Hari Pahlawan dan Menakar Kontribusi Generasi Muda Memaknai Momen 10 November Ini
Insidepontianak.com - Hari Pahlawan penting diperingati bagi generasi muda sekarang, bahkan Kementerian Sosial (Kemensos) sampai menerbitkan Pedoman Hari Pahlawan Tahun 2022.
Upaya-upaya memperingati Hari Pahlawan sangat beragam bentuknya. Mulai dari upacara bendera, mengheningkan cipta, dan berziarah di makam para pahlawan.
Dalam konteks Hari Pahlawan, kita bukan hanya memperingati mereka yang pernah berjuang pada 10 November 1945 saja, tapi keseluruhan tokoh pahlawan harus dikenang jasanya.
Baca Juga: Viral, BNI Rasa Pinjol, Nasabah di Pontianak Ini Mengaku Diancam Terkait Tagihan Kartu Kredit
Beragam acara akan dilakukan diri hari pahlawan. Tepatnya 10 November. Tidak lain untuk mengenang jasa mereka yang telah bersusah payah mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Pahlawan perjuangan sebenarnya tidak melulu mengenai tentang orang yang mengangkat senjata melawan penjajahan.
Banyak cara yang dilakukan oleh pahlawan kita dalam memperoleh dan mempertahankan kemerdekaan tanpa perang.
Sama halnya dengan R. A Kartini yang berjuang dalam bentuk pendidikan, Kartini lebih memilih perjuangan dengan pena dan menumbuhkan kecerdasan di kalangan perempuan.
Bila generasi muda kita hanya mengetahui tentang para pahlawan yang mengangkat senjata seperti Jendral Sudirman, perlu rasanya menambah wawasan lain tentang perjuangan pahlawan tanpa senjata.
Di hari pahlawan ini, mari kita bahas tentang metode para pahlawan melawan penjajah. Dilansir dari Ida Bagus Brata, Ida Bagus Rai, dan Ida Bagus Seloka, dalam 'National Heroes in the Indonesian Revolution and The Meaning for Young Generation'( 2021), terdapat dua metode perlawanan terhadap penjajah.
Yang pertama dilakukan dengan cara perlawanan konfrontasi, pahlawan kita berjuang dengan mengangkat senjata dalam pertempuran. Yang kedua, mereka yang lebih memilih dengan perlawanan secara diplomasi, pendidikan, atau kritik.
Perlawanan dengan Senjata
Ketika kolonial berlangsung banyak pahlawan kita melawan mereka dengan segala upaya. Salah satu yang mereka tempuh yakni maju ke medan perang.
Peperangan melawan penjajah bisa memakan korban baik dari pihak Belanda dan sekutu atau pejuang Indonesia.
Ketika Soekarno telah memproklamirkan Indonesia sebagai negara merdeka pada 17 Agustus 1945, pihak musuh masih saja ingin merebut kembali kemerdekaan itu. Lebih-lebih selama periode 1945-1950 pertarungan sengit terjadi.
Selama lima tahun itu banyak kejadian konfrontasi antara moncong senjata pihak lawan dan pejuang kemerdekaan, era itu disebut dengan 'Perang Revolusi Nasional'.
Salah satu pertempuran yang masyhur sampai sekarang yakni pertempuran melawan pasukan sekutu, dipimpin oleh tentara Inggris, di Surabaya pada 10 November.
Di hari itu, Mayor Jenderal Eric Carden Robert Mansergh mengeluarkan Ultimatum 10 November 1945.
Ultimatum tersebut berisi pihak Indonesia dan pemuda yang berada di Surabaya harus menyerahkan diri dan berhenti melawan AFNEI serta mentaati administrasi NICA.
Poin kedua berisikan instruksi kepada semua pemimpinn Indonesia dan pemuda, mereka selambat-lambatnya harus berkumpul di Surabaya pada pukul 06.00 WIB.
Kedua isi uktimatum tersebut ditolak oleh pemuda Surabaya, hingga terjadilah pertempuran sengit diantara keduanya.
Baca Juga: Kecelakaan Tunggal di Jalan Ahmad Marzuki Pontianak, Mobil HRV Putih Tabrak Pembatas Jembatan
Pelawanan Tanpa Senjata
Merebut kemerdekaan dan mempertahankannya juga dilakukan oleh pahhlawan kita tanpa terjun ke pertempuran. Banyak juga diantara mereka memilih berjuang tanpa senjata.
Perlawanan kelompok kedua ini biasanya melawan dengan membentuk organisasi, diplomasi, pendidikan, bahkan politik juga menjadi sarana mengokohkan kemerdekaan.
Pada tahun 8 Desember 1946, sebuah institusi pendidikan didirikan oleh Parrindo (Partai Rakyat Indonesia) dengan nama MPR (Majelis Pendidikan Rakyat).
Di tahun yang sama pula sebuah Sekolah Lanjutan Oemum (SLO) berdiri yang dipimpin oleh I Gusti Made Tamba. SLO dijarapkan mampu berkontribusi dalam mempertahankan kemerdekaan lewat jalur pendidikan.
Sedangkan tokoh-tokoh yangyang mengambil jalur perjuangan lewat diplomasi Internasional juga banyak, yang sering didengar adalah Moh Hatta, M. Natsir, H. Agus Salim, dll.
Kedua metode perjuangan untuk merebut ataupun mempertahankan kemerdekaan Indonesia sangatlah penting di masa itu.
Sebagai generasi muda, saatnya memperingati Hari Pahlawan tak hanya mengenang jasa mereka tapi ikut membangun dan berkontribusi sesuai kemampuan masing-masing.
Para generasi muda di Hari Pahlawan November 2022 bisa mendeklarasikan perjuangan pahlawan sesuai dengan jamannya masing-masing. ***
Penulis : admin
Editor :
Leave a comment