Pesan dari Pelosok Negeri, Gotong Royong Wujudkan Transisi Energi Menuju Zero Emission 2060

27 Oktober 2022 18:32 WIB
Ilustrasi

Poltak dan Amir, warga dari dua desa terpencil di Kalimantan Barat punya pemikiran besar. Mereka mengubah wajah desa semula gelap menjadi terang berkat listrik pikohidro. Memberi pesan untuk Negara G20 Indonesia: Wujudkan transisi energi lewat gotong-royong.

Pada sebuah desa kecil bernama Desa Pangkalan Buton, Poltak bersama warga lainnya, tak pernah lupa, betapa sulitnya hidup dengan penerangan listrik seadanya.

Desa yang didiami Poltak, sangat jauh dari Kota Pontianak, ibu kota Kalbar. Desa Pangkalan Buton merupakan kampung kecil di kepulauan Kayong Utara.

Sebelum ada listrik pikohidro buatan Poltak, Desa Pangkalan Buton nyaris tak ada aktivitas ekonomi yang mengandalkan listrik pada siang hari. Mayoritas warga di sana bekerja di hutan sebagai penebang pohon.

“Anak-anak yang mau belajar pada malam hari juga kesulitan penerangan. Boro-boro masyarakat mau melangkah di sektor usaha. Akibat listrik PLN sering padam, alat elektronik masyarakat kerap rusak,” kata Poltak.

Masyarakat Desa Pangkalan Buton kerap mendatangi pejabat di kabupaten. Meminta listrik PLN dialirkan maksimal. Tapi harapan itu selalu pupus. Tak ada terobosan mengatasi permasalahan krisis energi di kampung mereka.

Dari situ, muncul ide gila dari Poltak yang hanya tamat sekolah dasar. Ia perlahan merakit Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro atau PLTMH.

Dimulai dari eksperimen, ia berhasil menciptakan listrik mikrohidro. Minimal untuk menerangi rumahnya. Poltak harus merogoh kantong sekitar Rp10 juta untuk membeli alat.

Ide awal Poltak membangun pembangkit listrik mikrohidro dimulai dari memanfaatkan aliran sungai yang melintas di desanya. Teknologi ini dikenal dengan sebutan pembangkit listrik tenaga pikohidro.

Cara kerjanya sederhana: aliran air sungai difungsikan untuk menggerakkan turbin yang menghasilkan energi listrik.

Keuntungan pembangkit pikohidro, tidak memerlukan arus yang besar. Aliran keran setengah inci saja sudah mampu menghidupkan bola lampu 100 watt.

Baca Juga: Wujudkan Transisi Energi, PLN Siap Kerjakan Proyek PLTS Terapung Singkarak dan Saguling

"Nah, untuk mikrohidro tentunya memerlukan arus yang lebih deras. Agar arus sungai tetap terjaga, hutan sebagai penyimpan air tidak boleh hilang," kata Poltak.

Begitu berhasil, mikrohidro buatannya itu mulai dipergunakan untuk menerangi desa di daerah itu.

Kapasitasnya saat itu sekitar 5 kilowatt atau setara mengaliri listrik untuk 10 Kepala Keluarga. Sejak itu, Poltak mendadak terkenal. Permintaan untuk merakit PLTMH mulai berdatangan.

Selain dari Kabupten Kubu Raya dan Sintang di Kalimantan Barat dengan kapasitas daya 15 kilowatt, Poltak juga dipercaya membangun pembangkit mikrohidro dengan besar, 2 MW dengan biaya setara Rp16 miliar di Provinsi Bali dan Papua.

Puncaknya, pada 2015. Poltak diganjar penghargaaan dari Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pandjaitan atas karyanya menciptakan pembangkit listrik berbasis mikrohidro.

Poltak yang merupakan mantan perambah hutan, berhasil mengubah wajah desa, semula gelap menjadi terang, sekaligus mengkampanyekan masyarakat untuk menjaga lingkungan.

Di tempat lain, bermil-mil jauhnya dari Desa Harapan Pampang, kasus serupa juga terjadi. Tepatnya di Desa Sungkung, Kabupaten Bengkayang.

Di desa ini, selain terpencil, listrik menjadi barang termahal. Masalahnya, sejak Indonesia merdeka, masyarakat di desa ini belum sama sekali dapat setrum listrik dari PLN.

Desa yang diapit dengan hutan dan arus sungai terbilang deras, membuka ide Amir, Kepala Desa Sungkung, kala itu memanfaatkan energi dari alam menjadi listrik dari PLTMH untuk masyarakatnya.

"Kami membangun pembangkit listrik ini dari Dana Desa. Berangkat dari semangat gotong- royong. Mengubah dana yang kecil, ciptakan listrik sendiri, warga kami merasa sudah merdeka memerangi kegelapan," kata Amir.

Baca Juga: 8 Upaya PLN Kurangi Emisi Karbon Bakal Dipamerkan dalam SOE International Conference

Listrik dari PLTMH di Desa Sungkung ini dibangun pada 2018, dengan lama pegerjaan sekitar lima bulan.

Ia menyebutkan, proses pengerjaan sama sekali tidak ada kendala. Bahan material dan mesin diangkut dari Bengkayang, hanya sampai ke pintu gerbang desa.

Selanjutnya, warga bergotong royong membawa material ke titik pembangunan, tepatnya di Sungai. Dari semangat kebersamaan ini, kini warga desa itu tak lagi krisis listrik.

Perjuangan masyarakat di dua desa di atas,  hanyalah contoh kecil untuk menjawab sejumlah problem, bahwa Kalimantan Barat, julukan “Kota Seribu Sungai”, masih banyak desa yang masyarakatnya hidup dalam kegelapan.

Data Dinas Energi dan Sumber Daya Alam Provinsi Kalimantan Barat, dari 10.000 desa di Pulau Borneo ini, masih ada 200 desa yang belum dialiri listrik.

Akses infrastruktur yang rusak dan terisolir hingga dukungan anggaran yang minim, menjadi problem besar, mewujudkan pemerataan jaringan listrik di seluruh pelosok desa.

Ketua Komisi IV, DPRD Kalimantan Barat, Subhan Nur mengatakan, dalam tiga tahun terakhir anggaran dari pemerintah pusat untuk pengembangan jaringan listrik desa minim.

Padahal, dalam lima tahun ini, target PLN akan mengaliri listrik 200 lebih desa dengan anggaran Rp5,5 triliun.

Tapi nyatanya, dukungan anggaran itu belum ditepati. Dalam kurun waktu itu, pemerintah pusat baru mengucurkan anggaran justru tak sampai satu triliun.

Teknologi Pemberdayaan

Lembaga Penelitian Indonesia dalam makalahnya, PLTMH ini merupakan salah satu alternatif solusi yang dapat menembus keterbatasan akses transportasi, teknologi, hingga biaya.

Potensi pengembangan PLTMH sangat terbuka. Dari seluruh 75.000 MW potensi kelistrikan tenaga air, baru 10 persen, atau 7.500 MW bisa digunakan untuk pembangkit listrik tenaga mikrohidro. Saat ini, yang baru dimanfaatkan baru sebesar 60 MW.

Direktur Sahabat Masyarakat Pantai (Sampan) Kalimantan Barat, Fajri menyebutkan, potensi angin, matahari dan air daerah ini sangat kaya. Sayang, potensi itu belum tergali dengan baik.

Desa Nanga Raun, Kecamatan Kalis, Kabupaten Kapuas Hulu misalnya. Di sana potensi listrik dari sumber daya air tadi mencapai 10-15 MW atau setara dengan mengaliri listrik tiga unit mall di Kota Pontianak, rata-rata berkapasitas 2 MW.

Itu belum termasuk di Desa Nanga Semangut, Kecamatan Bunut Hulu,  Kapuas Hulu. Sumber dari air terjun dan sungai. Hasil penelitian PLN dan peneliti dari Bogor, dua sumber pembangkit itu mampu menghasilkan listrik untuk tiga kabupaten, yakni Sintang, Melawi dan Kapuas Hulu.  

Karena itu, Fajri mendorong PLN dan Pemda harus selaras memanfaatkan energi terbarukan ini guna memenuhi kebutuhan listrik di Kalbar.

Menurutnya, pemerintah bisa saja memulai proyek ini di tiap daerah yang berpotensi menghasilkan listrik dari energi yang melimpah. 

Baca Juga: Kendaraan Listrik Diklaim Kurangi Emisi Karbon, PLN Dorong dan Kembangkan Ekosistemnya

Dari praktik yang ada, pengembangan PLTMH tidak sekadar membangun pembangkit listrik, tetapi berpeluang menjadi salah satu upaya membangun kemandirian desa.

"Pengembangan PLTMH yang berbasis masyarakat ditujukan untuk menciptakan pusat pertumbuhan di desa. Kami tak membangun mikrohidro, kami membangun masyarakat," katanya.

Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo mengatakan PLN memiliki cita-cita mencapai Net Zero Emission pada 2060 untuk mendukung visi pemerintah dalam mengurangi emisi karbon. 

Darmawan menjelaskan, peta jalan, tujuan dan strategi telah dibangun, tetapi pihaknya menyadari bahwa masih ada banyak tantangan.

“PLN termasuk di antara perusahaan penyedia jasa Asia ke-6 yang berkomitmen pada karbon netral. Kami telah mempersiapkan dengan sangat rinci roadmap dan strategi yang mencakup pengembangan energi terbarukan skala besar, penghentian pembangkit listrik tenaga batu bara, konversi diesel ke pembangkit listrik terbarukan, dan co-firing menggunakan biomassa,” jelasnya.

Kepala Pusat Riset Sistem Produksi Berkelanjutan dan Penilaian Daur Hidup BRIN, Nugroho Adi Sasongko rilis resmi diterima Insidepontianak.com mengatakan, transisi energi berkelanjutan menjadi salah satu isu prioritas pada Presidensi G20 Indonesia tahun 2022, di samping dua topik lainnya, yakni Sistem Kesehatan Dunia serta Transformasi Ekonomi dan Digital.

“Indonesia memiliki kesempatan untuk menunjukkan kepada dunia, dukungan penuh terhadap transisi energi global melalui Strategi Riset dan Inovasi serta kerja sama proyek dalam mendukung Industri Berkelanjutan dan Pembangunan Kewilayahan (Sustainable Industries and Regional Development),” kata Nugroho.***

Leave a comment