Siapakah Gharim yang Boleh Menerima Zakat? Simak Selengkapnya

3 Maret 2024 09:29 WIB
Ilustrasi
PROBOLINGGO, Insidepontianak.com – Di dalam hukum Islam seseorsng yang sedang tertimpa hutang, dikenal dengan istilah gharim, berhak menerima Zakat. Di dalam bahasa Arab, gharim sendiri merujuk kepada orang yang sedang tertimpa masalah ekonomi yang disebabkan oleh hutang piutang. Meski dasar hulumnya sudah jelas, orang Islam tidak boleh sembarangan menyerahkan Zakat kepada gharim. Harus diketahui terlebih dahulu sebab hutangnya karena apa. اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَاۤءِ وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْعَامِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَالْغَارِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَابْنِ السَّبِيْلِۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ Artinya, "Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang (gharim) , untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana." (Qs. Al-Baqarah: 60) Bantak para ulama' yang harus memilah kelas gharim yang boleh menerima Zakat. Tujuannya tidak lain agar shadaqah wajib ummat Muslim bisa dimanfaatkan semestinya. Salah satu pendapat yang terkenal datang dari seorang ahli Fiqih asal Banten, Jawabarat. Melalui karya tulisnya yang berjudul Nihāyatu az-Zain, Syaikh Nawawi Al-Bantani menggolongkan gharim menjadi tiga: 1. Hutang Untuk Hal Halal. Jenis gharim pertama merupakan seseorang yang dapat menerima Zakat sebab berhutang yang digunakan untuk hal halal. و الغارم ثلاثة أقسام الأول من تداين لنفسه فى مباح طاعة كان اولا وإن صرفه في معصية او في غير مباح كخمر وصرفه فيه و تاب وظن صدقه "Pembagian gharim (yang berhak mendapat Zakat) menjadi tiga (golongan). Pertama, seseorang yang berhutang untuk dirinya dalam perkara halal (mubah), ekalipun kemudian digunakan untuk hal yang haram atau untuk keperluan maksiat kemudian tobat yang kentara ketulusannya," Dalam pendapatnya, Syaikh Nawawi bahkan membolehkan seseorang yang berhutang untuk keperluan dosa boleh menerima Zakat. Syaratnya, asal dia bertobat setelahnya. 2. Hutang karena Mendamaikan. Dalam lingkungan bermasyarakat pastinya tidak lepas dari konflik, seseorang yang berhutang demi ketentraman juga berhak mendapatkan Zakat. الثاني من تداين لإصلاح ذات البين أى الحال بين القوم "Golongan kedua (Mustahiq), yakni seseorang yang berhutang demi mendamaikan kekerabatan. Artinya, keadaan (konflik) di antara suatu kaum (lingkungan),". Di dalam ulasannya, beliau mencontohkan kepada perselisihan pendapat antara dua kaum ketika terjadi pembunuhan. Ketika konflik memuncak, terdapat seseorang di antaranya mendamaikan dengan membayarkan diyat (denda pembunuhan) melalui cara hutang agar terjadi kerukunan kembali. Di dalam konteks ini, si gharim berhak mendapat Zakat. 3. Sukar Menebus yang Digadai. Jenis terakhir yakni seseorang berhutang dengan menggadaikan barang, sehingga dia merasa sukar untuk menebusnya kembali. الثالث من تداين لضمان فيعطى إن خل الدين و أعسر مع الأصيل أو وحده وكان متبرعا بأن ضمن بلا إذن "Golongan ketiga, yaitu orang berhutang dengan cara menggadaikan barang, maka dia berhak memdapat Zakat. Meskipun, hutang tersebut kecil nominalnya akan tetapi dirinya atau keluarganya sulit melunasi kembali. Dengan catatan, si gharim sebelumnya handal dalam masalah hutang berupa jaminan dan tidak mendapat izin dari keluarganya." Bedanya, golongan ketiga ini mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang cakap dalam masalah penggadaian. Namun, entah karena hal lain dia merasa sulit untuk menebus barangnya kembali. Syarat kedua juga karena dia menggadai barang berharganya tanpa sepengetahuan keluarga. Beda lagi apabila telah mendapat restu, maka tidak berhak mendapat Zakat. Itulah tiga jenis gharim yang berhak mendapat Zakat, semoga penjabaran dapat menambah pengetahuan pembaca Insidepontianak. *** Sumber: Nihāyatu az-Zain. (Penulis: Dzikrullah)

Leave a comment