Empat Kepala Daerah di Kalbar 'Pecah Kongsi' di Pilkada 2024, Pengamat: Akibat Benturan Kepentingan
PONTIANAK, insidepontianak.com - Pengamat politik Universitas Tanjungpura, Jumadi menyebut ada beberapa faktor penyebab terjadinya fenomena pecah kongsi kepala daerah, sehingga berpisah jalan di Pilkada Serentak 2024.
Menurut Jumadi, salah satu sebab pecah kongsi itu akibat kepentingan. Di Kalbar, setidaknya ada empat daerah yang dipastikan wakil bupatinya menjadi penantang kepala daerah.
Empat daerah tersebut adalah Sambas, Kapuas Hulu, Melawi dan Singkawang. Di Sambas, Bupati Satono telah menentukan calon wakilnya untuk mengikuti Pilkada 2024 bernama Heroaldi Djuhardi Alwi.
Sementara Wakil Bupati Sambas, Fahrur Rofi juga telah memastikan diri akan maju menantang Bupati Satono. Ini terlihat dari keseriusannya mendaftar di sejumlah partai politik. Namun, Rofi sampai saat ini belum mengumumkan siapa calon pendampingnya.
Di Kabupaten Melawi, Bupati Dadi Sunarya Usfa dan wakilnnya Kalusien juga akan saling berhadapan di Pilkada, November nanti. Dadi digadang menggandeng kade PDIP, Malin sebagai calon wakilnya.
Sementara Wakil Bupati Kluisen juga terus memburu tiket partai-partai politik untuk menantang Dadi. Ia juga belum mengumumkan sosok calon wakilnya.
Sedangkan di Kota Singkawang, Tjhai Chui Mie telah memastikan tidak akan berpasangan dengan wakilnya, Irwan di Pilkada 2024. Tjhai Chui Mie telah memutuskan menggandeng Muhammadin.
Sementara Irwan juga sudah mendaftar di sejumlah partai politik untuk menantang Tjhai Chui Mie. Terakhir, di Kabupaten Kapuas Hulu, Bupati Fransiskus Diaan dan wakilnya Wahyu Hidayat pun akan berhadapan di Pilkada 2024.
Wahyu Hidayat bahkan sudah menerima sejumlah rekomendasi dari partai untuk maju sebagai calon bupati. Salah satunya rekomendasi PAN. Adapun Fransiskus Dian, juga sudah menerima rekomendasi dari PDIP untuk maju sebagai calon bupati di periode keduanya.
Jumadi melihat, fenomena wakil kepala daerah yang maju menjadi calon kepala daerah dinilai memiliki kepentingan sendiri. Begitu pun partai tempatnya berkader juga punya kepentingan sendiri. Salah satunya mengantarkan kader terbaik jadi kepala daerah.
Fenomena pecah kongsi ini juga muncul diakibatkan karena perbedaan pandangan dan benturan kepentingan antara wakil dan kepala daerah yang tidak mampu mereka kelola selama mereka bersama.
Alhasil, mereka yang sebelumnya dipasangkan, malah di Pilkada selanjutnya harus berhadapan. Salah satu pertimbangan partai memajukan figur wakil kepala daerah kata Jumadi karena beberapa dari mereka punya elektabilitas dan daya ungkit yang sepadan menantang kepala daerah saat ini.
Adapun standar utama dalam pengusungan ini adalah survei secara rasional dan objektif. Sebab, hasil survei dapat memberi gambaran peta kekuatan secara ilmiah, emperik.
Peluang wakil memenangi pertarungan pun sangat terbuka. Tergantung elektabilitas yang dimiliki calon, dan faktor-faktor X yang terjadi dalam dinamika politik.
Ia mencontohkan di Kabupaten Melawi. Dua kali Pilkada, sosok wakil bupati berhasil mengalahkan kepala daerah.
Pada Pilkada Melawi 2015 misalnya. Saat itu wakil Bupati Melawi Panji maju sebagai calon bupati berpasangan dengan Dadi.
Pasangan Panji-Dadi justru berhasil memenangkan pertarungan melawan kepala daerah saat itu yakni Firman Muntaco yang berpasangan dengan Jhon Murkanto.
Lalu di Pilkada 2020, Panji justru dikalahkan wakilnya Dady Sunarya Usfa Yusra, Bupati Melawi saat ini yang kala itu berpasangan dengan Ketua DPC PDI Perjuangan, Kluisen.
"Dua kali Pilkada Melawi, wakilnya bisa mengalahkan Bupati, artinya peluang terbuka," pungkasnya.***
Penulis : Andi Ridwansyah
Editor : Abdul Halikurrahman
Leave a comment