Sidang Kasus Proyek Fiktif di PN Pontianak Ricuh, Eksepsi Terdakwa Merry Christine Ditolak

3 Maret 2024 09:29 WIB
Ilustrasi

PONTIANAK, insidepontianak.com - Sidang putusan sela, terhadap perkara penipuan dan penggelapan proyek fiktif dengan terdakwa Merry Crsitine, di Pengadilan Negeri Pontianak, berakhir ricuh, Senin (19/6/2023).

Kuasa hukum terdakwa, Merry Cristine, tidak terima dengan keputusan majelis hakim. Alhasil debat panjang terjadi.

Kuasa hukum Merry Christine Herawan Utoro mempertanyakan, pertimbangan hakim menolak eksepsi pihaknya.

Putusan ini dinilai tidak masuk akal. Emosi semakin menjadi saat Herawan mempertanyakan penahanan Mery Christine tanpa penetapan pengadilan.

Namun Majelis Hakim hanya menyampaikan permohonan maaf. Jawaban tersebut semakin membuat Herawan emosi. Nada suaranya makin meninggi.

"Kami tidak perlu permintaan maaf dari Yang Mulia. Kami tanyakan kenapa klien kami ditahan tanpa surat penetapan?" tanya Herawan.

Emosi kuasa hukum terdakwa semakin tersulut, kala majelis hakim menetapkan sidang perkara penipuan dan penggelapan tersebut berlangsung dua kali dalam seminggu. Padahal, sebelumnya sidang dua minggu sekali itu baru rencana. Belum diputuskan.

Herawan pun menolak jadwal sidang tersebut. Sebab, perkara tersebut dinilai hanyalah perkara biasa, bukan perkara besar seperti pidana korupsi. Di samping itu, hanya ada delapan saksi yang dihadirkan.

"Ini bukan Tipikor loh, kok diperlakukan seperti ini. Saksi hanya delapan," kata Herawan dengan nada meninggi.

Setelah sidang, kericuhan kembali terjadi diluar ruang persidangan. Keributan ini terjadi antara petugas keamanan kejaksaan dan kuasa hukum.

Kuasa hukum dan jaksa bersitegang. Adalah petugas keamanan kejaksaan yang melarang tim kuasa hukum untuk menemui kliennya. Sontak keributan tak terelakkan di depan sel tahanan terdakwa.

Sejumlah orang berkumpul di lokasi itu menenangkan keributan ini. Ditemui usai sidang, Herawan menyebut pertimbangan hakim soal pokok perkara sangat tidak masuk akal.

"Bagaimana bicara soal pokok perkara, jika unsur penggelapan dan penipuan saja oleh jaksa penuntut umum tidak mampu dijelaskan dan dibuktikan," kata Herawan.

Herawan juga mempertanyakan, bagaimana orang yang berposisi sebagai korban, kemudian di skenario sedemikian rupa hingga menjadi terdakwa kasus penipuan.

Padahal, jelas dalam sidang sebelumnya, Merry Cristine dalam dakwaan jaksa adalah korban. Ini dibuktikan dengan uang miliknya sebesar Rp120 juta lebih digelapkan oleh terpidana Dahlan Setiawan.

"Di peradilan ini, kami berjuang mencari keadilan untuk sorang janda yang didiskriminasi," tegas Herawan.

Namun sayang kata dia, majelis hakim yang memimpin persidangan, tertutup pintu hatinya, sehingga tak melihat fakta sebenarnya, dan menolak eksepsi.

"Majelis hakim membuat dirinya tidak pantas untuk dihargai. Maka, jangan salahkan kami," tegas Herawan.

Ia menyatakan, dengan sikap majelis hakim yang mengenyampingkan fakta tidak ada perbuatan penipuan dan penggelapan yang dilakukan Merry Cristine. Pertanyaannya, kata dia, masih pantaskah peradilan ini dipercaya?

Sesuai Keinginan Jaksa

Sementara itu, Jaksa Penuntut Umim, Kejari Pontianak, Ico Andreas Sagala, mengatakan, keputusan majelis hakim tersebut sudah sesuai dengan permohonan pihaknya yang meminta agar menolak eksepsi terdakwa dan sidang dilanjutkan.

"Putusan ini sudah sesuai dengan harapan kami," kata Ico, Senin (19/6/2023).

Karena eksepsi terdakwa ditolak, maka sesuai dengan jadwal sidang selanjutnya adalah pemeriksaan saksi-saksi. Adapun saksi kasus ini berjumlah delapan orang.

Ico mengatakan, pada sidang selanjutnya nanti, akan dilakukan pembuktian sehingga perbuatan terdakwa kasus ini menjadi terang. (Andi)***

Leave a comment