Siap Jadi Khatib? Berikut Tata Cara Khutbah Idul Fitri!

3 Maret 2024 09:29 WIB
Ilustrasi
PROBOLINGGO, Insidepontianak.com – Di dalam pelaksanaan shalat Idul Fitri, terdapat sedikit kemiripan dengan tata cara shalat Jum'at. Persamaan ini terletak pada adanya khutbah. Meski keduanya memiliki kesamaan, nyatanya khutbah pada shalat Idul Fitri tidak dilaksanakan sebelum sembahyang di mulai. Imam akan naik ke atas mimbar untuk menyampaikan khutbat setelah shalat usai. Alasan syari'at meletakkan khutbah setelah shalat Idul Fitri, karena agar jama'ah tidak pulang terlebih dahulu. Selain itu, khutbah juga mengandung pesan yang bisa diambil sebuah pelajaran. Berbeda dengan pidato pada acara resmi, khutbah shalat Idul Fitri mempunyai rukun yang wajib dipenuhi agar dikatakan sah secara hukum. Rukun khutbah sendiri terdiri dari lima macam. Bila salah satunya tidak dilakukan, secara kontan khutbah tidak sah dan harus diulang kembali. Secara teknisi, khutbah shalat Idul Fitri dengan khutbah Jum'at mempunyai rukun yang sama persis. Mengutip dari al Fiqhu al-Manhaji 'alā Madzahabi al-Imam as-Syafi'i (karya Musthafa Al-Khin, Musthafa Al-Bugho, dan Ali As-Syarbaji), berikut rukun dan tata cata khutbah Idul Fitri. 1. Pujian Ketika khatib (pemberi khutbah) telah naik ke atas mimbar, langkah pertama yang harus dia ambil merupakan memuji Allah. Terkait lafadznya, pujian disini berbeda dengan kata syukur seperti 'As-Syukru Lilllah'. Bila menggunakan kata tersebut, maka sudah menyalahi aturan. Sedangkan bila mengandung unsur 'Hamdun', seperti alhamdu lillah, hamdan lillah, nahmadu lillah, dan sejenisnya sangatlah diperbolehkan. 2. Shalawat. Selanjutnya, khatib harus menghaturkan shalwat kepada Nabi Muhammad secara jelas. Pada rukun ke dua ini, terdapat pula ketentuan yang mewajibkan bahwa shalawat harus bersandar pada kata 'shalah'. Berikut lafal yang aman saat dibaca di dalam khutbah, 'as-shalatu 'ala Muhammad', 'shalatan 'ala Muhammad', dan sejenisnya tentunya sah. Berbeda dengan asal kata shalat, bila menggunakan kalimat yang berdasarlan salam tidak mencukupi rukun khutbah ke dua ini. 3. Wasiat Taqwa. Perlu diketahui, penyampaian wasiat ini haruslah menggunakan bahasa Arab. Bila diucapkan pada bahasa ibu, bisa dipastikan akan sia-sia rukun ke tiga. Di era sekarang, banyan masjid yang menyelanggarakan khutbah memakai bahasa daerah masing-masing kota. Lantas apakah tidak sah khutbahnya? Dalam pembahasan ini, yang dimaksud dengan keharusan penyampaian melalui media bahasa Arab adalah mencukupkan kepada taqwa saja. Adapun terkait aturan wasiat ini, mayoritas ulama' tidak memberi kategori tertentu dalam kata dasar ataupun turunan. 4. Baca Ayat Alqur'an. Wajib bagi khutbah pertama, khatib harus mengutip satu ayat untuk disampaikan kepada jama'ah Idul Fitri. Ayat yang dibaca tidak harus berupa kandungan taqwa. Diperbolehkan bagi khatib mengutip ayat tentang ancaman, cerita, ataupun hukum. 5. Do'a untuk Seluruh Muslim. Tidak luput dengan hablun mina an-nas, dalam acara khutbah koneksi antar manusia juga harus dilakukan melalui do'a. Pada khutbah, mendo'akan ummat Islam secara menyeluruh menjadi rukun yang wajib dikerjakan. Bila hal ini sengaja ditinggalkan, khutbahnya oun diamggap batal. Adapun waktu tepatnya, mendo'akan orang Islam harus dilantunkan pada khutbah yang ke dua. Di antara perpindahan antara khutbah pertama menuju ke dua, disunnahkan bagi khatib untuk duduk sementara. Dari paparan di atas, bisa diakumulasikan bahwa rukun khutbah baik pada pelaksanaan Idul Fitri atau shalat lainnya terdiri dari lima macam. Rukun ini juga bisa dijadikan sebagai tata cara yang harus dilakukan bagi khatib. Bila kamu ditunjuk untuk memberi khutbah shalat Idul Fitri, pastikan kamu mencatatnya! *** (Penulis: Dzikrullah)

Leave a comment