Ahli Waris Minta Eksekusi Tongkang BA1107 Ditunda

3 Maret 2024 09:29 WIB
Ilustrasi

PONTIANAK, insidepontianak.com - Rencana eksekusi kapal tongkang Bintang Arwana BA 1107 yang akan dilakukan Pengadilan Negeri atau PN Pontianak melalui PN Sintang, pada 13 Juni mendatang, mendapat perlawanan dari ahli waris.

Eksekusi itu diminta ditunda karena ahli waris masih melakukan upaya hukum mencari keadilan. Ahli waris menyebut objek perkara kasus itu berbeda.

Kuasa hukum Ahli Waris, Theresia M.S. Pessy mengatakan, sengketa kepemilikan tongkang bermula, ketika ayah dari Suriyanto, yakni Tio Kwang Jhong membeli tongkang tersebut dari Aseng alias Sudianto seharga Rp1,4 miliar. Jual beli dilakukan tahun 2011.

Adapun bukti jual beli yang didapat oleh orang tua ahli waris, yakni selembar kuitansi bertuliskan nama pembeli Tio Kwang Jhon tertanggal Pontianak, 22 Februari 2011.

"13 Juli 2015, ayah klien saya meninggal. Kepemilikan tongkang kemudian jatuh kepada ahli waris," kata Theresia.

Selanjutnya tahun 2016, Aseng alias Sudianto menyewa tongkang selama satu tahun. Biaya sewa sebesar Rp35 juta untuk setiap kali tongkang digunakan. Proses sewa menyewa berlangsung melalui telepon.

Setelah masa sewa berakhir, tahun 2014 Aseng menyewa kembali tongkang milik kliennya, yakni tongkang Labroy 168 dengan nilai sewa sebesar Rp200 juta per bulan. Di mana saat tongkang digunakan, tenggelam di Kepulauan Solomon.

"Ketika tongkang tenggelam, Aseng tidak membayar sewa. Akibat perbuatannya klien saya mengalami kerugian," ucap Theresia.

Karena tidak adanya itikad baik dari Aseng, Suriyanto melalui pengacara sebelumnya mengajukan gugatan wanprestasi ke PN Pontianak. Oleh Aseng, permohonan gugatan itu dilawan dengan mengajukan gugatan balik ke PN Pontianak.

"Namun yang menjadi aneh, objek gugatan yang dimohonkan Aseng berbeda. Bukan tongkang Labroy 168 tetapi BA1107," terangnya.

Yang lebih aneh, menurut Theresia, meski objek perkara berbeda, majelis hakim mengabulkan gugatan Aseng.

Namun putusan peninjauan kembali perdata Mahkamah Agung mengabulkan permohonan gugatan wanprestasi yakni, menghukum Aseng alias Sudianto dan PT Pelayaran Bintang Arwana Kapuas Armada sebesar Rp4,2 miliar.

Theresia menuturkan, sebelum gugatan balik diputus oleh majelis hakim, Aseng alias Sudianto juga menggugat PT Jasindo ke PN Pontianak dengan gugatan dengan nomor perkara 158/Pdt.G/2018/PN.Ptk tentang akta perdamaian terkait tidak dikabulkannya permohonan pencairan asuransi tongkang Labroy 168.

Sementara, kliennya tidak pernah memberi kuasa kepada Aseng untuk mengajukan gugatan. Alhasil terjadi pencairan asuransi dari Rp6,5 miliar yang dimohonkan menjadi Rp4,7 miliar.

"Yang menjadi pertanyaan, kenapa Aseng bise bernegosiasi dengan PT Jasindo atas besaran asuransi yang akan dibayarkan. Sementara Suriyanto, klien saya tidak pernah dilibatkan dalam gugatan itu," ungkap Theresia.

Theresia menerangkan, berdasarkan dengan adanya pencairan klaim asuransi tersebut, pihaknya pada 2018 membuat pengaduan ke Kejari Pontianak atas dugaan tindak pidana korupsi pada proses pencarian klaim asuransi kapal tongkang Labroy 168.

Dari pengaduan itu, Bidang Pidana Khusus Kejari Pontianak, menetapkan Aseng alias Sudianto dan tiga orang pejabat PT Jasindo sebagai tersangka.

"Jadi jelas, objek perkaranya berbeda. Kami menggugat wanprestasi Labroy 168 sementara gugatan balik yang dimohonkan Aseng BA1107," tegas Theresia.

Untuk itu, pemilik ahli waris meminta kepada PN Sintang sebagai delegasi dari penetapan PN Pontianak untuk menunda dan menghormati proses hukum yakni permohonan gugatan perdata tentang perlawanan eksekusi yang telah didaftarkan dan terdaftar di PN Pontianak dengan nomor perkara 108/.Pdt.Bth/2023/PN Ptk.

"Hormati proses hukum yang saat ini sedang berlangsung. Sehingga ketika nanti putusan telah berkekuatan hukum tetap, pihak PN Sintang maupun Pontianak memahami siapa sesungguhnya pemilik tongkang BA1107," ungkapnya.

Juru Bicara PN Sintang, Satra Lumbantoruan memastikan, eksekusi bakal tetap dilaksanakan pada 13 Juni sesuai penetapkan Ketua PN Sintang.

Sementara untuk permohonan penundaan eksekusi yang diajukan termohon eksekusi. Ia mengembalikan kepada PN Pontianak. Sebab, PN Sintang hanya  melaksanakan delegasi eksekusi.

"Kalau PN Pontianak menangguhkan dengan penetapan Ketua PN, baru kita tunda. Alasannya kan ada. Sampai sekarang belum ada perintah penundaan," pungkasnya. (Andi)***

Leave a comment