Melihat Sejarah Laksa, Kuliner Khas yang Muncul Akibat Akulturasi Budaya di Asia Tenggara

3 Maret 2024 09:29 WIB
Ilustrasi

MEDAN, Insidepontianak.com - Indonesia, Malaysia, dan Singapura cenderung memiliki kuliner yang mirip. Meski begitu, walau dalam rumpun Melayu, ketiga negara memiliki rasa khas, sebut saja pada laksa.

Ya, laksa adalah kuliner khas yang identik dengan tiga negara yang berada di Asia Tenggara itu. Menariknya, laksa malah makanan ang muncul akibat percampuran budaya dengan China dan India.

Artinya, laksa tidak murni berasal dari Indonesia, Malaysia, atau Singapura. Kuliner khas ini adalah buah dari akulturasi budaya dan pedagang China serta India adalah penyebarnya.

Itulah sebab kenapa tidak ada satu laksa pun yang sama persis. Setidaknya, makanan berkuah ini memiliki rasa khas di empat negara Asia Tenggara.

Ya, laksa adalah kuliner yang bisa ditemui dari pesisir Thailand, Malaysia, Singapura, sampai ke Indonesia. Dan, masing-masing memiliki ciri khas tersendiri.

Melansir nibble.id, Sabtu (21/10/2023), nama “laksa” berasal dari bahasa Sanskerta yang berarti seratus ribu. Penamaan ini boleh jadi mengacu pada fleksibilitas laksa dari segi bahan-bahan yang digunakan.

Ya, laksa adalah makanan yang bisa dicampur apapun dan memanfaatkan bahan yang sudah tersedia. Itu sebabnya laksa berperan sebagai jembatan antarbudaya saat terjadi kawin campur pedagang dan penduduk lokal.

Kemunculan laksa tak lepas dari peran pedagang China yang singgah di kota pelabuhan seperti Penang, Malaka, dan Singapura. Ketiga kota tersebut merupakan perhentian utama di jalur perdagangan rempah-rempah, lalu berlanjut hingga ke wilayah Indonesia.

Bahkan, pedagang China dan India sangat intens berinteraksi dengan beberapa wilayah Asia Tenggara di masa lampau. Hal ini menjelaskan juga mengapa budaya Cina dan India sangat mempengaruhi budaya lokal, termasuk kulinernya.

Konon, pedagang asal India kemungkinan sudah tiba di Asia Tenggara sejak 200 SM. Sementara itu, orang China telah bermukim di Indonesia sejak abad ke-16.

Perkawinan pedagang China dengan perempuan lokal adalah “pintu” bagi akulturasi masakan. Contohnya di Indonesia. Para pedagang memperkenalkan mie berkuah pedas kesukaan mereka.

Nah, lambat laun, para istri menambahkan berbagai rempah dalam bumbu masakan itu, seperti cabai dan santan.

Hal serupa terjadi ketika pedagang China menikahi perempuan setempat pada awal abad ke-19 di Malaka. Pun di Singapura, laksa hadir di Katong saat para pedagang menyusuri pulau kecil di bawah semenanjung Malaysia.

Perkawinan dua budaya itu melahirkan budaya peranakan. Bisa dibilang tradisi laksa hadir dari inisiatif mengawinkan makanan Cina dengan ciri khas masakan Asia Tenggara seperti santan dan salah satu komoditi andalan Asia Selatan, yaitu cabai.

Nah, seriring waktu, laksa pun nggak cuma hadir di meja makan rumah, tetapi juga melalui tradisi hantaran makanan dan sajian saat pesta.

Jadi, tidak mengherankankalau laksa merupakan salah satu makanan peranakan yang menyebar paling cepat dan luas lewat perdagangan di kawasan Asia Tenggara.

Demikian sejarah singkat soal laksa, kuliner khas yang mencul akibat akulturasi budaya di Asia Tenggara. Semoga bermanfaat. (Adelina). ***

Leave a comment