Perdagangan Satwa Liar Masih Marak, Pengamat Ingatkan Fatwa Haram MUI

3 Maret 2024 09:29 WIB
Ilustrasi

PONTIANAK, insidepontianak.com – Perdagangan satwa liar di Kalimantan Barat seperti trenggiling, buaya hingga burung berkicau masih marak.

Padahal, Majelis Ulama Indonesia atau MUI telah mengeluarkan Fatwa Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pelestarian Satwa Langka untuk Menjaga Keseimbangan Ekosistem.

Dalam fatwa MUI itu, menyatakan untuk menjaga keseimbangan ekosistem secara eksplisit melarang pembunuhan, menyakiti, menganiaya maupun perburuan satwa langka.

Akademisi Universitas Nasional Dr Fachruddin Majeri Mangunjaya menegaskan, poin penting dalam fatwa tersebut yaitu, wajib hukumnya memperlakukan satwa langka dengan baik, dan melestarikannya guna menjamin keberlangsungan hidupnya.

Fachruddin mengilustrasikan bahtera Nabi Nuh As sebagai kapal konservasi alam di dunia.

Menurutnya, kapal itu memuat hewan-hewan yang saling berpasangan, termasuk keluarga nabi dan orang-orang yang beriman.

“Hingga apabila perintah kami datang dan dapur telah memancarkan air, kami berfirman: muatkanlah ke dalam bahtera itu dari masing-masing binatang sepasang (jantan dan betina), dan keluargamu kecuali orang yang telah terdahulu ketetapan terhadapnya dan (muatkan pula) orang-orang yang beriman,”ucap Fachruddin mengutip Alquran Surat Hud Ayat 40.

Kepala Pusat Pengkajian Islam ini menjelaskan, Surat Hud sarat dengan pesan-pesan konservasi dan mengajarkan betapa pentingnya menjaga kelangsungan hidup.

“Allah memerintahkan Nabi Nuh untuk memuat satwa yang saling berpasangan (jantan dan betina) serta orang-orang beriman yang jumlahnya sedikit,” terangnya.

Dari terminologi agama inilah, Fachruddin mencontohkan daftar ordo dan spesies di Indonesia yang secara etika, dilarang atau haram untuk dikonsumsi menurut yurisprudensi Islam (fiqh).

Dari empat ordo, yakni primata, karnivora, reftil, dan amphibi, jumlah total spesies di Indonesia mencapai 627, dan secara global sebanyak 18.390 spesies.

“Semua spesies seperti orangutan, bekantan, kera, daun perak, siamang masih melimpah di hutan Indonesia khususnya di wilayah muslim, tidak diburu untuk dikonsumsi karena hukumnya haram,” urai Fachruddin.

Semua kucing liar terancam punah dan jika berada di wilayah muslim, mereka tidak akan diburu untuk dikonsumsi. Namun, hal ini berlaku untuk 268 ordo spesies karnivora global.

Begitu pula dengan jenis binatang melata seperti buaya, ular, biawak, dan lain-lain, kata Fachruddin, semua dilarang untuk dikonsumsi. Sedangkan spesies dalam ordo amphibi seperti penyu, katak, dan salamander juga haram dikonsumsi. (Andi)***

Leave a comment