Benarkah PHK Jalan Terbaik Efisiensi?
Memasuki tahun 2023, gelombang Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK, terus diberitakan terjadi tanpa henti oleh media massa. Terbaru, GOTO kembali mengumumkan PHK terhadap 600 orang setelah sebelumnya melakukan PHK untuk 1.300 karyawannya.
Agar dapat mengoptimalkan kinerja bisnis adalah alasan utama dilakukan PHK. Namun, apakah PHK merupakan jalan terbaik untuk melakukan efisiensi?
Sejatinya gelombang PHK bukanlah hal baru dalam dunia bisnis. Hal ini sering terjadi ketika periode resesi atau pun perubahan teknologi yang terlalu cepat terjadi.
Bahkan, dapat dikatakan bahwa adanya PHK sudah menjadi satu bagian dalam hidup suatu organisasi. Hal ini tidak lain dan tidak bukan karena dianggap merupakan jalan bagi perusahaan dalam meningkatkan efektivitas dengan melakukan pemotongan biaya (tenaga kerja) dan sebagai bentuk ukuran peningkatan efisiensi bagi perusahaan.
Diambilnya keputusan PHK merupakan salah satu keputusan operasional yang cukup penting yang dilakukan oleh manajerial. Karena baik secara langsung maupun tidak langsung, PHK dapat memberikan implikasi kinerja yang cukup signifikan pada perusahaan yang melakukannya.
Dalam banyak kasus, Pengumuman PHK mampu menyebabkan sentimen negatif di mata konsumen. Padahal, saat ini banyak perusahaan yang memiliki strategi yang berfokus kepada kepuasan pelanggan.
Namun di sisi lain, PHK sendiri juga dapat menyebabkan meningkatnya beban keuangan bagi perusahaan, dengan adanya ketentuan seperti pemberian pesangon dan dukungan komprehensif lainnya bagi para karyawan yang terdampak.
PHK dan Rantai Nilai Perusahaan Gambaran keputusan PHK mungkin dirasa cukup luas jika harus disandingkan dengan rantai nilai di dalam perusahaan. Kedua hal tersebut nyatanya memiliki hubungan yang cukup erat.
Keputusan dilakukannya PHK secara nyata dapat mempengaruhi sisi rantai nilai perusahaan dan aspek lainnya. Sebut saja seperti yang terjadi ketika GOTO mengumumkan PHK pada Jumat ini, tercatat harga saham GOTO ditutup -3,1 persen.
Seperti yang diketahui, saham GOTO memiliki andil dalam pergerakan IHSG. Hasil temuan penelitian oleh Yetaotao Qiu dan Michel Magnan pun menunjukkan para pemasok dari perusahaan, yang memberikan pengumuman PHK (atau dapat juga dikaitkan dengan pihak yang bersinggungan secara langsung dalam lini bisnis perusahaan tersebut), rata-rata, merasakan dampak langsung terhadap reaksi harga saham jika pelanggan utama mereka memberikan pengumuman PHK.
Tak hanya itu, pada level pemasok, tentunya juga akan lebih hati-hati dalam menetapkan keputusan penting lainnya. Seperti dengan mengurangi ketergantungan penjualan terhadap perusahaan rekannya yang memberikan pengumuman PHK.
Strategi Manajemen Ramping (Lean Manajement) dan Inovasi PHK merupakan keputusan strategis yang dibuat oleh organisasi.
Tujuannya, untuk mengidentifikasi dan menghilangkan karyawan dengan keterampilan usang, dan menyesuaikan kompetensi tenaga kerja.
Di mana, hal ini mengarah pada strategi manajemen ramping atau lean management. Manajemen Ramping sendiri dianggap mampu membantu organisasi untuk merampingkan sumber daya manusianya, dengan memberhentikan karyawan yang keterampilannya sudah dianggap tidak lagi atau kurang berharga bagi perusahaan.
Studi oleh Duckjung Shin dan Mohammad S.Alam pada tahun 2020 nyatanya menemukan bahwa perampingan memiliki dampak yang kuat terhadap inovasi ketika organisasi melakukan PHK, dan dampak tersebut menjadi lemah ketika organisasi memilih untuk menerapkan melakukan pemutusan kerja dengan sistem PHK sukarela.
Artinya, dengan memilih merampingkan tenaga kerja dengan PHK justru dapat membantu dalam menjalankan strategi Lean Management, sementara peningkatan PHK sukarela justru dapat merusak penerapan strategi tersebut.
Mengapa PHK menjadi pilihan dibandingkan dengan memotong upah?
Banyak perusahaan yang enggan melakukan pemotongan upah dan lebih memilih melakukan PHK. Hal ini dikarenakan adanya keyakinan bahwa pemotongan upah justru dapat merusak moral pekerja.
Sebuah studi pendahuluan oleh Antonie Bertheau dkk (2022) menemukan bahwa PHK memang keputusan yang lebih umum daripada pemotongan gaji.
Kedua, kecocokan antara keterampilan pekerja dan modal kerja (karyawan) merupakan pertimbangan penting dalam keputusan PHK.
Sehingga, perusahaan tidak berpikir bahwa pemotongan gaji sebagai pengganti yang layak untuk selama krisis terjadi.
Justru PHK selama krisis sendiri bukan dipicu oleh krisis, namun sebaliknya, krisis dirasa menjadi sebuah waktu yang tepat bagi perusahaan untuk memberhentikan beberapa pekerja dan berpotensi menghindari hal negatif seperti konsekuensi reputasi dari PHK.***
Penulis: Djunita Permata Indah, Dosen Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Tanjungpura
Penulis : admin
Editor :
Leave a comment