Lagi, Ibu di Pontianak Buat Surat Terbuka ke Presiden, Sebut Kasus Anaknya Direkayasa, Polres Membantah

3 Maret 2024 09:29 WIB
Ilustrasi
PONTIANAK, insidepontianak.com - Seorang ibu di Pontianak bernama Adinda Aisyah Pasaribu juga membuat surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo lewat media sosial Facebook. Ini merupakan peristiwa kedua setelah kasus Ibu Liem yang juga menyurati presiden untuk mencari keadilan. Adinda sendiri pun juga mencari keadilan atas kasus anaknya berinisal RE yang disangkakan melakukan perbuatan cabul. Ia menganggap, penetapan status tersangka terhadap anaknya janggal. Menurutnya, anaknya diminta mengaku menjadi pelaku dengan alasan untuk menyelesaikan kasus yang mandek. Tapi, kenyataannya anaknya malah diproses secara hukum. Ia pun menduga peningkatan status anaknya dari saksi menjadi tersangka diduga dijebak. Sebab, menurut Adinda anaknya semula hanya diminta membantu penyidik menyelesaikan kasus yang sudah setahun tak kunjung selesai. "Mereka mengaku dengan cara itu yang bisa dilakukan agar kasus itu bisa naik ke kejaksaan guna SP3 (penanganan kasus dihentikan) karena kurangnya barang bukti, maka berkas dari kejaksaan dikembalikan," kata Adinda. Ia menyebut, pengalihan status tersangka beserta surat kuasa pelepasan kuasa hukum dari anaknya disiapkan penyidik tanpa didampingi kuasa hukum. Setelah itu, anaknya diberikan uang Rp5 juta. Katanya sebagai uang terima kasih, karena sudah mau membantu. Adinda mengaku sempat menolak. Namun dia diyakinkan uang itu hanya sumbangan, karena prihatin terhadap cucunya yang sempat dirawat seminggu lebih di rumah sakit. Selanjutnya, ia berkonsultasi dengan pengacaranya. Hasil konsultasi itu, pengacara meminta penetapan tersangka dibatalkan lewat proses pra peradilan. Namun, karena perlu biaya yang tidak sedikit, ia dan keluarga tak bisa melakukannya, dan tinggal pasrah. "Saya hanya berharap polisi tidak membohongi kami. Akhirnya beliau (pengacara) hanya mengirim surat klarifikasi kepada Kapolres, yang tidak pernah mendapat jawaban," ujarnya. Setelah anaknya berstatus menjadi tersangka, banyak hal yang terjadi dan membuat ia semakin yakin kalau kasus ini diduga rekayasa. Kecurigaannya perlahan terlihat. Kala itu, anaknya diperiksa menggunakan alat lie detektor dari pagi hingga malam dengan diminta menjawab pertanyaan sesuai jawaban yang polisi tulis di kertas. Kejanggalan lain, ada surat panggilan yang menggunakan nama penyidik lama yang sudah diganti karena terkena sanksi. Sedangkan saksi-saksi kasus ini, sudah menggunakan penyidik yang baru. "Makanya kami menolak hadir," ujarnya. Tak lama, datang surat panggilan baru. Saat itu satu anaknya yang menjadi saksi atas kasus ini sedang sakit batuk, pilek dan demam dan diminta memberikan keterangan. Panggilan itu ditolak. Melalui penasehat hukumnya, ia minta penundaan karena belum bisa hadir untuk BAP. Namun tiba-tiba terjadi lagi pemanggilan untuk di-BAP tambahan. Tim Jatanras datang membawa semua saksi. Saat itu kata Adinda beberapa anggota datang dengan arogan masuk tanpa permisi ke dalam rumahnya. "Tiga masuk ke rumah, dua di depan pintu, dua lagi di depan mobil berkaca gelap," ceritanya. Petugas kepolisian itu kata dia, datang bukan untuk mencari tersangka, namun membawa saksi yang salah satunya adalah anaknya yang masih di bawah umur. Adinda mengaku jelas khawatir. Suaminya pun menemui tujuh laki-laki berbadan besar dengan mobil kaca gelap. Suaminya berkata akan mengantar sendiri anaknya jika sudah pulih. Esok harinya, Nahas, satu anaknya yang pergi menjemput saudaranya RE yang menjadi tersangka dihadang anggota di depan gang. "Setelah didapat, anak saya dan istrinya ditodong pistol, anak saya berteriak menjelaskan kalau dia bukan tersangka, polisi yang menyuruh dia untuk menjadi tersangka. Ketika berdebat mulut itulah anak saya dianggap melawan hingga anak saya dipegang, dipukul dan ditendang," ujarnya. Adinda mengaku berusaha melindungi. Tapi juga ikut terpukul dan terinjak ketika terjatuh. Sedang anaknya yang satu, berupaya menghalangi supaya saudaranya tidak dianiaya. Nahas, ia juga ikut dipukul. "Ketika disuruh abangnya menelepon suami saya, anak saya nomor dua malah diancam dengan pistol, akan ditembak jika berani menelpon," ujarnya. Ia pun berharap keadilan kepada Presiden Joko Widodo lewat surat terbuka yang sudah sampaikan. Sebab, baginya tak ada lagi tempat mencari pertolongan. Adinda mengatakan, semua bukti-bukti saat di ruang PPA juga bukti-bukti pelanggaran lain, sudah ia layangkan dalam semua surat pengaduan kepada Presiden, Kemenkopolhukam, Mabes Polri dan lain-lain. Ia meminta agar Presiden Joko Widodo menyelamatkan masa depan anaknya yang sudah memiliki istri dan anak-anak dan memerlukan imam di keluarganya. Sementara itu, Kasat Reskrim Polresta Pontianak Kota, Kompol Tri Prasetyo memastikan, penanganan perkara kasus itu sudah sesuai prosedur. Kasus ini dimulai dari tahap penyelidikan hingga ditingkatkan penyidikan sampai dengan penetapan tersangka. "Setelah itu dikirim ke Kejaksaan. Sampai di Kejaksaan ada P-19 dari Kejaksaan dipenuhi tentang materi-nya lalu P21," terangnya. Ia memastikan, semua sudah sesuai prosedur. Sebab, dengan adanya P-21 tugas di penyelidikan sudah selesai. Tinggal pembuktian di Pengadilan. (Andi)***

Leave a comment