Review Film "Antri": Ketika Panik dan Enggan Antre Jadi Ajang Pungli

3 Maret 2024 09:29 WIB
Ilustrasi

PONTIANAK, insidepontianak.com - Rasa panik yang berlebihan adalah celah bagi orang yang ingin mencari keuntungan. Apalagi, panik membuat orang serba cepat ingin mencari solusi, menepikan budaya antre untuk mencapai tujuan.

Kenyataan ini digambarkan dengan jelas dalam film "Antri". Film yang disutradarai oleh Budimas Teguh dan produser Yodi Rismana ini mengambil setting RSUD dr Soedarso, Kalimantan Barat.

Dalam film ini diceritakan ada sepasang suami istri yang harus menerima kenyataan antre untuk operasi kista. Mereka tak sabar, padahal jadwal operasi sejatinya sudah sesuai prosedur.

Amri sang suami yang perankan oleh Noveriansyah Akbar seperti tak bisa menerima kenyataan itu. Dia panik setiap kali istrinya, Yati, yang diperankan Wenifrida Agwila Pirmini mengerang kesakitan.

Kepanikan ini terlihat jelas hingga dimanfaatkan oleh Boni yang diperankan Gusti Fany Illyasa. Boni berhasil memanfaatkan Amri yang panik dan mau untuk tidak antre.

Dengan mengaku sebagai petugas rumah sakit, Boni menyebutkan kalau dia bisa mengubah jadwal operasi tersebut agar lebih cepat. Tak pelak, Amri tertarik karena memang dia sudah sangat panik.

Dalam otaknya, semakin cepat operasi maka derita istrinya akan berkurang. Nah, di sinilah Boni menunjukkan taringnya.

Dengan kata lain, Amri harus menyediakan dana untuk jasa itu yang ditawarkan oleh Boni. Masalah dana itu tidak penuh, bukan masalah bagi Boni. Segera saja dia raup uang Amri yang panik.

Sebagai film layanan masyarakat, film "Antri" tampil dengan konsep bercerita. Dimulai dengan adegan Boni yang harus mendapat alat pacu jantung di ruang pemeriksaaan.

Alur kemudian mundur ke adegan Amri dan Yati ke RSUD dr Soedarso, mendapat pelayanan, hingga menanti waktu operasi. Cerita berlanjut ke pertemuan Amir dan Boni terkait pungutan liar alias pungli tadi.

Cerita diakhiri dengan kembali ke ruang pemeriksaaan tempat Boni menerima pacu jantung. Dan, film ini ditutup dengan adegan Boni meninggal dunia.

Lalu, apakah film ini bisa dikatakan berhasil? Jawabnya, iya sebagai film layanan masyarakat.

Pasalnya pesan soal rasa panik berlebihan, tidak percaya dengan rumah sakit, dan enggan antre itu terlihat dengan jelas. Dengan kata lain, kondisi tersebut bisa menjadi lahan yang subur bagi pungli.

Sebagai informasi, film ini juga dibintangi oleh DR Rahayu Purwitasari, Juliyanti Pasorong, dan Yulia Yantriheti. Berdurasi 11 menit dan ditangungjawabi oleh Drg Hary Agung Tjahyadi M Kes. (Adelina).***

Leave a comment