Melayu Pontianak. Kain kuning atau hijau dengan motif garis miring. Pasangan pengantin mengenakan pakaian dengan beragam hiasan memenuhi sekujur pakaian. Sulaman dengan motif dan manik, membuat baju pengantin terlihat megah dan menawan. Hiasan perak dan tembaga pada hiasan kepala pengantin perempuan, menambah semarak suasana. Ada kemilau bercampur keanggunan, saat hiasan itu diterpa sinar mentari. Ada iring-iringan musik tanjidor dan tar. Tanjidor terdiri dari drum dan terompet. Tar berupa rebana. Para pengiring pengantin membawa pokok manggar dan pokok telur. Ini berupa telur yang ditempatkan pada sebuah miniatur pohon. Kulit telur diberi pewarna atau dilukis dengan gambar. [caption id="attachment_7786" align="alignnone" width="668"]Pengiring Pengantin Pengiring pengantin mendampingi pengantin yang bakal meminang perempuan (Muhlis Suhaeri)[/caption] Tak ketinggalan, berbagai antaran ikut serta dalam prosesi. Ada peralatan sekapur sirih. Ada bokor, berupa durian atau kotak-kotak dari perunggu atau tembaga. Fungsinya menyimpan antaran perhiasan, kalung, gelang, cincin dan lainnya. Antaran pakaian, seprei, selimut, handuk, sapu tangan, tas, dompet dan lainnya. Antaran dihias dan dilipat menyerupai binatang atau benda unik. Ada model gajah, angsa, kelinci, dan beragam bentuk lainnya. Semuanya unik, lucu dan menarik. Tak ketinggalan seperangkat alat salat jadi antaran. Semua dibentuk dan punya arti. Semua antaran dalam pelaksanaan pernikahan sesungguhnya, dibawa saat iringan pengantin lelaki menuju rumah pengantin perempuan. Sebelum ijab qobul, seluruh antaran diserahkan pada mempelai perempuan. Yang harus ada dalam setiap peserta karnaval, pokok telur dan antaran. Pokok telur ada nilai filosofinya. Hal itu sebagai ucapan terima kasih kepada sesepuh, kerabat, pejabat yang hadir. Dalam pelaksanaan pernikahan, selalu ada majelis cucur air mawar sebagai tanda doa restu. Air mawar dalam teko panjang dituang ke tangan pengantin. Setelah itu, pengantin sungkem. Filosofinya, supaya kedua mempelai menjalankan kehidupan. Ada keharuman menuju kerukunan yang diberikan rakmat dan rejeki berlimpah dan langgeng hingga akhir. Dalam setiap cucuran air mawar, selalu diiringi pembacaan salawat. Majelis cucur mawar atau orang yang menuangkan mawar ke tangan kedua pengantin, biasanya orang tua pengantin, saudara atau orang yang dituakan. Jumlah majelis cucur mawar selalu ganjil. Mulai dari tiga, lima, tujuh, sembilan, 11 dan seterusnya. Biasanya pasangan suami istri. Kalau salah satu sudah meninggal, tidak apa-apa sendiri. “Cucur mawar masuk poin kemeriahan,” kata Muslim Minhad, salah satu juri. Arak-arakan diikuti seluruh kecamatan di Kota Pontianak. Ada enam kecamatan. Kecamatan Pontianak Kota, Selatan, Utara, Timur, Barat dan Tenggara. Setiap rombongan terdiri sekitar 30 orang. Jumlah itu termasuk pasangan pengantin, pembawa antaran, orang tua pengantin, emak pengantin atau perias pengantin dan para pemusik tanjidor atau tar. Waktu untuk mempersiapkan berbagai keperluan tersebut sekitar seminggu. Kegiatan mengajak satu koran lokal, Majelis Adat Budaya Melayu (MABM) Provinsi dan Kota Pontianak, Perhimpunan Perias Pengantin. Tahun 2011, merupakan penyelenggaraan tahun pertama kegiatan. Festifal Arakan Pengantin dinilai dan dilombakan. Seluruhnya ada 16 peserta. Ada enam juri. Walikota salah satu juri. Sebab, dia dianggap pencetus dari ide tersebut. “Adat Melayu sangat positif. Ada beberapa kriteria penilaian,” kata Selamat Yusuf Alkadrie, salah satu juri. [caption id="attachment_7787" align="alignnone" width="633"]Pengiring Pengantin Pengiring Pengantin bersiap dalam acara arak-arakan pengantin di Kota Pontianak.[/caption] Penilaiannya pada kreativitas penampilan, kekompakan, kemeriahan dan improvisasi. Semakin banyak yang ditampilkan, semakin menambah nilai. Yang pasti harus ada kembang manggar, pokok telur, tar, tempat antaran termasuk air cucur mawar. Tanjidor, pantun, dan pencak silat tidak wajib. Fungsinya hanya memeriahkan saja. Sebagian rombongan peserta, begitu tiba di depan para juri, melafalkan berbagai pantun. Misalnya, pihak pengiring lelaki yang bawa antaran mengucapkan pantun: “Bukan lebah sembarang lebah, bukan sembah sembarang sembah.  Adat Melayu diadekan, kami datang membawa seserahan.” Lalu dari pihak pengantin lelaki, dalam hal ini juri, menjawab pantun tersebut: “Silakan hajat disampaikan, kami ingin mendengarkan.” Yusuf mengharapkan, setiap upacara perkawinan masyarakat Melayu Pontianak, hendaknya bertahap prosesi adatnya. Sehingga bisa mengembalikan dan melestarikan budaya yang pernah ada di Pontianak. Khusus mengenai tata cara dan adat istiadat, walaupun saat ini bisa dipersingkatkan dan kondisi ekonomi sulit, tapi ada hal-hal yang harus tetap dilakukan. Yaitu, ada pokok telur dan pokok pacar. “Yang dipakai pada waktu cucur mawar dan dioleskan ke tangan,” kata Yusuf Alkadrie. Prosesi perkawinan Melayu Pontianak, sudah ada sejak sultan ke-4 Pontianak, Sultan Hamid Alkadrie, 1855-1872. Adat Melayu sudah memeluk agama Islam. Karenanya, ada hadrah shalawat Nabi. Kalau mengikuti adat istiadat, pelaksanaan bisa setengah hari. Sekarang ini, idealnya butuh waktu dua hingga tiga jam. Muslim Minhad mengatakan, selama ini orang hanya bisa lihat saat acaranya saja. Prosesi dan kelengkapan acara tidak terlihat. Dia berharap tahun depan pihak Kesultanan Pontianak ikut serta dalam festival. “Kita ingin tahu kalau pengantin dari keraton seperti apa sih,” katanya. Bahkan, mungkin bisa digagas, arak-arakan dari keraton. Menanggapi pertanyaan dari Muslim Minhad, Selamat Yusuf Alkadrie yang termasuk keturunan Kesultanan Pontianak, menyatakan bahwa pihak Kesultanan Pontianak siap tampil dalam pagelaran tersebut. Pun bila diminta menampilkan prosesi lengkap dalam adat perkawinan Kesultanan Melayu Pontianak. Lengkap dengan simbol warna Melayu, kuning, pink, hjiau dan merah. Nah, “Ikan sepat ikan gabus. Lebih cepat lebih bagus.” (Muhlis Suhaeri)

Leave a comment