Wajibkah Ahli Waris Mengganti Hutang Puasa Orang yang Sudah Meninggal? Cek Selengkapnya di Sini!
PROBOLINGGO, Insidepontianak.com – Hukum dari puasa pada bulan Ramadhan adalah wajib bagi setiap orang Muslimin yang mampu.
Sesorang yang dengan sengaja meninggalkannya, bisa dikatakan dia harus mengganti puasa yang bolong pada saat Ramadhan lalu.
Hal ini tentunya berlaku bagi seluruh ummat Muslim tanpa pengecualian, namun bagaimana kalau orang yang mempunyai hutang puasa Ramadhan telah meninggal sebelum melunasinya?
Rasanya mustahil bagi si mayyit untuk mengganti puasa Ramadhan di akhirat. Sebab, pembeban hukum (taklīf) hanya terjadi bagi orang Islam selama dia masih hidup di dunia.
Bila ajal sudah menjemput, secara otomatis keeajiban rukun Islam telah gugur. Lantas, bagaimana agar si mayyit terlepas dari tanggungan tersebut.
Untuk menjawab permasalahan itu, tim Insidepontianak akan memamparkan dua perbedaan pendapat mengenai hutang puasa Ramadhan yang belum sempat dibayar oleh si mayyit.
Ahli Waris Wajib Melunasi
Pendapat pertama bersikukuh, bahwa hutang puasa Ramadhan akan berganti beban hulum (taklīf) kepasa ahli waris si mayyit.
Salah satu pendapat ini dipegang teguh oleh sebagian pengikut madzhab Syafi'iyah dan Imam Abu Tsur. Mereka bersandarkan kepada sebuah Hadits Rasulullah SAW:
عن عائشة رضي الله عنها أنَّ النّبيَّ صلََى الله عليه وسلمَ قَالَ مَنْ مَاتَ وَ عَلَيْهِ صَوْمٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ
Artinya: "Dari 'Aisyah – Semoga Allah meridhoinya– bahwasanya Rasulullah SAW bersabda barang siapa yang meninggal dunia, padahal dia mempunyai hutang puasa, maka ahli warisnya wajib menggantikan puasanya," (HR. Bukhari dan Muslim)
Cara melunasi puasa yang ditinggalkan oleh si mayyit bukanlah dengan cara membayar denda, melainkan cukup menggantinya dengan puasa pada umumnya.
Misal, apabila si mayyit pada masa hidupnya tidak berpuasa Ramadhan tiga hari maka ahli waris wajib mengganti dengan bilangan yang sama.
Wajib Membayar Kaffaroh
Golongan kedua berpendapat lain, apabila si mayyit meninggalkan hutang berupa kewajiban puasa Ramadhan, maka ahli waris harus menggantinya dengan Kaffaroh.
Berbeda dengan jenis Kaffaroh yang disebabkan berhubungan intim di siang hari Ramadhan, pada kasus hutang puasa akibat meninggal cukup memberi makan satu orang miskin sebanyak satu mud (6, 75 ons).
مَنْ مَاتَ وَ عَلَيْهِ صِيَامٌ أَطْعَمَ عَنهُ مَكَان كُلِّ يَوْمٍ مِسْكِيْن
Artinya: "Barang siapa meninggal dunia padahal dia mempunyai hutang puasa, seyogyanya wajib (bagi ahli waris) pada tiap harinya (mencocoki bilangan hutang) memberi makan satu orang miskin," (HR.Tirmidzi)
Kelompok kedua ini dipegang teguh oleh madzhab Malikiyah, Hanafiyah, dan sebagian ulama Syafi'iyah.
Adapun perbedaan di atas karena terdapat dua Hadits Nabi yang berbeda. Pada intinya, kedua golongan tersebut sama-sama mempunyai dalil yang kuat.
Bagi pembaca setia Insidepontianak, silahkan memilih salah satu keduanya. Semoga pembahasan ini bermanfaat. ***
Sumber: Kitab klasik Subulu as-Salām, Juz 2.
(Penulis: Dzikrullah)
Penulis : admin
Editor :
Penulis : admin
Editor :
Tags :
Berita Populer
Seputar Kalbar
9
Leave a comment