Sidang Terdakwa Merry Christine di PN Pontianak Tegang, Pengacara Tagih Berkas Perkara ke JPU

3 Maret 2024 09:29 WIB
Ilustrasi
PONTIANAK, insidepontianak.com - Sidang perkara tindak pidana penipuan kasus proyek fiktif atas terdakwa Merry Christine di Pengadilan Negeri Pontianak, berlangung tegang, Kamis (25/5/2023). Agenda sidang tersebut sedianya membacakan dakwaan secara online. Namun, persidangan terpaksa ditunda. Herawan Utoro, kuasa hukum Merry Christine terlihat kesal. Sejak awal persidangan ia sudah intrupsi ke Majelis Hakim yang dipimpin Sri Harsiwi. Mulanya, Herawan Utoro menagih berkas perkara kasus Merry Christine kepada Jaksa Penuntut Umum. Sebab, berkas perkara kliennya itu belum ia terima hingga sidang perdana digelar. Namun, keberatan Herawan tak ditangapi Majalis. Ia lalu, membacakan Pasal 143 ayat 4 dihadapan Majelis Hakim. Dalam Pasal itu, jelas bahwa surat pelimpahan dan surat dakwaan dan berkas perkara disampaikan kepada terdakwa atau penasehat hukum, bersamaan dengan pelimpahan perkara ke pengadilan. "Ini kata KUHAP. Bukan kata penasehat hukum tersangka!" tegas Herawan. Menurutnya, selama ini ia sebagai pengacara tak pernah menarima berkas perkara dari kejaksaan. Baginya, hal tersebut jelas kesalahan dan melanggar ketentuan hukum acara. Atas dasar itu, ia mengancam tak bakal hadir dalam sidang selanjutnya, bila jaksa tak memberikan berkas perkara kasus ini. Pernyataan Herawan langsung direspon ketua majelis hakim Sri Harsiwi. JPU diminta mematuhi perintah KUHAP yang dibacakan Herawan. Namun, jawaban JPU Indra tak bisa memastikan berkas itu bakal diberikan ke kuasa hukum. Alasannya, permohonan itu masih akan didiskusikan ke pimpinan. Kontan, Herawan pun menimpali dengan nada emosi. "Kami warga negara. Republik ini ada sistem, bukan atas perintah Kajari Pontianak tapi perintah undang-undang. Kita tidak bicara orang per orang," jawab Herawan. Herawan lalu meminta Majelis Hakim memeriksa identitas JPU. Sebab, ia ingin pemeriksaan yang dilakukan terhadap pengacara saat sebelum sidang dimulai diberlakukan kepada JPU. Sampai akhirnya Hendri selaku Jaknsa kesulitan mencari KTA. Alhasil, hanya foto KTA yang dapat ditunjukkan. Sidang kasus ini pun dilanjutkan. Herawan kembali interupsi. Kali ini terkiat dengan persidangan kasus itu. Sebab, sesuai agenda sidang dengan agenda pembacaan dakwaan akan digelar secara online. Keputusan Majelis Hakim itu, tak dapat diterima Herawan sebagai kuasa hukum terdakwa. Walau Majelis Hakim sudah menjanjikan akan menghadirkan terdakwa dalam sidang lanjutan pemeriksaan saksi. Herawan beralasan, ingin sidang tersebut digelar secara fair dengan kehadiran terdakwa. Kepetingannya supaya dapat didengar dengan baik. "Kami minta dari awal sidang dimulai dengan offline karena keadilan bukan proses akhir tapi proses awal. Itu kata kalangan hakim," ucap Herawan. Keberatan kuasa hukum ini juga atas keinginan terdakwa. Terdakwa ingin dapat hadir secara langsung di ruang sidang dan mendegar pemeriksaan saksi. Mendegar keberatan Herawan, Majelis Hakim pun tak bertanya kepada Jaksa. Sebab, pihak yang berhak menghadirkan terdakwa adalah JPU. Namun JPU tetap ngotot, agar pembacaan dakwaan itu dilakukan secara online. Alhasil, tak ada keputusan. Terhadap keberatan Herawan Utoro, Majelis pun bersikap. Ia lalu bertanya kepada terdakwa Meri Christine. Meri mengaku keberatan jika dirinya dihadirkan secara online, karena ia tak bisa fokus mengikuti dan mendegarkan jalannya sidang. "Jadi intinya kamu keberatan jika dibacakan online?" tanya Majelis. "Keberatan Yang Mulia," jawab Meri. Alhasil, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pontianak memutus sidang kasus tersebut ditunda. Sidang nantinya akan dilakukan secara offline. Penuntut umum diminta menghadirkan terdakwa secara langsung. "Sidang kita dilakukan seminggu dua kali. Senin dan Kamis. Kecuali ada hal tertentu," tegas Majelis Hakim. Dalam kesempatan itu, kuasa hukum Merry Christine, Bayu Sukmadiansyah juga meminta agar tersangka Merry Christine ditanguhkan penahanannya. Anak Merry Christine pun turut melakukan intrupsi. Ia menyampaikan permohonan penangguhan ibunya. Sementara itu, JPU Indra mengatakan, akan berkoordinasi terkiat permintaan berkas perkara oleh kuasa hukum terdakwa Merry Christine. "Saya akan kordinasi dengan pimpinan terlebih dahulu," ujarnya. Sementara terkait dengan perintah menghadirkan terdakwa, Indra memastikan akan tunduk pada perintah pengadilan menghadirkan Merry Christine dalam pembacaan tuntunan yang akan digelar Senin depan. Untuk diketahui kasus penipuan dan penggelapan ini ditangani Satreskrim Polresta Pontianak Kota dengan menetapkan dua orang tersangka. Yakni Dahlan Setiawan dan Merry Christine. Keduanya diduga melakukan dugaan penipuan dan penggelapan dengan modus menawarkan proyek pekerjaan langsung atau PL di Dinas Perumahan dan Pemukiman Kota Pontianak Tahun Anggaran 2021. Adapun korban dugaan penipuan itu adalah Vincent Apriono dan Endang Daniah dengan nilai kerugian sebesar Rp395.230,000. Sementara, dalam dakwaan Jaksa pada berkas perkara Dahlan Setiawan, JPU memposisikan Merry Christine sebagai korban. Karena yang bersangkutan alami kerugian Rp129 juta untuk proyek pembangunan sekolah di Pontianak Utara yang ditawarkan Dahlan Setiawan. Terdakwa Dahlan Setiawan sendiri sudah divonis bersalah dan dijatuhi pidana penjara selama dua tahun. (Andi)***
Penulis : admin
Editor :

Leave a comment

jom

Berita Populer

Seputar Kalbar