Empat Varietas Pohon Ulin, Penghasil Kayu Terkuat yang Kian Langka
MEDAN, Insidepontianak.com - Secara umum pohon ulin adalah penghasil kayu terkuat di Indonesia. Namun, siapa yang tahu kalau tanaman endemik Kalimantan ini ternyata terdiri dari empat varietas.
Empat varietas pohon ulin ini bisa dilihat dari ciri warnanya. Namun, secara kualitas atau kekuatannya cenderung sama, yakni sama-sama menghasilkan kayu kuat.
Yang jelas, apapun varietas dari pohon ulin, tanaman ini memang memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Itulah sebab, keberadaan kayu ini semakin langka.
Melansir rimbakita.com, Selasa (5/12/2023), sejatinya pohon ini banyak tumbuh secara alami di Pulau Kalimantan, Sumatera bagian Timur dan Selatan, Pulau Bangka dan Belitung.
Pohon ulin dikenal dengan nama latin Eusideroxylon zwageri Teijsm & Binn, biasa juga disebut dengan sebutan kayu besi, bulian, atau orang Sumatera Selatan biasa menyebutnya onglen.
Selain di Indonesia, ulin juga tumbuh di Kepulauan Sulu dan Pulau Palawan di wilayah negara Filipina, serta dapat ditemukan di Brunei Darussalam, Sabah, dan Serawak.
Kayu pohon ulin terkenal akan kekuatannya, sehingga sangat diminati banyak masyarakat Indonesia. Tidak heran permintaan masyarakat akan kayu ulin terus meningkat dari waktu ke waktu.
Kayu ulin terkenal akan ketahanannya terhadap perubahan suhu, kelembaban, serta tahan terhadap pengaruh air laut, karena sifat kayunya yang sangat berat dan keras.
Setidaknya telah ditemukan 4 (empat) macam varietas ulin yang dibedakan berdasarkan warna batang, yaitu:
- Ulin Tando dengan ciri warna batang cokelat kemerahan
- Ulin Lilin dengan ciri batang cokelat gelap
- Ulin Tembaga dengan ciri warna batang yang kekuningan
- Ulin Kapur dengan ciri warna batang cokelat muda
Biasanya ulin tando, lilin dan tembaga biasanya banyak digunakan sebagai pondasi bangunan dan lantai. Sedangkan untuk kayu ulin kapur yang lebih mudah dibelah biasa digunakan untuk bahan baku atap sirap.
Sebagai informasi, karakteristik batang pohon ulin lurus berbanir, tajuk berbentuk bulat dan rapat, serta memiliki percabangan yang mendatar.
Pohon ulin umumnya tumbuh pada ketinggian lima meter hingga 400 meter di atas permukaan laut dengan kontur tanah yang datar hingga miring.
Yang jelas, pohon ulin termasuk jenis pohon yang pertumbuhannya cukup lambat, sehingga ketersediaannya di alam tidak pernah mencukupi permintaan masyarakat terhadap kayu jenis ini.
Ketersediaan kayu ulin masih mengandalkan persediaan dari alam ini menyebabkan keberadaannya semakin berkurang dari waktu ke waktu.
Hal ini juga yang menyebabkan harga kayu ulin makin hari menjadi semakin mahal, karena permintaan yang tinggi tidak sebanding dengan kayu yang ada.
Namun, sampai saat ini belum banyak masyarakat yang membudidayakan ulin. Sehingga kebutuhan kayu ulin hanya tergantung dari ketersediaannya di alam yang telah tumbuh beratus-ratus tahun lamanya.
Bila hal ini terus dilakukan, bukan tidak mungkin pohon ulin akan menjadi semakin langka atau justru akan mengalami kelangkaaan bahkan kepunahan.
Selain itu, salah satu penyebab semakin terancamnya keberadaan tumbuhan ulin di alam adalah karena rusaknya habitat alami pohon ini.
Hal ini disebabkan oleh pembukaan wilayah hutan untuk kepentingan konversi bagi pemanfaatan lahan yang tidak memperhitungkan keanekaragaman hayati pada saat perencanaannya.
Kondisi seperti ini semakin diperparah dengan adanya penebangan liar yang turut merambah ke kawasan konservasi.
Di Taman Nasional Kutai, Kalimantan, pertumbuhan pohon ulin bersifat alami dan memiliki struktur vegetasi. Hal ini menunjukan bahwa spesies ulin dapat beregenerasi dengan baik.
Pohon ulin akan tumbuh menyebar secara acak, namun anakan dari pohon ini cenderung mengelompok pada titik-titik tertentu yang relatif hanya terkena sedikit cahaya matahari.
Menariknya, ketika dewasa, umumnya ulin banyak tumbuh di zona-zona yang lebih terbuka. Demikian informasinya, semoga bermanfaat. (Adelina). ***
Penulis : admin
Editor :
Leave a comment