Kapolri Perintahkan Seluruh Polda di Indonesia Bentuk Satgas Pemberantasan TPPO

3 Maret 2024 09:29 WIB
Ilustrasi
JAKARTA, insidepontianak.com -Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memerintahkan kepada seluruh Polda di Indonesia untuk membentuk satuan tugas (Satgas) pencegahan dan pemberantasan tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Ahmad Ramadhan mengatakan bahwa seluruh Satgas TPPO di Polda jajaran berada di bawah naungan Bareskrim Polri. “Bapak Kapolri memerintahkan seluruh Polda membentuk juga Satgas TPPO di tingkat daerah dengan di bawah naungan Bareskrim,” ujar Ramadhan kepada wartawan, melansir PMJNEWS Rabu (7/6/2023). Lebih lanjut, Ramadhan menyampaikan bahwa seluruh satgas TPPO di Polda jajaran nantinya akan dipimpin oleh Wakapolda sebagai Kepala Satgas-nya. “Setiap Polda nanti Kasatgasnya dipimpin oleh Bapak Wakapolda,” ucapnya. Komnas HAM Soroti Maraknya TPPO di Kalbar, Minta Pemprov Perluas Lapangan Kerja Kasus tindak pidana perdagangan orang atau TPPO masih marak di Kalimantan Barat. Daerah yang berbatasan dengan negara Malaysia ini menjadi salah satu pemicunya. Komisi Nasional Perlindungan Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM memberikan sejumlah rekomendasi kepada Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat untuk mengatasi masalah kasus TPPO.
Salah satunya mengidentifikasi faktor TPPO dan membuka lapangan kerja dan kesempatan kerja kepada masyarakat.
 
Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan, Komnas HAM RI, Putu Elvina mengatakan, pihaknya sudah melakukan kunjungan kerja ke Pontianak dan Kabupaten Sambas.
Tim melakukan diskusi dan berkoordinasi dengan pemangku kebijakan serta memantau lokasi perbatasan Indonesia-Malaysia.
 
Menurut Putu Elvina, situasi TPPO di Kalbar sendiri benar-benar nyata dan faktual, serta berpotensi menjadi keberulangan dan berada pada kondisi darurat.
Baca juga:  Konsisten Terapkan K3, PLN Kalbar Sabet 3 Penghargaan dari Pemprov Kalbar
Kalbar sendiri berbatasan langsung dengan negara Malaysia. Hal ini juga didukung dengan kemudahan mendapat pekerjaan terutama sektor non formal di luar negeri. Sementara SDM tenaga non prosedural minim. Hal tersebut juga didukung dengan pengangguran yang terjadi, tingkat ekonomi dan minimnya sosialisasi hingga tingkat desa terkait TPPO.
 
Komnas HAM merekomendasikan hal-hal sebagai berikut:
 
  1. Pemerintah provinsi, kabupaten dan kota di Kalbar agar segera mengidentifikasi dan melakukan intervensi terhadap faktor-faktor pendorong terjadinya TPPO. Misalnya saja kemiskinan, pengangguran, tersedianya lapangan pekerjaan, perkawinan anak, kawin kontrak. Terutama bagi masyarakat Kalimantan Barat di perbatasan Indonesia-Malaysia untuk tujuan bekerja sebagai pekerja non prosedural.
  2. Pemerintah diminta membuka lapangan kerja dan kesempatan kerja yang sama bagi masyarakat dengan mengedepankan hak-hak para pekerja yang berazaskan hak asasi manusia.
  3. Pemerintah Provinsi Kalbar diminta mengoptimalkan fungsi Balai Latihan Kerja atau BLK sebagai sarana peningkatan kapasitas SDM terlatih yang akan bekerja di dalam dan ke luar negeri.
  4. Pemerintah Provinsi Kalbar dan Pemerintah Kabupaten yang berbatasan langsung dengan Malaysia serta BP2MI harus meningkatkan koordinasi dan kerja sama antarprovinsi asal pekerja. Hal ini dapat didasarkan pada data pemulangan terkait daerah asal untuk lebih mengoptimalkan pencegahan melalui edukasi maupun intervensi terhadap faktor-faktor terjadinya TPPO di daerah asal.
  5. Diperlukan adanya evaluasi menyeluruh terhadap implementasi UU TPPO di tingkat Pusat maupun Daerah. Hal ini guna mengidentifikasi hambatan dan praktik baik dalam pencegahan dan penanganan TPPO.
  6. Mengefektifkan fungsi dan peran Satgas atau Gugus Tugas TPPO di tingkat Provinsi dan kabupaten/kota.Menyediakan alokasi anggaran yang memadai dalam rangka pencegahan dan penanganan kasus-kasus TPPO di Provinsi Kalimantan Barat.
  7. Mendorong persamaan persepsi di antara Aparat Penegak Hukum dan penguatan kapasitas SDM melalui pendidikan dan pelatihan gabungan APH termasuk anggota Pengamanan Perbatasan (Pamtas) TNI yang bertugas di perbatasan Indonesia-Malaysia.
  8. Penguatan fungsi pencegahan melalui diseminasi dan sosialisasi tentang migrasi yang aman dan bahaya TPPO.
  9. Penguatan fungsi dan peran Pemerintah Desa dalam pencegahan TPPO.
  10. Pelibatan CSO/NGO lokal yang melakukan advokasi pada isu TPPO dalam program-program pencegahan dan penanganan TPPO.
  11. Perlunya program penguatan dan pendampingan bagi korban TPPO yang diselenggarakan secara sistematis sebagai upaya pemenuhan hak korban sekaligus mendorong proses penegakan hukum terhadap pelaku guna mencegah keberulangan terjadi. ***

Leave a comment