Mengenal Tembakau, si Tanaman Suci, yang Jadi Obat Sejak Dulu

3 Maret 2024 09:29 WIB
Ilustrasi

MEDAN, Insidepontianak.com - Tepikan soal rokok, ini soal bahan bakunya yang bernama tembakau. Ya, daun dari tanaman ini sejak dulu sudah dipercaya menjadi obat.

Ya, sejatinya daun tembakau sangat bermanfaat bagi kesehatan. Saking berkhasiatnya, daun ini sampai mendapat julukan sebagai "Tanaman Suci".

Ada juga yang menjuluki tembakau sebagai "Obat dari Tuhan". Dan, tanaman ini sudah dimanfaatkan orang-orang jauh sebelum dijadikan rokok.

Melansir p2ptm.kemkes.go.id, Senin (4/12/2023), selama berabad-abad tanaman tembakau, Nicotiana, mendapat julukan "Tanaman Suci" dan "Obat dari Tuhan" tepatnya pada abad ke-16.

Bahkan, seorang peneliti medis asal Belanda bernama Gilles Everaerts meyakini bahwa sedemikian tingginya manfaat tembakau, sebagian dokter akan menganggur.

Dengan kata lain, Everaerts menganggap tembakau adalah obat dari semua penyakit yang bisa digunakan dengan membakar dan mengisapnya melalui pipa.

Sebagai informasi, sebagian besar jenis tembakau merupakan tanaman asli Benua Amerika. Penduduk di benua tersebut menggunakan tembakau sebagai obat sebelum bangsa Eropa tiba pada abad ke-15.

Orang Eropa pertama yang mencoba menggunakan tembakau untuk tujuan medis adalah Christopher Columbus, menurut sebuah artikel karya Prof Anne Charlton dalam Journal of the Royal Society of Medicine.

Charlton menulis, Colombus menyadari pada 1492 bahwa tembakau diisap oleh penduduk di kepulauan yang sekarang bernama Kuba, Haiti, dan Bahama.

Kadang kala daun tembakau dibakar layaknya obor untuk membantu mensucihamakan atau mengusir penyakit dari sebuah tempat.

Tembakau juga dipakai sebagai pasta gigi, yang mungkin dicampur limau atau kapur, di daerah yang kini menjadi Venezuela. Praktik semacam itu masih berlangsung di India.

Selain itu penjelajah Portugis, Pedro Alvares Cabral, yang tiba di Brasil pada 1500-an, melaporkan bahwa betum (nama lain tembakau) dipakai untuk mengobati penyakit seperti kulit bernanah dan polip.

Kemudian di kawasan yang kini menjadi Meksiko, biarawan Spanyol bernama Bernardino de Sahagun belajar dari dokter setempat tentang sebuah metode penyembuhan penyakit.

Yakni, penyakit yang mempengaruhi kelenjar-kelenjar pada leher dapat disembuhkan dengan membedah leher dan menaburkan daun tembakau yang sudah ditumbuk dengan campuran garam.

Tak pelak, para dokter dan apoteker dari Eropa serta-merta tertarik dengan penggunaan tembakau sebagai obat.

Namun, di antara kalangan penganjur tembakau sebagai obat sekalipun, ada sebagian orang yang skeptis terhadap manfaat tembakau.

Dokter asal Inggris bernama John Cotta, yang menulis sejumlah buku kedokteran dan ilmu sihir, merenungkan pada 1612 apakah tembakau bakal menjadi "monster dari banyak penyakit".

Walau ada skeptisisme, tembakau sangat diminati dan para apoteker memasoknya dalam jumlah banyak. Salah satu manfaat tembakau pada zaman itu adalah untuk korban tenggelam.

Caranya adalah mengembuskan asap tembakau ke anus korban. Para dokter saat itu meyakini asap tembakau akan melawan sensasi dingin pada tubuh korban sehingga korban bisa cepat hangat dan sadar.

Selain itu, meniupkan asap tembakau ke dalam telinga juga dianjurkan untuk mengobati orang sakit telinga pada abad ke-18.

Tapi yang jelas, setelah zat nikotin ditemukan pada daun tembakau pada 1828, dunia medis mulai lebih skeptis pada anggapan bahwa tembakau bisa dipakai sebagai obat.

Meski demikian, pengobatan memakai tembakau masih dapat ditemui pada zaman itu, termasuk penggunaan pada anus untuk melawan sembelit, pendarahan wasir, dan mengatasi cacing.

Demikian soal sejarah penggunaan tembakau sebagai obat sejak zaman dulu. Semoga bermanfaat. (Adelina). ***

Leave a comment