Cerita Eks Napi Teroris Tersesat Doktrin JAD dan Sukses Usaha Mebeler Dibina Bapas Pontianak

6 Agustus 2024 22:09 WIB
Kepala Bapas Pontianak, Akhmad Heru Setiawan mendapingi eks napi terorisme, Salim saat diwawancarai wartawan dan bercerita telah terbebas dari paham radikalisme dan kini sukses menjalankan usaha mebeler berkat binaan Bapas Pontianak. (Istimewa)

PONTIANAK, insidepontianak.com - Panji Kumbara alias Salim Salyo (42) sempat putus asa. Mendapat lebel sebagai mantan narapidana teroris, membuatnya kehilangan percaya diri.

Saban hari, air matanya menetas. Ia merasa gagal menjaga nama baik keluarga. Salim ditangkap tim Densus 88 di rumahnya, di Gang Usman Husin, Jalan Parit Sembin, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya, Senin (11/3/2019).

Kala itu, ia diduga terafiliasi dengan kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD), teroris yang merencanakan teroris dan merencanakan amaliah atau merampok bank di Surabaya, Jawa Timur.

Kini, hampir lima tahun menjalani masa hukuman, Salim menghirup udara bebas. Perenungan dan pembinaan di balik jeruji besi membawanya kembali ke jalan yang benar. 

Berkat pembianaan Balai Pemasyarakatan atau Bapas Pontianak, kini Salim menjelma sebagai pengusaha mebeler sukses. Ia kini diterima dengan baik oleh masyarakat.

Salim bercerita, ia mengenal paham radikal tahun 2019. Awalnya, ia mengikuti kajian Hizbut Tahrir dikenal dengan HTI atau Hizbut Tahrir Indonesia. Lalu ia mengenal Jamaah Ansharut Daulah atau JAD lewat media sosial.

Kedua organisasi terlarang tersebut sama-sama mengajarkannya jihad. HTI jihad yang dilakoni dengan cara dakwah dan JAD dengan peperangan.

Pengenalan kajian ini dilakukan lewat media. Di sanalah Salim mengenal jauh JAD, sampai akhirnya bergabung dan masuk jaringan-jaringan Poso dan Sibolga.

"Tahun 2019 saya betul-betul hijrah, setelah balik dari Jawa Timur. Pemahaman lewat media membuat saya sanggat susah menghilangkan ideologi sesat tersebut," katanya.

Namun, baru tiga bulan terafiliasi jaringan teroris itu, ia ditangkap Densus 88. Ia mengaku belum sempat mendoktrin keluarga.

Namun demikian, ia sudah sempat mendoktrin beberapa rekannya untuk menimbulkan perpecahan lewat isu SARA.

Salim ingat betul kala itu, lagi panas-panasnya Pilpres. Aksinya pun berhasil membuat gesekan di berbagai tempat.

"Ada kawan di organisasi besar saya menyusup mempengaruhi, sehingga memunculkan keributan di beberapa titik. Provokasi dilakukan lewat teman-teman. Karena orang Kalbar mudah ‘dibakar’ dengan isu SARA," tuturnya.

Salim mengaku, perubahan yang dialaminya tak serta merta datang. Namun, perlu proses yang panjang. Sebab, ideologi ‘jihad’ dengan peperangan masih tertanam kuat.

Karenanya, ia terus melawan pembinaan yang dilakukan Lapas. Salim sendiri berpindah pindah penjara.

Satu setengah tahun di Rutan Cikeas, lalu pindah di Lapas Sindor tiga bulan dan Lapas dan BPNT setahun.

Saat di lapas ia, masih keras menolak NKRI. Sebab, dianggap kafir. Namun dengan pendekatan yang baik dilakukan dari hati ke hati, Salim akhirnya luluh.

"Saya akhirnya kembali ke NKRI dari pendekatan-pendekatan yang dilakukan dari hati ke hati. Bukan karena penekanan," ujarnya.

Di Lapas, Salim mendapat pembinaan dari pemuka agama seperti MUI, dan profesor. Lalu ia kerap melakukan sharing dan dicari titik lemah. Tak hanya itu, setiap bulannya ia juga kerap mendapatkan pembinaan psikologi.

Di dalam Jeruju besi, Salim kerap mengaji. Ia terkadang ditawari buku untuk membaca. Di sanalah pelan-pelan ia mendapat pemahaman jihad yang diajarkan JAD salah.

Puncaknya, 2,5 tahun di Lapas ia baru sadar dan menyesal termakan doktrin sesat. Tangis air mata mengiringi malam-malamnya.

"Ketika menemukan kebenaran di Lapas Sentul penyesalan luar biasa saya rasakan, saya  menangis," katanya.

Salim merasa malu yang luar biasa. Terutama pada anak, istri, keluarga, dan tetangga. Bahkan, ia kehilangan rasa percaya diri. Ia pernah tak mau keluar Lapas, karena merasakan nyamannya pembinaan.

Setelah keluar 2022, Salim mendapat pembinaan Bapas Pontianak. Ia dibina untuk supaya bisa hidup normal di lingkungan sosial. Ia pun diberikan modal untuk membuka usaha mebeler oleh Bapas, Polda dan Kepala Densus 88.

"Saya memulai usaha mebeler 2022 dengan alat seadanya. Dengan ketekunan, kini saya sudah memiliki sejumlah peralatan. Jika ditotal sudah memiliki hampir ratusan juta aset peralatan," katanya.

Di samping itu, Salim juga mendapat omzet per bulan 5-7 juta rupiah hasil jual mebel. Sangat cukup untuk menghidupi keluarga.

Bina Empat Napi Teroris

Kepala Bapas Pontianak, Akhmad Heru Setiawan mengatakan, ada empat mantan napi teroris yang dalam pembinaan Bapas Pontianak.

Tiga di antara napi tersebut masuk kategori hijau. Ada juga satu yang dalam pengawasan. Mereka kini telah menjalani hidup dengan normal. Juga pada sudah bekerja.

"Ada yang bekerja di warung makan, satu di security hotel ternama dan Salim membuka usaha mebeler," terangnya.

Sampai saat ini, Bapas terus melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap mereka. Heru menyebut, dalam melakukan pembinaan Bapas memiliki standar. Mereka menyematkan level hijau dan kuning bagi para klien mereka.

 

Para klien tersebut diawasi oleh pembimbing kemasyarakatan keliling yang diberi nama Aksi PK Keliling Klien atau 'Si Kelik'.

Program tersebut adalah bentuk pembinaan Bapas kepada mantan narapidana, agar mereka tidak lagi melakukan kejahatan dan bisa diterima dengan baik oleh masyarakat.

"Kita memastikan klien kita benar-benar berubah. Apa yang menjadi landasan klien berubah pertama punya pekerjaan, dan berubah dengan penilaian baik masyarakat, dan keluarga," jelasnya.

Untuk treatmen pembinaan mantan terorisme, Heru menyebut pendekatan yang dilakukan agak berbeda.

Mereka tidak dengan pendekatan agama. Sebab, para napi teroris cenderung sangat memahami agama.

"Kita bicara satu ayat mereka bisa lima ayat," ujarnya.

Karena itu, pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan tentang masyarakat. Bagaimana mengaitkan hubungan antara keluarga dan masyarakat.

Pendekatan ini dinilai dapat membuat napi teroris luluh. Misalnya ada napi di Rutan Salemba yang pernah meledakkan bom.

"Misalnya kita kasi pemahaman ke mereka, kalau bom yang meledak terkena orang tua mu bagaimana? Di situ mereka luluh dan mereka juga sebenarnya tak mau," ucapnya.

Karena itu, dalam pembinaan, Bapas lebih fokus mencari penyebab permasalahan klien.

"Misalnya ada orang mencuri, dicari penyebabnya apa? Kalau mencuri karena narkoba sembuhkan narkobanya," pungkasnya.***


Penulis : Andi Ridwansyah
Editor : Abdul Halikurrahman

Leave a comment

Ok

Berita Populer

Seputar Kalbar