Li Claudia Chandra, Pemekaran Kapuas Raya dan Penyangga IKN
Empat orang berjalan dengan pelan di sebuah jalan desa. Dua lainnya mengiringi rombongan. Mereka menyunggi perempuan hamil dengan tandu. Sebuah steigher dekat sungai menjadi tujuan. Ketika pemanggul mulai kelelahan, dua lainnya menggantikan.
Mereka terus berjalan dan secara bergiliran mengusung tandu. Setelah jalan sekitar satu setengah jam, mereka tiba pada sebuah lokasi. Selanjutnya, melanjutkan perjalanan dengan motor air atau speed boat selama satu setengah jam menuju ibu kota kabupaten, Nanga Pinoh.
Mereka adalah rombongan warga Desa Nanga Kayan, Kecamatan Nanga Pinoh, Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat. “Pengalaman itu kami alami langsung tahun 2007, 2009 dan 2011,” kata Valen, mahasiswa Universiats Tanjungpura (Untan), warga Desa Nanga Kayan.
Di Nanga Kayan ada Puskesmas Pembantu (Pustu). Tapi fasilitas kurang mendukung, sehingga harus ke Nanga Pinoh. Wilayah lain di sekitar Kayan, seperti Ella dan Menukung lebih jauh lagi. Warga harus berkendara selama 4-5 jam. Jalan buruk dan berlumpur. Dari Menukung menyewa kendaraan dengan biaya sekitar Rp 300-400 ribu.
Pengalaman menggotong orang sakit dengan tandu, bukan pengalaman Valen saja. Warga di Kabupaten Melawi sudah biasa mengalaminya. Seperti penuturan perangkat desa ini.
Demus, Kades Kahiya, Kecamatan Ella Hilir, Kabupaten Melawi, mengungkapkan pengalaman sama. “Kalau masyarakat mau berobat sakit, harus ditandu dan dibawa ke Nanga Pinoh,” katanya.
Tak hanya wilayah Ella Hilir, jalan menuju Nanga Sayan dan Nanga Sokan juga rusak. Mereka harus menuju Nanga Pinoh, bila ada warga sakit. “Sampai sekarang kalau ada warga sakit, harus ke Pinoh,” kata Demus.
Sekretaris Desa Desa (Sekdes) Belimbing, Kecamatan Nanga Silat, Kabupaten Kapuas Hulu, memiliki pengalaman serupa. Meski sudah ada jalan desa, namun, setiap ada warga yang sakit, mereka harus menandu menuju kota kecamatan di Silat Hulu.
“Ketika berobat, warga masih ditandu menuju pelayanan kesehatan terdekat,” katanya.
Warga berjalan sepanjang lima kilometer selama satu jam. Di kecamatan, pelayanan kesehatan di Puskesmas, sudah lumayan baik.
Permasalahan kesehatan, pendidikan dan infrastruktur kurang baik, masalah umum di hulu Kalimantan Barat. Warga harus berjuang dengan lebih keras, ketika sakit atau mengakses pendidikan lebih baik.
Buruknya infrastruktur jalan turut berpengaruh kepada perekonomian. Warga harus mengeluarkan uang lebih besar, saat beraktivitas. Hal itu, tentu tak menguntungkan secara ekonomi. Harga barang menjadi lebih mahal.
“Pemerintah harus bantu warga dengan infrastruktur yang baik,” kata Valen.
Kondisi jalan yang baik, dapat membuat warga memasarkan hasil karet. Mereka masih bergantung pada satu usaha, menoreh karet. Tidak stabilnya harga karet dan buruknya kondisi jalan, membuat ekonomi warga semakin terpuruk.
“Hal itu yang perlu diperhatikan pemerintah,” kata Valen.
Jalanan di Kabupaten Melawi sebagian besar rusak dan berlumpur, terutama saat musim hujan. (Ist)
Ia mengatakan, program pemerintah sudah ada. Namun, optimalisasi tidak bisa, sehingga program seperti tidak jalan. Tidak bisa optimal karena aksesibilitas sulit.
Hamdan, Kades Nanga Kayan, Kabupaten Melawi, mengungkapkan hal senada. Fasilitas kesehatan di wilayahnya, seperti Puskesmas perlu diperbaiki. Begitu juga penambahan jumlah tenaga kerja kesehatan. Pemdes sudah menyiapkan lahan sekitar satu hektar, untuk penambahan fasilitas kesehatan.
Pelayanan kesehaa yang semestinya bisa dilakukan di tingkat desa, tak dapat dilakukan. Kalau pun ada, terbatas penangangannya. Tidak semua daerah bisa melakukan, sehingga akhirnya ke kota.
Warga Nanga Kayan bila ingin ke Nanga Pinoh, harus menggunakan sepeda motor selama 2 jam. Ada jalan, tapi belum bagus dan sering berlumpur, terutama saat hujan. Buruknya infrastruktur jalan, turut mempengaruhi harga barang. Di wilayahnya, harga BBM dipatok dengan Rp 14 ribu per liter.
Peningkatan Pendidikan
Bagi warga desa di wilayah hulu Kalimantan Barat, ketika ingin mendapatkan pendidikan lebih baik, harus meninggalkan wilayah itu. Mereka harus ke kota kabupaten.
Minimnya pendidikan membuat warga tak memiliki pilihan dalam hidup. Pada akhirnya, pendidikan hanya dilihat sebatas kemampuan membaca dan menulis saja. Pendidikan hanya bisa dinikmati orang kaya. Mereka bisa kuliah ke Pontianak atau daerah lain.
Pendidikan di kota kecamatan ada, tapi fasiitas kurang baik. “Orang tua kalau ingin pendidikan yang baik, mau tak mau harus ke ibu kota kabupaten di Nanga Pinoh,” kata Valen.
Demus, Kades Kahiya menegaskan, kondisi warga di desanya, banyak kekurangan dari sisi pendidikan. Bahkan, sebuah SD di desanya, kekurangan fasilitas bangku sekolah dan papan tulis.
“Pendidikan kalau mau sekolah SMA, harus ke kabupaten. Ada SMA di kota kecamatan, namun fasilitas kurang bagus,” kata Demus.
Flansius Kadat, Sekretaris Desa (Kades) Desa Belimbing, Nanga Silat, Kapuas Hulu, mengungkapkan fakta memprihatinkan. Di desanya, sudah ada jalan desa dan jembatan. Tapi, jembatan gantung rusak di tiga titik. Rusak parah. Begitu pun dengan pendidikan.
“Pendidikan sangat meresahkan,” kata Flansius.
Ada satu gedung SD, bangunan lumayan baik, tapi faslitas kurang sekali. Papan tulis tak ada. Siswa tak bisa menggunakan meja dan kursi. Anak kalau pulang sekolah pasti kotor. Dari 100 orang, hanya 50 anak bisa menggunakan kursi dan meja. Sisanya duduk di lantai kelas dan kotor.
“Buku-buku juga tak ada,” katanya.
Di Musrembang Pemda Kapuas Hulu tahun 2023, ia sudah mengusulkan perbaikan SD. Tapi belum ada perbaikan hingga sekarang.
Masalah sekolah rusak pun dialami warga Kabupaten Melawi. Kades Nanga Kayan, Hamdan menegaskan, di desanya butuh perbaikan fasilitas pendidikan.
“Gedung SD yang ada sekarang sudah rusak,” katanya.
Selain itu, guru banyak berasal dari wilayah lain, sehingga tidak bisa menginap. Harus ada perumahan guru yang bisa digunakan, sehingga proses belajar mengajar bisa lebih lancar.
Pemekaran Kapuas Raya
Warga di hulu Kalimantan Barat, butuh pembangunan di wilayahnya. Namun, pembangunan itu kurang berjalan, karena minimnya dana pembangunan dari pemerintah. Karenanya, mereka ingin wilayah itu dimekarkan menjadi Provinsi Kapuas Raya.
Isu pemerkaran Provinsi Kapuas Raya didukung lima wilayah di bagian hulu Kalimantan Barat. Yaitu, Kabupaten Sanggau, Sekadau, Melawi, Sintang dan Kapuas Hulu.
Kepala Desa Nanga Kayan, Hamdan bergarap, wilayah hulu Kalbar bisa dimekarkan. Sebab, ketika ada pemekaran provinsi, secara langsung ada pemekaran kabupaten, kecamatan dan desa.
“Ketika wilayah dimekarkan, dana pembangunan bisa lebih besar untuk pelaksanaan pembangunan,” kata Hamdan.
Di desanya, jumlah penduduk lebih dari 2000 orang. Daerah itu terisolir. Transportasi menggunakan jalur lintas air. Kalau mau ke ibu kota kabupaten di Nanga Pinoh, tak cukup uang Rp 1 juta. Harus sewa kendaraan dan speed boat.
Jalan sebagai penghubung wilayah sudah terbangun. Namun, tidak adanya pemeliharaan, membuat jalan itu menjadi timbunan lumpur, ketika turun hujan. Listrik sudah ada sejak 3 tahun terakhir. Namun, air bersih belum ada. Masih mengandalkan dari desa lain.
Sudah ada SMA 3, sejak pemerintahannya. Ada tiga lokal gedung dan laboratorium. Pembangunan SMA berlanjut, tapi sangat sulit bawa material ke lokasi pembangunan sekolah. Jalan rusak parah.
Jembatan gantung di Kabupaten Melawi, banyak yang rusak sehingga membahayakan bagi warga yang melewatinya. (Ist)
Adanya pemekaran wilayah, diharapkan pembangunan dapat berjalan. Tidak stagnan seperti sekarang. Siapa pun yang menjadi pemimpin, dia berharap Desa Nanga Kayan bisa dibangun dengan baik.
“Pemekaran diharapkan ada pemerataan pembangunan dan membuka lapangan kerja,” kata Hamdan.
Demus, Kades Nanga Kayan sepakat dengan Hamdan. Kalau Kalbar dimekarkan menjadi dua provinsi, pembangunan bakal lebih baik. Dana pembangunan menjadi lebih besar.
Adanya dana pembangunan bisa digunakan untuk menyejahterakan warga. Kalau mengandalkan dana sendiri, tetap saja sulit. Sampai sekarang masih kewalahan. “Pemerintah kedepan harus memperhatikan hal itu, siapa pun yang terpilih sebagai pemimpin,” kata Demus.
Ia menyoroti kemandegan pemekaran Provinsi Kapuas Raya dengan alasan moratorium dari pemerintah pusat. Lucunya, ketika pemerintah mengemukakan isu moratorium, hal itu tak berlaku di Provinsi Papua.
Tahun 2022, pemerintah pusat memekarkan Provinsi Papua, dengan tambahan tiga provinsi baru. Padahal, Kalbar sudah mengajukan lebih awal, tapi tidak bisa dimekarkan dengan alasan pemerintah pusat masih melakukan moratorium, terhadap masalah pemekaran.
“Kenapa tidak bisa terjadi pemekaran, apakah ada yang menghambat atau memang tidak diperjuangkan," kata Demus, seolah bertanya.
Sebelumnya, dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah di Kalbar, kandidat Gubernur Kalbar yang selanjutnya terpilih menjadi Gubernur Kalbar periode 2018-2013, Sutarmidji sudah menjanjikan adanya pemekaran Kapuas Raya.
Bahkan, ketika Gubernur Kalbar dua periode, 2008-2018, Cornelis, isu pemekaran Provinsi Kapuas Raya, juga pernah terdengar. Namun, hingga selesai pemerintahannya, isu pemekaran Provinsi Kapuas Raya, masih jauh panggang dari api.
“Siapa pun yang terpilih sebagai Gubernur, wilayah hulu Kalbar harus dimekarkan. Legislatif dan eksekutif harus mendukung program pemekaran Kapuas Raya,” kata Demus dengan semangat.
Pemerintah harus memekarkan Kalbar, supaya ada pemerataan pembangunan. Kalbar wilayahnya luas dan dana dari APBN terbatas.
Mandegnya pembangunan di wilayah itu, membuat warga tidak punya banyak pilihan dalam mengembangkan ekonomi. Warga di wilayah hulu Kalimantan Barat, butuh lapangan kerja dan kesejahteraan. “Adanya pembukaan lapangan kerja di tingkat desa, warga dapat terbantu,” katanya.
Fasilitas kesehatan di wilayahnya juga minim. Orang berobat harus ke kota kecamatan atau kabupaten. Puskesmas sudah ada, namun minim fasilitas dan tenaga kesehatan. Peningkatan pelayanan juga penting, sehingga orang tak ke kota untuk berobat.
Lalu, bagaimana situasi Pileg terhadap keinginan warga untuk pembangunan di wilayah?
Menjelang pemilu banyak yang ditawarkan. Ada bantuan perumahan rakyat. Tapi tak semua bisa ditangani. Terkait pendidikan, banyak Caleg menyampaikan isu, tapi semua hanya janji. Padahal, dengan adanya pemilu, harapan masyarakat bisa digodok lagi. Sehingga dapat diajukan para calon wakil rakyat atau pemimpin tersebut, ketika sudah duduk atau terpilih nanti.
“Bicara antusias Kapuas Raya, hampir semua masyarakat ingin pemekaran Kapuas Raya,” kata Valen.
Apalagi dengan luas Provinsi Kalbar. Tapi sampai sekarang hal itu belum bisa dilakukan. Ia yakin, ketika ada pemekaran Kapuas Raya, taraf hidup masyarakat bisa lebih meningkat. Sebab, pemekaran menghasilkan dana pembangunan lebih terfokus kepada Provinsi Kapuas Raya, sehingga pembangunan bisa lebih menghasilkan kemakmuran, karena dana pembangunan lebih besar.
Di antara calon yang mengangkat dan berupaya menggaungkan isu pemekaran Provinsi Kapuas Raya, adalah Li Claudia Chandra, Caleg DPR RI Gerindra, Dapil Kalbar 2. Li Claudia Chandra dekat dengan Capres Prabowo Subianto. Hal itu bisa membuat pemekaran Kapuas Raya, lebih cepat terbentuk.
“Li Claudia Chandra yang berani mengemukakan isu pemekaran Provinsi Kapuas Raya,” kata Valen.
Diharapkan, adanya pemekaran Provinsi Kapuas Raya, rakyat bisa sejahtera. Kemakmuran bakal lebih meningkat.
Li Claudia Chandra konsen ke isu pendidikan dan kesehatan. Ia telah memberikan bantuan beasiswa kepada warga di Dapil Kalbar 2.
“Saat ini, karena ibu Li Claudia Chandra dekat dengan Prabowo, tentu hal itu sangat berpengaruh, ketika nanti Pak Prabowo terpilih sebagai Presiden,” kata Valen.
Pemekaran Provinsi Kapuas Raya merupakan salah satu solusi, bagi pembangunan wilayah hulu Kalimantan Barat. Dana pembangunan tak sebanding luas wilayah. Harus ada keberanian dan komitmen dari semua pihak, mewujudkan pemekaran Kapuas Raya.
Bila Provinsi Kapuas Raya terbentuk, provinsi itu merupakan penyangga calon ibu kota negara yang baru: Ibu Kota Nusantara atau IKN. (ril)
Penulis : admin
Editor :
Leave a comment