Epidemiolog UI Sebut Varian Arcturus Serumpun dengan Omicron, Penularan Cepat Gejala Ditimbulkan Tak Terlalu Berat

3 Maret 2024 09:29 WIB
Ilustrasi
JAKARTA, insidepontianak.com - Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Iwan Ariawan mengatakan, tren angka kematian akibat COVID-19 di Indonesia masih terkendali. Meskipun telah muncul varian baru COVID-19 yang diberi nama Arcturus atau XBB 1.16. “Kalau pemantauan kami saat ini case fatality rate atau tingkat kematian COVID-19 di Indonesia di bawah satu persen. Artinya buat satu penyakit itu rendah,” kata Iwan di Jakarta, Jumat. Iwan menuturkan penularan varian Arcturus atau XBB 1.16 masih sama dengan varian sebelumnya yakni melalui kontak dekat dan penularan melalui udara (droplets). Jenis varian itu juga masih satu rumpun dengan Omicron, sehingga penularannya memang cepat namun gejala yang ditimbulkan pada orang kebanyakan tidak terlalu berat. Hanya saja, varian Arcturus harus diantisipasi karena menimbulkan lonjakan kasus baru di India dan telah terdeteksi di Singapura dan Amerika. Menurut Iwan, masyarakat tidak perlu khawatir dengan adanya mutasi varian baru. Penggunaan masker masih dinilai efektif menangkal infeksi menyebar melalui udara, sehingga masyarakat diharapkan tetap menerapkan protokol kesehatan ketika beraktivitas. Di samping masker, vaksinasi COVID-19 juga masih ampuh guna membentuk anti bodi untuk melawan virus dalam tubuh agar tidak terjadi gejala berat maupun kematian. Para ahli epidemiologi pun juga sudah menganalisis kegunaan vaksin sampai di tingkat booster. Dari data sendiri, pihaknya pernah menganalisis vaksin ini ada gunanya atau tidak. Salah satu analisis yang dilakukan adalah ia melihat, angka kematian COVID-19 ada yang sudah divaksin satu kali dua kali dan booster. "Dan itu sangat terlihat yang sudah divaksinasi apalagi sudah booster, risiko kematiannya turun jauh apalagi pada lansia jadi kita benar-benar melihat efek dari vaksin,” katanya. Iwan memastikan jika semua jenis vaksin COVID-19 yang tersedia di Indonesia mempunyai efek proteksi yang sama. Terlebih bila masyarakat melengkapi dosisnya sampai booster kedua, maka proteksi diri dari potensi kematian jauh lebih kuat. Ia mengatakan, sekarang angka kematian tetap di bawah satu persen. Jadi saat ini terkendali, kalau kita terus dengan cakupan vaksinasi tetap tinggi, saya yakin kita tetap dalam situasi terkendali. "Virusnya masih ada tapi kita tetap terkendali artinya virus itu tidak jadi masalah besar bagi kesehatan masyarakat kita,” kata Iwan. Sebelumnya, Kementerian Kesehatan RI meningkatkan kewaspadaan di seluruh pintu masuk negara untuk mengantisipasi importasi varian baru COVID-19 Arcturus. "Kami langsung melakukan rapat internal, memperketat untuk daerah-daerah yang ada orang dari negara yang terinfeksi," kata Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (Dirjen P2P) Kemenkes RI Maxi Rein Rondonuwu di Jakarta, Rabu. Menurut Maxi, terhadap mereka yang bergejala, dilakukan prosedur pemeriksaan kesehatan mulai dari karantina, swab PCR, dan langsung diperiksa Whole Genome Sequencing (WGS). "Saya kira varian apapun, setiap hari pekerjaan kami di Kementerian Kesehatan bersama teman-teman di kementerian terkait menjaga pintu masuk," katanya. Maxi mengatakan varian Arcturus terdeteksi berasal dari India. "Kami juga baru pulang dari India, di sana tidak ada pengetatan," katanya. Arcturus merupakan subvarian baru Omicron XBB 1.16 yang kali pertama diidentifikasi dari dua sampel pada Januari 2023, 59 sampel pada Februari 2023, dan 15 sampel varian ditemukan pada bulan Maret 2023 di India. Laman The Health Side melaporkan, India termasuk negara yang paling banyak ditemukan kasus varian Arcturus di dunia, kemudian disusul Amerika Serikat. Sejumlah gejala yang timbul dari varian Arcturus di antaranya demam dan menggigil, batuk, hidung tersumbat dan pilek, sakit kepala, nyeri otot, dan sakit tenggorokan.(ant)***

Leave a comment