Kuasa Hukum Paulus Nilai Penetapan Tersangka Tak Penuhi Minimum Dua Alat Bukti

19 November 2024 18:17 WIB
Praperadilan kasus dugaan korupsi pengadaan tanah untuk pembangunan kantor pusat bank di Pontianak yang diajukan tersangka PAM digelar di Pengadilan Negeri Pontianak, Senin (19/11/2024). (Istimewa)

PONTIANAK, insidepontianak.com - Sidang perdana praperadilan kasus dugaan korupsi pengadaan tanah untuk pembangunan kantor pusat bank di Pontianak yang diajukan tersangka PAM digelar di Pengadilan Negeri Pontianak, Senin (19/11/2024). 

Dalam sidang tersebut, kuasa hukum PAM mendesak agar hakim menyatakan penetapan tersangka terhadap kliennya tidak sah. 

Sebab, perkara tersebut dinilai tak memenuhi minimum dua alat bukti. Selain itu, tersangka tak pernah diperiksa sebagai calon tersangka, dan tak ada audit kerugian negara dalam kasus ini. 

Untuk diketahui, PAM adalah tersangka keempat yang ditetapkan Kejati Kalbar. Dia adalah pihak penerima kuasa jual tanah. Sebelum PAM, tiga tersangka lainya lebih dulu ajukan praperadilan, mereka adalah SDM, MF dan SI.

Putusan hakim tunggal Joko Waluyo pada, Selasa (12/11/2024) mengabulkan permohonan ketiganya, dan menyatakan penetapan tersangka yang dilakukan Kejati Kalbar tak sah. 

Kuasa hukum, Paulus Andy Mursalim, Glorio Sanen mengatakan, ada beberapa alasan yang membuat pihaknya melakukan praperadilan.

Di antaranya, kasus tersebut adalah perkara pengulangan yang pernah dilakukan penyelidikan oleh Kejari Pontianak tahun 2022. 

"Karena tidak ada bukti permulaan yang cukup tidak dilanjutkan ke tahap penyidikan,"kata Sanen. 

Selanjutnya, perkara tersebut dilakukan penyelidikan kembali oleh Kejati Kalbar, pada Juli 2024, Kejati mengeluarkan lagi surat perintah penyelidikan. 

Akhirnya, klienya PAM kembali dipanggil sebagai saksi pertama untuk tiga tersangka yakni SDM, MF dan SI. Lalu ditetapkan tersangka di hari yang sama. 

"Lalu dilakukan surat perintah penyidikan dan klien kami di BAP, tak menjawab, dihari yang sama juga dilakukan penahan," ungkapnya. 

Sanen menilai, penetapan tersangka kepada klienya juga tak didasari dua alat bukti yang sah. Sebab, sampai hari ini belum ada audit kerugian negara. 

"Kemudian dalam proses pembayaran tanah sudah mengacu pendapat hukum termohon (Jaksa) dan waktu itu, tidak pernah dipermasalahkan,"ungkapnya. 

Ia mengatakan, klienya PAM disangkakan dengan Pasal 2 dan 3 Jo Pasal 18 Jo Pasal 55 KUHP.  

Menurut Sanen, jika berbicara Pasal 2 dan 3 maka, bukti adanya kerugian negara harus ada. Namun, dalam perkara ini, dirinya memastikan belum ada audit kerugian negara belum ada. 

"Tidak adanya audit yang menyatakan adanya kerugian negara, maka tidak ada kasus korupsi, ini sudah dinyatakan oleh fatwa Mahkamah Agung dan Putusan Mahkamah Konstitusi," ungkapnya. 

Ia juga menyinggung putusan praperadilan nomor 12 kepada SDM, MF dan SI. Penetapan ketiganya juga dinyatakan tak sah, karena dilakukan dihari yang sama saat klienya dipanggil saksi, tanpa adanya ekspos yang melibatkan penyidik. 

Di samping itu, pasal 2 dan 3 UU Tipikor, merupakan perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan orang yang punya jabatan dan kedudukan. 

Namun, dengan putusan praperadilan nomor 12, maka jelaslah, pihak yang punya kedudukan pun diputus tidak sah penetapan tersangkanya. 

"Seharusnya klien kami juga dinyatakan tak sah sebagai tersangka karena tak mungkin ada tersangka tunggal. Disamping itu, sudah tidak ada lagi orang yang punya wewenang dan jabatan yang ditetapkan sebagai tersangka dan tak mungkin korupsi dilakukan orang luar yang tak memiliki jabatan dan kewenangan," ungkapnya. 

Sementara itu, Irenius Kadem menambahkan, selain tak memenuhi dua alat bukti, penetapan tersangka kepada klienya hanya karena dia menerima kuasa. Padahal, kuasa diberikan sejak awal tak pernah dipermasalahkan pihak termohon. 

"Kita juga melihat penyidikan perkara tidak sesuai kuhap, perkara ini juga pengulangan, dan tidak ada audit keuangan yang diajukan," ungkapnya. 

Sementara itu, Alfonsius Girsang berharap konsistensi Pengadilan Negeri Pontianak untuk mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukan PAM. Sebab, perkara tersebut adalah perkara yang sama.

"Kami sebagai kuasa hukum pemohon berharap adanya konsistensi Pengadilan Negeri Pontianak, khususnya hakim peradilan agar tak ada keraguan di masyarakat kok bisa ada perbedaan putusan perkara yang sama," pungkasnya.***


Penulis : Andi Ridwansyah
Editor : -

Leave a comment

jom

Berita Populer

Seputar Kalbar