FAKTA: Sarapan Pagi Wajib Ada Menu Karbohidrat, Begini Penjelasan Ahlinya

5 Agustus 2024 07:44 WIB
Ilustrasi makanan roti yang berkarbohidrat/Pixabay
PONTIANAK, insidepontianak.com - Tahukan anda bahwa sarapan dengan karbohidrat tetap diperlukan untuk membantu mempersiapkan metabolisme tubuh.
 
"Justru kalau pagi diharapkan makan yang starchy, yang kayak tepung, karbohidrat tetap harus ada, karena itu adalah jarak paling panjang di terakhir kita makan," kata Dokter spesialis penyakit dalam dr. Rudy Kurniawan Sp.PD Dip.TH, MM, MARS dalam diskusi kesehatan bersama Nutrifood.
 
Dokter lulusan Universitas Indonesia ini mengatakan sarapan adalah makan pertama setelah jeda panjang dari makan terakhir yaitu malam hari.
 
Jeda yang bisa sampai 12 jam ini membuat tubuh memerlukan energi agar sistem metabolisme dalam tubuh dapat bekerja kembali. Sarapan yang dianjurkan tetap sesuai aturan Kementerian Kesehatan yakni Isi Piringku.
 
"Jadi tetap karbohidratnya ada, protein ada, lemaknya juga ada. Pilih lemak yang lebih sehat lah terutama," katanya.
 
Asupan gula, garam dan lemak juga dibutuhkan namun tetap harus dalam batas yang sewajarnya, kata Rudy. Asupan ini bisa diselipkan dalam sesi snacking saat jeda makan pagi ke makan siang atau makan siang ke malam.
 
"Snack ada yang menyarankan 2 kali ya, jeda di antara makan pagi ke siang, dan siang ke malam. Paling aman sih buah ya. Atau ya boleh lah, makan makanan lain yang relatif lebih sehat, kue-kue, misalkan gandum utuh, sesuatu yang tidak terlalu manis," katanya.
 
Karbohidrat juga dibutuhkan pada orang yang melakukan olahraga rutin. Ia juga menyarankan untuk selalu bergerak agar karbohidrat tidak menjadi kalori yang tersimpan dan mengendap menjadi lemak.
 
Karbohidrat yang tidak dibakar dengan baik, dapat berubah menjadi lemak dan gula berlebih dalam tubuh yang menyebabkan munculnya penyakit metabolik seperti diabetes.
 
Rudy mengatakan, tak jarang pada usia 20 tahun banyak yang sudah terkena diabetes tipe 2 karena gaya hidup sedenteri namun tetap mengonsumsi nasi secara berlebihan.
 
"Mulai dari gemuknya, kemudian dari males gerak, sehingga ototnya tidak terbangun dengan baik, lemaknya lebih dominan, itu meningkatkan stres oksidatif, ada jalur-jalur metabolisme yang terganggu, akhirnya jadi resistensi insulin, akhirnya leading ke diabetes," jelas Rudy. (ant)
 

Penulis : REDAKSI
Editor : Wati Susilawati

Leave a comment

ikalsm

Berita Populer

Seputar Kalbar