Begini Pendapat Ibnu Rusydi Terkait 'Sunnah Qada' Shalat Idul Fitri: Berikut Penjelasannya!
PROBOLINGGO, Insidepontianak.com – Di dalam tradisi Islam, seringkali terjadi perbedaan pendapat mengenai masalah hukum. Begitupula Ibnu Rusydi pemikir Islam yang memiliki argumen berbeda terkait argumen 'qada' shalat Idul Fitri hukumnya sunnah'.
Bisa dikatakan, terdiri dari dua golongan ketika memandang masalah melewatkan sholat jama'ah Id. Sebagian dari mereka menghukumi sunnah qada' ahalat idul fitri. Sedangkan lainnya menolaknya, termasuk Ibnu Rusydi.
Pemaparan mengenai penolakan Ibnu Rusydi tentang hukum sunnah dalam qada' shalat Idul Fitri, bisa dijumpai langsung melalui karyanya yang berjudul Bidāyatu al-Mujtahid.
Sebelum membahas penolakan Ibnu Rusydi mengenai sunnah qada' shalat Idul Fitri, dia mendeskripsikan alasan kelompok yang pro tentang hukum sunnahnya.
واختلفوا فيمن تفوته صلاة العيد مع الإمام فقال قوم: يصلي أربعا وبه قال أحمد والثوري وهو مروي عن ابن مسعود. وقال قوم: بل يقضيها على صفة صلاة الإمام ركعتين يكبر فيهما نحو تكبيره ويجهر كجهره وبه قال الشافعي وأبو ثور.
Artinya, “Ulama berbeda pendapat perihal orang yang luput shalat Id bersama imam. Sebagian ulama mengatakan, orang itu melakukan shalat empat rekaat. Pendapat ini dipegang oleh Imam Ahmad dan Ats-Tsauri berdasarkan riwayat dari sahabat Ibnu Mas‘ud RA. Sebagian ulama mengatakan, ia harus mengqadha shalat dua rekaat dengan cara yang dilakukan imam, baca takbir dan baca surat dengan lantang (jahar) seperti yang dilakukan imam. Pendapat ini dipegang oleh Imam As-Syafi’i dan Abu Tsaur." jelas Ibnu Rusydi di dalam Bidāyatu al-Mujtahid, Kamis (20/4).
Golongan pro tentang hukum sunnah qada' shalat Idul Fitri, menjelaskan bahwa sebagian dari mereka masih membagi mengenai masalah teknisi menggantinya.
Salah satu dari mereka mensunnahkan menggangi shalat Idul Fitri yang ketinggalan dengan bilangan empat raka'at. Kelompok ini dipegang teguh oleh pengikut Imam Hanbali dan Tsauriyah.
Dilain kesempatan, Abu Tsaur malah cukup menganjurkan untuk mengganti bilangan dengan dua raka'at saja dengan teknisi yang sama saat Idul Fitri dilakukan berjam'ah.
Tidal hanya seorang diri, pada pendapat kedua ini Abu Tsaur ditemani oleh Imam Syafi'i yang memiliki kesamaan pendapat.
Terlepas masalah itu, alasan mereka menghukumi sunnah qada' pada shalat Idul Fitri dengan empat raka'at karena menyamakannya dengan shalat Jum'at.
Sedangkan bagi pendapat yang menganjurkan dua sunnat sebagai pengganti, karena bermaksud qada' shalat Idul Fitri yang dilewatkan oleh jama'ah.
Bagi Ibnu Rusydi, asalan keduanya tidak masuk akal bila menyamakan qada' empat raka'at dengan shalat Jum'at. Begitupula dengan perihal 2 raka'at, sebab kesunnahan Idul Fitri tidak sama dengan shalat qabliyah dan ba'diyah.
وحكى ابن المنذر عنه مثل قول الشافعي فمن قال أربعا شبهها بصلاة الجمعة وهو تشبيه ضعيف ومن قال ركعتين كما صلاهما الإمام فمصير إلى أن الأصل هو أن القضاء يجب أن يكون على صفة الأداء ومن منع القضاء فلأنه رأى أنها صلاة من شرطها الجماعة والإمام كالجمعة فلم يجب قضاؤها ركعتين ولا أربعا إذ ليست هي بدلا من شيء
Artinya, “Ibnul Mundzir menghikayatkan seperti pandangan Imam As-Syafi’i. Pendapat yang menyatakan shalat id sendirian berjumlah empat rekaat karena menganalogikan shalat Id dengan shalat Jum’at didasarkan pada analogi yang lemah. Sedangkan ulama yang mengatakan bahwa shalat Id sendirian berjumlah dua rekaat seperti yang dikerjakan imam merujuk pada prinsip bahwa qadha wajib dilakukan sesuai dengan sifat atau cara yang dilakukan secara tunai (adâ’an).
Sementara ulama yang menyatakan bahwa shalat Id tidak perlu diqadha memandang bahwa pengerjaan shalat Id disyaratkan berjamaah dan bersama imam seperti shalat Jumat sehingga bila luput maka tidak ada ceritanya mengqadha dua maupun empat rekaat."
Menanggapi masalah perbedaan pendapat ini, sebagai seorang Muslim tidak boleh menanggapinya dengan cara konservatif ataupun kolot.
Sebab, semua argumen dari mereka mempunyai alasan tersendiri. Pun, juga berlaku pada Ibnu Rusydi yang lebih condong tidak ada hukum sunnah qada' shalat Idul Fitri.
Hikmah lain dari perdebatan tersebut juga merupakan rahmat bagi orang Islam. Maksudnya, bagi pengikut Ibnu Rusydi, Syafi'i, Imam Hambal, dan lainnya dapat saling memiliki perspektif yang berbeda. ***
(Penulis: Dzikrullah).
Penulis : admin
Editor :
Penulis : admin
Editor :
Tags :
Berita Populer
Seputar Kalbar
9
Leave a comment