Gaya Hidup Intuitive Eating: Makan dengan Intuisi Cukup dan Sadar
PONTIANAK, insidepontianak.com - Gaya hidup Intuitive Eating jadi perbincangan hangat di tengah masyarakat. Dalam praktiknya, gaya hidup ini bagaimana memadukan antara intuisi dan makanan.
Founder Intuituve Eating Novianty dalam kesempatannya di Pontianak mengulas tentang gaya hidup yang belakangan semakin diminati masyarakat itu.
Hadir dalam collaboration event bertemakan 'Healthy Inside, Happy Outside' pada Senin, 19 Juni 2023, di Umes Pavillon Pontianak, Founder Intuituve Eating Novianty membeberkan seperti apa sebenarnya yang dimaksud dengan gaya hidup satu ini.
Khusus di Pontianak, cukup banyak masyarakat yang mengayomi gaya hidup Intuitive Eating ini. Lantas bagaimana sebetulnya yang dimaksud dengan Intuitive Eating itu sendiri? Untuk itu Founder Intuitive Eating Novianty akan menjawabnya.
[caption id="attachment_30441" align="alignnone" width="640"] Menu makanan untuk sarapan saat kelas intuitive eating/pribadi[/caption]
Tak dipungkiri pasca pandemi masyarakat kini mulai aware dengan kesehatannya, salah satunya adalah dengan menjaga asupan makanan.
Dalam pandangan Novianty, Intuitive Eating adalah menjadikan makanan sebagai berkah Tuhan yang harus disyukuri.
"Jadi jangan pernah takut makan," katanya singkat, padat dan tegas.
Diungkapkan Novianty, setidaknya ada dua poin untuk memaknai maksud dari menjadikan makanan sebagai berkah Tuhan, yaitu pertama, menjaga jangan sampai tubuh menjadi over makanan, dan yang kedua adalah jangan sampai makanan yang diasup berdampak buruk bagi tubuh.
Secara pribadi dia memang tidak setuju dengan istilah healthy food dan unhealthy food, pasalnya baginya semua makanan itu sehat. Asalkan bisa mengatur porsinya dengan baik maka semuan makanan yang diasup adalah berkat, dan itu adalah sehat.
Pun ketika menyinggung tentang diet, justru bagi Novianty itu bukanlah sebagai upaya untuk mengatur berat badan dalam konteks ingin menjadi langsing atau kurus misalnya, namun diet adalah bagaimana cara setiap orang untuk mengatur pola makannya.
"Sehingga kita bisa menjaga apa yang ada dalam tubuh kita bekerja dengan baik, karena makanan-makanan yang dimakan itu mempengaruhi sistem kerja tubuh," ucapnya.
Namun terkait itu Novianty menyebutkan, semuanya tergantung dari pilihan masing-masing orang.
Artinya, ada yang memilih mengurangi makan, berarti dampaknya pengurangan berat badan, namun ada juga yang memilih untuk makan makanan yang bisa memberikan dampak untuk tubuh, itu berarti harus lebih memilih makanan yang real food, bukan yang ultra process.
Jadi sambungnya, kesemuanya tergantung pada tujuan yang ingin dicapai.
Mengaitkan kembali pada istilah Intuitive Eating, dijelaskan Novianty itu merupakan istilah psikologi, bukan istilah medis, yang sederhanaya bisa diartikan sebagai mengatur pola pikir tentang makanan.
"Praktiknya ya seperti alarm, ada peringatan tentang makanan di dalam pikiran kita. Misalnya 'kayaknya gue baru makan 2 jam lalu, kenapa ini lapar lagi?' jadi di mind set kita mainkan bahwa itu bukan lapar, namun hanya keinginan saja," bebernya.
[caption id="attachment_30442" align="alignnone" width="640"] Makan dengan bahagia dan sadar kunci sukses pola intuitive aeting/pribadi[/caption]
Menurutnya masyarakat terbiasa untuk tidak disiplin setiap kali berkaitan dengan makanan. Makan bisa segampang kapan dimaui saja.
"Coba kalau makan pagi di pukul 07.00, kemudian makan siang di pukul 12.00, dan ditutup dengan makan malam pukul 18.00, kamu tidak akan merasa lapar, karena di jam-jam itu adalah jam dimana tubuh kita butuh makanan," terangnya.
Jadi jangan heran ketika alarm pikiran tentang makanan datang, itu artinya ada yang salah dengan jadwal makan kita.
Kembali lagi terkait Intuitive Eating sambung Novianty, bagaimana setiap orang bisa mengelola pikirannya tentang makanan, termasuk bagaimana setiap orang bisa merasa cukup, merasa bersyukur terhadap makanan itu, dan tentu saja tidak takut untuk makan.
Pertanyaannya apakah gaya hidup Intuitive Eating bisa diterapkan di tengah masyarakat? Bagi Novianty sah-sah saja, namun masalahnya tipikal masyarakat Indonesia lebih menyukai yang instan dan sangat senang dengan hasil yang cepat. Termasuk juga di dalamnya kebiasaan malas masak di rumah.
Tapi baginya itu bukan masalah besar, karena gaya hidup memang berubah di setiap zaman. Begitupun jika memilih untuk tidak masak di rumah tapi makan di luar seperti warung makan atau restoran itupun tak jadi masalah, yang penting penekanannya, bisa mengelola pikiran tentang makanan tadi.
"Misalnya lebih memilih jenis lauk yang dipanggang, dibakar, dengan nasi sedikit, dan sayur yang banyak, saya pikir selesai masalah. Jadi Intuitive Eating itu boleh makan apa saja, asal takarannya benar," jelasnya.
Karena menurutnya pada akhirnya seperti yang diketahui bersama rule soal makan itu hanya ada tiga saja, yakni makan tidak berlebihan, makan sebelum lapar, dan berhenti sebelum kenyang.
"Yang perlu diingat, makanan itu bukan penyebab penyakit, tapi penyebab penyakit itu adalah stres, apalagi kalau sudah memikirkan jumlah kalori makanan, kan stress jadinya," ungkapnya.
Jadi dengan kata lain disebutkan Novianty, Intuitive Eating singkatnya adalah makan dengan intuisi; makan dengan cukup, makan dengan sadar.
"Tapi bukan berarti setiap makan kita mengucapkan cukup, tapi fokus dan kunyah," sahutnya.
Urusan mindset memang tidak mudah, apalagi untuk mengubah mindset seseorang. Sama halnya ketika menerapkan pola Intuitive Eating ini sebagai gaya hidup baru bagi masyarakat, dikatakannya, caranya hanya dengan melakukan practice (latihan).
[caption id="attachment_30440" align="alignnone" width="640"] Kelas olahraga seperti yoga menjadi pola kelas intuitive eating ini/pribadi[/caption]
"Karena permainan pola mindset itu jangka waktunya lifetime, ya artinya sampai menutup mata," bilangnya.
Dan percayalah, sambungnya, dia sendiri juga pernah mengalami telat makan seperti orang-orang lain kebanyakan. Dan karena seorang praktisi, bukan berarti dia tidak pernah mengalami itu. "I'm human being," sahutnya.
Katanya setiap orang itu berubah, dan hal yang paling sederhana untuk ditanyakan pada diri sendiri itu adalah hanya ada dua pilihan, apakah mau jadi real person atau fake person?
"Telat makan itu bisa saja terjadi, pertama, karena siklus menstruasi, misalnya mau makan yang pedas seperti bakso, dan hal itu harus dinikmati sebagai berkat Tuhan," ungkapnya.
Namun ketika siklus berhenti, jangan pula kebablasan, jadi harus kembali pada pola yang benar. Karena hematnya, pada dasarnya aktivitas makan pasti melibatkan emosional.
Novianty dikenal gencar menyosialisasikan gaya hidup Intuitive Eating. Untuk bisa menjalani gaya hidup Intuitive Eating ini saja setidaknya dia harus menjalani proses selama empat tahun lamanya.
Selain itu dia juga rajin mengunggah tentang gaya hidup intuitive eating di media sosial pribadinya seperti Instagram.
Novianty juga rajin ikut kegiatan komunitas yang sejalan dengan gaya hidup Intuitive Eating, termasuk juga menjadi narahubung bagi media yang mengundangnya terkait tema Intuitive Eating.
Harapannya dengan edukasi yang dia sampaikan tentang gaya hidup Intuitive Eating ini agar masyarakat bisa mengubah pola pikirnya terhadap makanan.
"Dengan kata lain bagaimana kita menjadikan makanan sebagai sahabat kita, jadi makan untuk hidup, bukan hidup untuk makan," pungkas Novianty. (Adelina). ***
Penulis : admin
Editor :
Penulis : admin
Editor :
Tags :
Berita Populer
Seputar Kalbar
5
Leave a comment