Kisah Hijrah Roni Bodax, Preman Jalanan Penuh Tato: Dulu Suka Mukul, Sekarang Malah Diusir Orang

3 Maret 2024 09:29 WIB
Ilustrasi
MEDAN, insidepontianak.com - Mantan preman jalanan Kota Solo, Roni Bodax ceritakan pengalaman hijrahnya. Roni Bodax yang wajah dan tubuhnya penuh tato itu kini aktif menjadi pendakwah, dan katanya proses hijrahnya bermula dari berpulangnya sang ayah. Perasaan kalut, syok, hingga tak percaya kalau ayahnya meninggal dunia membuat hati Roni Bodax jadi hancur. Dan itu yang menjadi titik mula proses hijrahnya. "Setelah ayah meninggal, ibu memberi syarat untukku, agar aku salat dan mengaji lagi, jika itu aku lakukan, maka ibu mau tinggal bersamaku di Solo," ucap Roni Bodax, melansir tayangan FYP di Youtube Trans7 Official, Jumat (31/3/2023). Ibunya bekerja di Jakarta, setelah ayahnya dimakamkan di Solo, sang ibu kembali ke Jakarta, dan Roni tinggal sendirian. Itu sebab, jika Roni ingin ibunya tinggal bersamanya lagi, dia harus kembali salat dan mengaji. "Padahal saat itu hidup jahiliyah yang sedang kujalani memberikan apa saja yang kumau, dan akhirnya aku tinggalkan itu semua, karena ibu hanya memberi dua syarat, salat dan ngaji," ungkap pria Kelahiran 26 Maret 1996 ini. Hatinya yang hancur karena kepergian sang ayah, membuat dia berpikir tak ingin kehilangan ibunya. Maka Roni pun melakoni syarat yang diminta ibunya, dia belajar salat dan ngaji lagi. Roni Bodax mendatangi sebuah pesantren, tujuannya ingin belajar salat dan ngaji. Namun selama tiga hari disana, Roni hanya diminta untuk makan dan tidur saja. Meski membingungkannya, namun Roni bilang dia bismillah saja. "Hari keempat, itupun tidak langsung belajar salat dan ngaji, tapi diajak ngobrol, berkomunikasi," bilang pria yang terjun ke dunia jalanan sejak berusia 15 tahun itu. Niat awalnya hanya ingin belajar salat dan ngaji, namun malah membawanya menjadi seorang pendakwah. Mula-mula sasaran Roni adalah mengajak anak-anak komunitas punk yang hidup di jalanan. Caranya pun unik, Roni hanya meminta mereka untuk nongkrong di dekat masjid, tanpa meminta mereka untuk salat. "Saya hanya ajak mereka nongkrong di depan masjid, ngopi, merokok, tidak saya suruh mereka salat, tapi saat adzan, saya tinggal mereka, saya salat di masjid itu," kenangnya. Lama-lama hal itu jadi menginspirasi muda-mudi di komunitas punk itu. satu persatupun mengikuti jejak Roni. "Mereka melakukan itu untuk dirinya sendiri, tanpa ada janji-janji apapun, bahkan mereka menggunakan uang mereka sendiri dalam proses mereka," kata Roni. "Sekarang sudah banyak anak-anak punk yang pakai baju koko belajar ngaji alif ba ta di masjid-masjid," tambah Roni. Namun pengalaman tidak enak juga dirasakan Roni Bodax. Penampilannya yang kontra dengan pandangan umum masyarakat terhadap sosok pendakwah adalah sebabnya. "Saya pernah diusir ketika mendatangi rumah-rumah warga untuk berdakwah, disitu saya merasa sedih, bahkan sempat menangis mendapat perlakuan disepelekan begitu," ungkap Roni. Ceritanya Roni bersama temannya, yang juga seorang pendakwah melakukan kegiatan rutin berdakwah ke rumah-rumah warga yang berada di sekitaran masjid. Belum lagi memulai dakwahnya, Roni dan temannya malah dianggap mau minta sumbangan, dan itu yang membuat dia merasa disepelekan. "Dulu saat masih jadi preman, orang lihat saya saja itu sudah saya pukuli, ini saya malah diusir dan dikira mau minta sumbangan," tuturnya. Namun Roni tak kecil hati dia terus saja berdakwah, melanjutkan apa yang telah dia pilih untuk hidupnya saat ini. "karena baiknya seburuk-buruknya orang itu kan bisa jadi lebih buruk kita, dan sebaik-baiknya kita pun bisa jadi lebih baik orang lain, gitu," pungkas Roni Bodax. (Adelina)
Penulis : admin
Editor :

Leave a comment

ikalsm

Berita Populer

Seputar Kalbar