Direktur dan Komisaris PT SPSJ Ditetapkan Tersangka, Ajukan Praperadilan, Ini Kasusnya!

3 Maret 2024 09:29 WIB
Ilustrasi

PONTIANAK, insidepontianak.com - Direktur dan Komisaris PT Sari Pati Semudun Jaya, EG dan SPW ditetapkan tersangka oleh Penyidik PPNS Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Kalbar, karena menunggak membayar iuran BPJS Ketenagakerjaan karyawan.

Kasus ini pun bergulir ke Pengadilan Negeri Pontianak. Pihak perusahaan melakukan gugatan praperadilan atas penetapan status tersangka tersebut.

Sebab, mereka mengklaim apa yang ditudingkan tak sesuai fakta. Karena itu, praperadilan diajukan terhadap penyidik PPNS yang memeriksa kasus ini.

PT SPSJ sendiri berbasis di Kecamatan Semudun, Kabupaten Mempawah.

Kuasa hukum PT Sari Pati Semudun Jaya, Rohman menilai, penetapan tersangka terhadap kliennya diduga tak sesuai prosedur. Sebab, tunggakan iuran BPJS Ketenagakerjaan senilai hampir Rp700 juta sudah dibayar.

"Faktanya, pemohon telah melunasi dan menyetorkan tunggakan iuran yang hampir Rp700 juta rupiah," kata Rohman.

Untuk itu, baginya, selayaknya kasus ini tak dilanjutkan karena unsur tidak pidana tak terpenuhi.

Rohman menjelaskan, kasus ini bermula pada 1 November 2022. Saat itu, Disnakertrans Kalbar menerbitkan nota pemeriksaan kepada PT SPSJ terkait kepatuhan membayar BPJS Ketenagakerjaan.

Dan hasilnya, perusahaan dinilai tidak membayar iuran ketenagakerjaan kepada 88 pekerja sejak Juni 2018 sampai Oktober 2022.

Dari temuan itu lah, Disnakertrans Kalbar menetapkan nota pemeriksaan kedua yang intinya jika 14 hari kerja tidak ditindak lanjuti akan diproses hukum.

Selanjutnya kata Rohman, PT SPSJ mengajukan kelonggaran biaya, dan pada tanggal 29 Desember 2022 mengajukan kesanggupan pembayaran dan melunasi tunggakan.

Namun, setelah proses itu dilakukan, kliennya justru ditetapkan tersangka oleh PPNS Disnakertrans Kalbar.

"Sehingga surat pemanggilan dan penetapan tersangka tidak sah," ujarnya.

Selain itu, Menurut Rohman, kartu tanda pengenal PPNS Disnakertrans dalam melakukan pemeriksaan dan penetapan tersangka terhadap kliennya sudah kadaluarsa.

Padahal, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 5 tahun 2016 Pasal 23 yang menegaskan, kartu tanda pengenal pejabat PPNS adalah keabsahan wewenang dalam menjalankan tugas.

Dengan kadaluarsanya kartu tanda pengenal, maka menurut Rohman, penetapan tersangka ini tak sesuai aturan.

Karena itu, dia meminta Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pontianak mengabulkan permohonan pra peradilan sebagaimana yang diajukan, dan menyatakan batal demi hukum penetapan tersangka terhadap kedua kliennya. Ia juga minta martabat kliennya dipulihkan.

Sementara itu, dalam sidang peradilan, Jumat (16/6/2023) termohon kasus ini yakni penyidik PPNS Dinas Tenaga Kerja meminta waktu untuk menyampaikan jawaban pada sidang selanjutnya. Selain itu, mereka juga belum melengkapi berkas pelengkapnya. (Andi)***

Leave a comment