Pahami Perbedaan Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pensiun
PONTIANAK, insidepontianak.com - Sebagian orang mungkin menganggap istilah Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP) itu merujuk pada jaminan sosial untuk kondisi yang sama.
Padahal, kedua program ini punya tujuan dan manfaat yang berbeda, lho. Supaya kamu tidak salah paham juga, yuk cari tahu informasi selengkapnya tentang kedua jaminan dari BPJS Ketenagakerjaan ini.
Kepala BPJamsotek Cabang Pontianak, Ryan Gustaviana menjelaskan, JHT adalah program perlindungan yang diselenggarakan dengan tujuan untuk menjamin agar peserta menerima uang tunai ketika memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia.
"Sementara itu, JP adalah program perlindungan yang diselenggarakan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak saat peserta kehilangan atau berkurang penghasilan karena memasuki usia pensiun ataupun mengalami cacat total tetap," kata Ryan Gustaviana di Pontianak, Selasa (21/11/2023) petang.
Ryan mengatakan, berdasarkan pengertian di atas, jelas bahwa perbedaan utama JHT dan JP terletak pada tujuan pelaksanaan program.
JHT memiliki misi untuk menyokong finansial peserta ketika peserta menghadapi 3 kondisi: pensiun, cacat total tetap, atau meninggal dunia.
"Sementara JP mempunyai misi yang lebih besar dari sekadar menyokong status finansial peserta. Sebab, jaminan sosial ini perlu menjamin derajat kehidupan yang layak saat peserta pensiun atau mengalami cacat total tetap," ucap Ryan.
Ia menuturkan, manfaat program JHT merupakan manfaat uang tunai yang meliputi pembayaran sekaligus untuk peserta yang mencapai usia pensiun (56 tahun), berhenti bekerja karena mengundurkan diri dan sedang tidak aktif bekerja di mana pun, terkena pemutusan hubungan kerja, meninggalkan wilayah Indonesia untuk selamanya, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia. Jika peserta meninggal dunia, maka uang tunai akan diserahkan pada ahli waris yang ditunjuk.
Selain itu, pembayaran sebagian untuk peserta yang berada dalam masa persiapan masa pensiun (sebesar 10 persen dari total saldo) atau berencana untuk ikut program kepemilikan rumah setelah menjadi peserta paling sedikit 10 tahun (maksimal 30 persen).
Khusus manfaat tambahan ini, peserta hanya dapat mengambil maksimal 1 kali.
"Sementara pada program JP, manfaat uang tunai mencakup pensiun hari tua yang terdiri dari uang bulanan apabila peserta telah memenuhi iuran minimum 15 tahun atau setara 180 bulan saat memasuki usia pensiun sampai dengan meninggal dunia," ujar Ryan.
Ryan mengatakan, pensiun janda/duda terdiri dari uang bulanan untuk janda/duda yang berstatus ahli waris (terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan) sampai dengan meninggal dunia atau menikah lagi.
"Sedangkan bagi pensiun caca, uang bulanan apabila peserta mengalami cacat total tetap dan kejadian yang menyebabkan cacat total tetap terjadi paling sedikit 1 bulan menjadi peserta dan density rate 80 persen dan pensiun anak, uang bulanan kepada anak dari ahli waris peserta (maksimal 2 orang yang didaftarkan pada program JP) sampai dengan usia 23 tahun, menikah, bekerja, atau meninggal dunia," tutur Ryan.
Ryan menjelaskan, adapun perbedaan lainnya antara JHT dan JP adalah orang yang dapat menjadi peserta program. Berdasarkan Pasal 4 PP 46/2015, peserta program JHT adalah Penerima Upah (PU) maupun Bukan Penerima Upah (BPU), di mana PU mencakup pekerja pada perusahaan, pekerja pada orang perseorangan, dan orang asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 bulan.
"Sedangkan BPU mencakup pemberi kerja, pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri, dan pekerja selain pekerja mandiri. Di sisi lain, peserta JP adalah pekerja yang bekerja pada pemberi kerja penyelenggara negara dan pekerja yang bekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara negara," kata Ryan.
Ryan menyampaikan, perbedaan lainnya juga terletak pada besaran iuran yang ditetapkan untuk setiap peserta program. Pada program JHT. Yang mana peserta PU membayar iuran sebesar 5,7 persen dari upah sebulannya, dengan ketetapan 2 persen ditanggung pekerja dan 3,7 persen ditanggung perusahaan/pemberi kerja.
Sedangkan peserta BPU membayar iuran yang disesuaikan dengan penghasilan masing-masing peserta, dengan iuran terendah sebesar Rp20.000 dan tertinggi sebesar Rp414.000.
"Sementara pada program JP, ketentuan besaran iuran untuk pekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara negara adalah 3 persen, di mana 2 persen ditanggung perusahaan/pemberi kerja dan 1 persen ditanggung pekerja," tutupnya. ***
Penulis : admin
Editor :
Leave a comment