Apa Hukum Kurban dengan Uang sebagai Pengganti Hewan, Ini Penjelasannya

3 Maret 2024 09:29 WIB
Ilustrasi
PONTIANAK, insidepontianak.com – Padangan Islam terkait ibadah kurban memiliki makna sangat beragam. Tapi, secara umum, peringatan Hari Raya Idul Adha, identik dengan dengan menyembelih hewan kurban sebagai bentuk pengabdian kepada Allah SWT sebagaimana firmannya: فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْۗ Artinya: Maka, laksanakanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah. Namun, seringkali muncul pertanyaan apakah boleh berkurban dengan uang sebagai pengganti menyembelih hewan kurban? Atau bagaimana hukum kurban dengan mengirim uang ke tempat lain? Berikut penjelasannya. Baca artikel ini hingga tuntas, ya! Dilansir dari laman NU Online, hukum kurban dengan uang sebagai ganti dari menyembelih hewan kurban, maka dalam konteks ini ulama mengatakan bahwa kurban dengan uang hukumnya tidak boleh dan tidak sah. Jadi praktik bersedekah uang dengan seharga hewan ternak untuk diberikan kepada yang berhak tidak sah secara fikih. Misalnya, Pak Ahmad memberikan uang Rp2 juta (seharga 1 ekor kambing), kepada orang yang membutuhkan dengan niat jadi pengganti hewan kurban, maka praktik ini tidak sah. Sebab, yang menjadi syarat kurban itu adalah binatang ternak tertentu seperti sapi, kerbau, unta, kambing dan domba. Tidak dengan yang lain. Pendapat ini sebagaimana dijelaskan oleh Imam Nawawi dalam kitab Majmu’ Syarah al Muhadzab, jilid VIII, halaman 393. فشرط المجزئ في الأضحية أن يكون من الأنعام ، وهي الإبل والبقر والغنم, سواء في ذلك جميع أنواع الإبل, وجميع أنواع البقر, وجميع أنواع الغنم من الضأن والمعز وأنواعهما, ولا يجزئ غير الأنعام من بقر الوحش وحميره وغيرها بلا خلاف, وسواء الذكر والأنثى من جميع ذلك, ولا خلاف في شيء من هذا عندنا Artinya: Maka yang menjadi syarat untuk sah berkurban hendaknya hewan ternak, yaitu unta, sapi, kambing, ini berlaku untuk semua jenis unta, dan juga semua jenis atau spesies sapi, serta setiap jenis kambing berupa domba, kambing kacang, dan spesies kambing dari jenis keduanya. Dan tidak sah hewan kurban selain dari binatang ternak berupa banteng, keledai, dan selain keduanya, tanpa perselisihan pendapat, sama ada binatang tersebut jantan atau betina, dan dari semua jenisnya (tetap tidak sah), dan tidak ada perbedaan pendapat dalam masalah ini di antara kami. (Imam Nawawi, Majmu’ Syarah al Muhadzab, Jilid VIII-Beirut, Dar al Fikr , 1996, halaman, 398).   Di sisi lain, Syekh Zain bin Ibrahim dalam kitab Bahrur Raiq, jilid II, halaman 238 dengan tegas mengatakan bahwa tidak diperbolehkan syariat berkurban dengan uang seharga hewan ternak. Alasannya, mengganti uang dengan binatang tidak termasuk dalam istilah kurban. Sebab hakikat dari kurban ialah menyembelih hewan ternak dan praktik itu tidak bisa tergantikan dengan nilai mata uang. قيد المصنف بالزكاة لأنه لا يجوز دفع القيمة في الضحايا والهدايا والعتق لأن معنى القربة إراقة الدم وذلك لا يتقوم وكذلك الإعتاق لأن معنى القربة فيه إتلاف الملك ونفي الرق وذلك لا يتقوم. Artinya: Telah mengaitkan mushanif (pengarang kitab) dengan zakat, sebab tidak diperbolehkan memberikan dalam bentuk harga atas kurban, hidayah dan memerdekakan budak karena esensi kurban adalah aliran darah (menyembelih hewan) dan demikian tidak bisa diukur dengan harga. Dengan demikian kurban harus dilakukan dengan menyembelih hewan kurban yang hidup. Mengeluarkan uang sebagai gantinya tidak sah. Pendapat ini didasarkan pada pemahaman bahwa ibadah kurban memerlukan pengorbanan nyata yang mencakup pengorbanan hewan. Hukum Transfer Uang pada Panitia Kurban Sementara itu beda kasus dengan seorang yang ingin berkurban menyerahkan uang pada panitia kurban untuk membeli binatang kurban. Misalnya Pak Ahmad ingin berkurban, kemudian menitipkan uang seharga hewan ternak kepada lembaga, institusi, panitia kurban, atau DKM masjid untuk dibelikan hewan kurban. Dalam kasus ini praktik menyerahkan uang kepada panitia kurban atau DKM masjid untuk membelikan hewan kurban, dalam fiqih disebut dengan akad wakalah. Dalam fikih Islam, wakalah hukumnya bolehkan. Di Indonesia praktik ini jamak sekali dilakukan oleh masyarakat yang ingin berkurban. Hal itu sebagaimana dijelaskan oleh Sayyid Abu Bakar Utsman bin Muhammad Syatho ad-Dimyathi, di kitab Ia’nah al-Thalibin Jilid II, halaman 558. Berikut bunyinya: الصواب: في فتاوى  العلامة الشيخ محمد بن سليمان الكردي محشي شرح ابن حجر على المختصر ما نصه:(سئل) رحمه الله تعالى: جرت عادة أهل بلد جاوى على توكيل من يشتري لهم النعم في مكة للعقيقة أو الأضحية ويذبحه في مكة، والحال أن من يعق أو يضحي عنه في بلد جاوى فهل يصح ذلك أو لا؟ أفتونا]. الجواب) نعم، يصح ذلك، ويجوز التوكيل في شراء الأضحية والعقيقة وفي ذبحها، ولو ببلد غير بلد المضحي والعاق كما أطلقوه فقد صرح أئمتنا بجواز توكيل من تحل ذبيحته في ذبح الأضحية، وصرحوا بجواز التوكيل أو الوصية في شراء النعم وذبحها، وأنه يستحب حضور المضحي أضحيته. ولا يجب. Artinya: Dalam kitab Fatawa Syeikh Muhammad bin Sulaiman al-Kurdi Muhsyyi Syarah Ibn Hajar ‘ala al-Mukhtashar terdapat suatu pertanyaan: Beliau telah ditanya:  Telah berlaku kebiasaan penduduk Jawa mewakilkan kepada seseorang agar membelikan binatang ternak  untuk mereka di Mekkah sebagai aqiqah atau kurban dan agar menyembelihnya di Makkah, sementara orang-orang yang melakukan ibadah tersebut berada di Jawa. Apakah hal demikian itu sah atau tidak? Mohon diberikan fatwa.  Jawabannya: Ya, demikian itu sah. Diperbolehkan mewakilkan dalam pembelian hewan kurban dan juga aqiqah dan juga penyembelihnya, sekalipun tidak dilaksanakan di negara orang yang berkurban atau beraqiqah itu. Dan beberapa guru kami telah menjelaskan tentang diperbolehkannya mewakilkan orang yang penyembelihannya sah menurut syariat Islam dalam penyembelihan hewan kurban, dan mereka juga menjelaskan tentang diperbolehkannya mewakilkan atau berwasiat untuk membeli hewan ternak sekaligus penyembelihannya, meskipun sesungguhnya hadirnya orang yang berkurban itu hukumnya sunah, dan tidak wajib.*** Penulis: Ustaz Zainuddin Lubis, Pegiat kajian Islam, tinggal di Ciputat.
Penulis : admin
Editor :

Leave a comment

jom

Berita Populer

Seputar Kalbar