Walhi Kalbar Kecam Exsploitasi Hutan PT. Mayawana Persada Rusak Habitat Orangutan di Desa Sekucing Kualan, Ketapang
PONTIANAK, insidepontianak.com - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia atau Walhi Kalimantan Barat mengecam kegiatan eksploitasi hutan yang dilakukan oleh PT. Mayawana Persada (PT.MP) di Desa Sekucing Kualan, Kabupaten Ketapang.
Kecaman tersebut bukan tanpa sebab, karena eksploitasi oleh PT. Mayawana Persada Kabupaten Ketapang telah merusak dan mengganggu habitat Orangutan sebagai spesies yang dilindungi.
Tak hanya itu, eksploitasi yang dilakukan PT. Mayawana Persada juga membuat hilangnya sejumlah wilayah hutan yang menjadi tempat Orangutan membuat sarang serta mendapatkan makanan.
Sebagaimana diketahui, Orangutan dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Direktur Eksekutif Walhi Kalbar, Hendrikus Adam mengatakan, bahwa aktivitas eksploitasi PT. Mayawana Persada sudah melanggar dari ketentuan undang-undang.
"Kami akan mengadukan langsung ke KLHK, atau mungkin jalur hukum," kata Hendrikus Adam pada kegiatan Media Briefing di Sekretariat Walhi Kalbar, Rabu (4/12/2024).
Hendrikus Adam menuturkan, penggusuran yang dilakukan PT. Mayawana Persada atas habitat Orangutan menyebabkan habitatnya kian menyempit.
Dan kemudian, Orangutan akan bermigrasi ke wilayah hutan yang masih tersisa.
Adam mengkhawatirkan hal tersebut justru menjadi ancaman atas lahirnya konflik Orangutan dan masyarakat sekitar.
"Ancaman konflik bukan hanya antar warga, namun juga antar satwa liar yang sarangnya akan dihancurkan," sambungnya.
Diketahui, dalam Koalisi Masyarakat Sipil, Desember 2023 mengungkapkan, bahwa PT. Mayawana Persada tercatat tahun 2016-2022 melakukan deforestasi atau pengurangan luas lahan, seluas 35 ribu hektar.
PT. Mayawana Persada beroperasional di 14 desa pada 5 kecamatan di wilayah Ketapang dan Kayong Utara.
Adam menilai, bahwa pembukaan lahan skala besar ini sangat berdampak buruk bagi masyarakat dan ekologi.
"Saat ini banjir besar melanda wilayah tersebut," ucapnya.
Selain itu, menurutnya tak hanya bencana banjir saja yang melanda, bahkan berkurangnya penyerapan karbon dan pencemaran air sungai menjadi masalah bagi masyarakat sekitar.
"Penyerapan karbon sudah hilang, karena hutan dibabat habis," tutur Adam.
Disamping itu, Adam mengungkapkan bahwa, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sudah menurunkan surat pemberhentian aktivitas PT. MP pada 24 Maret 2024.
Namun, pada bulan Agustus-November 2024 aktivitas deforestasi PT.MP mulai terlihat kembali, sehingga menimbulkan keresahan pada masyarakat, sebab, masyarakat khawatir akan penggusuran lahan mereka secara paksa oleh PT. Mayawana Persada.
"Penggusuran paksa lahan oleh pihak perusahaan menyebabkan ruang untuk bertani ladang turun temurun, perlahan, namun pasti kian tergerus," pungkas PT. Mayawana Persada. (Greg)
Penulis : Gregorius Dwi
Editor : Wati Susilawati
Leave a comment