Enam Orang Meninggal Dunia, Pemkab Sanggau Dinilai Belum Serius Tangani DBD

3 Maret 2024 09:29 WIB
Ilustrasi

SANGGAU, insidepontianak.com - Menurut data Dinas Kesehatan Kabupaten Sanggau mencatat, per 24 Oktober 2023 terdapat 127 kasus kasus Demam Berdarah Dengue (DBD). Enam di antaranya meninggal dunia.

Jumlah ini meningkat signifikan dibandingkan tahun 2022 yang lalu hanya 34 kasus dan tidak ada kasus meninggal dunia.

Menanggapi realitas kasus DBD yang mengkhawatirkan, Ketua Pemuda Muhammadiyah Sanggau, Romy Sahman menilai, pemerintah kabupaten sanggau belum benar-benar serius menangani masalah ini.

“Kasus DBD ini peningkatannya sudah hampir empat kali lipat kalau berkaca dari kasus tahun 2022 yang kasusnya berjumlah tiga puluh empat penderita, bahkan di tahun 2022 tidak ada yang merenggut nyawa. Ini menandakan pemerintah sanggau gagal melakukan penanganan penyakit DBD yang sedang marak terjadi,” ujar Romy saat dimintai tanggapan pada Kamis (26/10/2023)

Romy berpendapat, dengan situasi sekarang ini seharusnya pemerintah serius bekerja menekan kasus DBD jangan sampai lebih banyak korban. Keseriusan itu menurut Romy, bisa dilihat jika pemerintah mengerahkan semua sumber daya dengan menetapkan status KLB DBD.

“Seharusnya sudah ada status Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD dan ada penanganan khusus yang dilakukan oleh pemda karena makin kesini kasus DBD semakin meningkat,” katanya.

“Jika merujuk pada peraturan menteri kesehatan tahun 2010 tentang jenis penyakit tertentu yang dapat menimbulkan wabah dan upaya penanggulangan dengan melihat situasi sanggau sudah masuk kategori KLB,” imbuhnya

Romy berharap pemerintah bisa serius untuk menangani masalah kesehatan yang ada di masyarakat sehingga tidak ada lagi kasus kematian serta visi sanggau sehat bisa di wujudkan secara nyata.

Diwaktu yang berbeda, Bassilinus mengakui pihaknya sudah mengajukan status KLB DBD kepada bupati dan sudah dibahas beberapa waktu yang lalu.

“Kita sudah bahas dengan pak sekda, wakil bupati dan pak bupati sudah kita rapatkan,” katanya, saat diwawancarai.

Basil menjelaskan penetapan status KLB DBD ini masih jadi polemik, dikarenakan jika Surat Keputusan (SK) dikeluarkan maka ada konsekuensi anggaran yang harus ditanggung oleh pemerintah daerah. Termasuk, jika ada pasien yang dirawat karena DBD dan itu diluar BPJS.

“Jadi itu polemik kita ya. Jadi, dalam UU penanganan wabah penyakit menular itu persis sama kayak kita penanganan Covid. Begitu kita keluarkan SK maka ada konsekuensi anggaranya. Jadi ada beberapa hal yang jadi pertimbangan,” jelas Bassilinus. (ans)


Penulis : admin
Editor :

Leave a comment

jom

Berita Populer

Seputar Kalbar