Kasus Penyekapan dan Perbudakan di PT BSL, Teraju Indonesia Minta Komisi ISPO Turun Tangan

3 Maret 2024 09:29 WIB
Ilustrasi

PONTIANAK, insidepontianak.com – Teraju Indonesia mengapresiasi langkah cepat Polres Sekadau dalam penyelamatan lima orang pekerja yang disekap oleh pihak PT Bintang Sawit Lestari atau PT BSL.

Mereka yang disekap itu, karena tertangkap hendak melarikan diri, akibat diperlakukan seperti ‘budak’ hingga pemotongan gaji yang tidak wajar.

Direktur Teraju Indonesia, Agus Sutomo menilai, kasus ini membuktikan human trafficking buruh bahkan terjadi di dalam negeri.

Karena itu, ia meminta kepolisian mengusut tuntas kasus dugaan perbudakaan yang terjadi di PT BSL. PT BSL sendiri merupakan anak perusahaan dari PT Agrina Sawit Persada.

Menurut Sotomo, buruh atau pekerja yang didatangkan PT BSL itu, berasal dari jawa Timur dan NTT. Mereka tidak mendapatkan bayaran atau upah terhitung dari bulan oktober 2023.

Selain itu, kondisi areal kerja tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan perusahan sebelumnya. Mulai dari fasilitas penginapan, hingga kondisi lapangan dan fasilitas lainnya yang tak layak.

Sutomo mengatakan, awalnya, para buruh ini menyangka bekerja di Kabupaten Sambas dan Kalimantan Tengah.

Namun ternyata fakta di lapangannya berbeda. Mereka malah dipekerjakan di PT BSL Kabupaten Sekadau.

“Dan ini tentunya di luar dari informasi yang mereka dapatkan saat proses rekrutmen,” ujar Sutomo.

Karena itu, ia menilai buruh tersebut merupakan korban yang tertarik bekerja karena diiming-imingi gaji yang besar.

Mereka juga mendapatkan gambaran bahwa kebun sawit yang ada di areal Kalimantan adalah tanaman baru dan fisik tanaman masih tergolong mudah untuk dapat dilakukan proses pemanenan.

Tetapi, pada saat sudah sampai di lapangan, kenyataannya jauh berbeda. Mereka merasa tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan. Dan akhirnya mereka berniat untuk kabur dari PT BSL.

“Berbekal beras dan mie instan yang merupakan pemberian dari perusahan, mereka pun mencoba untuk kabur,” ungkap Sutomo.

Namun upaya melarikan diri itu bocor. Alhasil, mereka dituduh mencuri beras dan mie instan, oleh pihak perusahaan. Padahal beras dan mie instan itu pemberian perusahaan.

“Dari 7 orang buruh yang hendak kabur, hanya 2 orang yang berhasil lolos. Sisanya 5 orang ditangkap oleh pihak perusahaan. Tangannya diborgol,” ucap Sutomo.

Diborgol dan Dipukul

Kelima buruh itu kemudian dihadapkan dengan sejumlah pejabat di perusahan itu. Di antaranya, Asisten Divisi II, Asisten Divisi III, dan Mandor Divisi 1. Menurut Sutomo, mereka ini memukul salah satu buruh dalam kondisi tangan terborgol.

Tidak hanya itu lanjut Sutomo, Mandor Panen juga ikut serta memegang dan menarik baju salah satu buruh sembari mengancam akan melakukan pemukulan lagi.

“Kemudian kelima orang buruh ini diminta untuk berjalan bolak-balik sambil jongkok dari depan kantor PT BSL menuju kantor besar yang jaraknya kurang lebih 50 meter,” kata Sutomo.

Setibanya di kantor, mereka diminta untuk berdiri dan kemudian dibawa ke Divisi II PT BSL. Dokumen seperti identitas pun sempat ditahan oleh pihak manajemen perusahaan.

Kasus penyekapan ini terungkap, setelah dua orang yang berhasil kabur meminta perlindungan dengan kepolisian setempat. Akhirnya, polisi datang menyelamatkan kelima pekerja tersebut.

“Tentunya kita apresiasi atas kerja cepat dan tanggap kepolisian dalam kasus dugaan Human Trafficking, khusus buruh domestik,” ucap Sutomo.

Atas kasus ini, Teraju Indonesia menyampaikan pernyataan sikap sebagai berikut:

Pertama, pemilik perusahan harus bertanggung jawab terhadap kasus yang dapat diindikasikan sebagai salah satu kasus Human Trafficking, dengan melihat indikatornya.

Kedua, pihak keamanan dalam hal kepolisian untuk bisa menangkap pihak perekrut buruh tersebut, dan mengungkap jaringannya yang berada di Kalimantan Barat, baik pihak luar maupun pihak dalam manajemen perusahaan PT Agrina Sawit Persada/Agrina Group.

Ketiga, menangkap dan mengungkap jaringan merupakan hal yang penting dilakukan sehingga tidak terjadi lagi kasus serupa. Apa lagi pihak perekrut telah mendapatkan keuntungan termasuk pihak perusahan.

Sehingga dapat diduga melanggar Pasal 1 angka 1 UU no 21 tahun 2007 dan pelaku dapat di jerat Pasal 2 ayat 1 UU TPPO diancam pidana min 3 tahun palin lama 15 tahun.

Ketiga, Kementerian Tenaga Kerja dalam hal ini Dinas ketenagakerjaan Kabupaten Sekadau harus melakukan pengawasan yang lebih ketat, bukan hanya menunggu laporan atau hanya ada kasus baru bertindak. Jangan bertindak hanya sebatas teguran tanpa ada sanksi yang tegas terhadap perusahaan, khususnya adalah PT BSL (group) Agrina/ PT. Agrina sawit Persada.

Keempat, pimpinan perusahan induk PT Agrina Sawit Persada Grup, harus bertanggung jawab secara hukum atas kasus dugaan Perbudakan dan atau dugaan Human trafficking domestic worker yang terjadi di anak perusahannya PT BSL.

Kemudian Bertanggung jawab untuk membayarkan seluruh kerugian material dan immaterial terhadap 32 buruh/pekerja yang menjadi Korban serta mengembalikan mereka ketempat asal dengan seluruh biaya ditanggung oleh pihak Perusahaan.

Kelima, Buyer Fuji Oil, AAK, Danone, Meiji, Unilever, Wilmar, DSNg, P&G LDC, Kellog Company, Hershey, Cargill, Bunge dan ADM untuk mengevaluasi dan monitoring ke lapangan atas kondisi buruh/pekerja di seluruh anak perusahaan PT Agrina Sawit persada/Agrina Group, untuk memastikan adanya pemenuhan hak-hak pekerja/buruh yang telah bekerja saat ini dan memastikan tidak ada pelanggaran atas hak-hak buruh di 8 anak perusahaan. Monev dan pengawasan melibatkan pihak-pihak yang terkait dan Lembaga independent.

Keenam, Komisi ISPO harus mempertimbangkan pemberian Sertifikasi ISPO, jika perusahaan sedang mengusulkan maka untuk ditangguhkan dan atau dibatalkan karena kasus kekerasan dan perbudakan ini.

Ketujuh, kepada RSPO untuk dapat memastikan bahwa anak-anak perusahaan atau group anggota RSPO memastikan bahwa anggota RSPO yang menjadi Buyer untuk melakukan monev secara terbuka dan partisipatif.

Kedelapan, pihak bank untuk melakukan evaluasi pinjaman yang diberikan kepada PT. Agrina sawit persada/agrina group berserta 8 anak perusahannya.

Polisi Tetapkan 6 Tersangka

Kasat Kasat Reskrim Polres Sekadau, Iptu Rahmad Kartono, memastikan, kasus ini dalam penanganan pihaknya.

Adapun lima pekerja yang mengalami penyekapan dan kekerasan oleh pihak PT BSL. Mereka, masing-masing berinisial S dari Jatim, A dari Jatim, Y dari Jatim, I dari Jatim, dan H dari Jateng.

Sedangkan dua orang yang berhasil melarikan diri berinisial R dari Jatim dan N dari Jabar. Saat ini, kelima buruh yang telah dibebaskan itu dalam perlindungan Polres Sekadau. Kasus ini pun dalam pengembangan.

Sajuh ini, Polers Sekadau sudah menetapkan tersangka terhadap enam karyawan perusahaan, karena diduga terlibat dalam pengainayaan dan penyekapan tersebut.

Mereka di antaranya, M, MA, S, R, AG, dan AT. Diancap Pasal 170 (1) KUHP dan atau Pasal 351 KUHP.

"Sejumlah barang bukti dalam kejadian tersebut telah diamankan, kasus ini dalam proses penanganan Sat Reskrim Polres Sekadau," tegas Rahmad mengutip Antara.

Sementara itu, PT BSL sampai saat ini belum memberikan penjelasan atas kasus ini. Hingga berita ini diterbitkan, Insidepontianak.com masih berupaya mengkonfirmasi PT BSL.***

Leave a comment