Penanganan Kasus Polisi Tembak Warga di Ketapang Stagnan? Keluarga Lapor ke Mabes dan Kompolnas
PONTIANAK, insidepontianak.com - Empat bulan lebih sudah kasus dugaan penembakan warga Ketapang bernama Agustino terjadi.
Namun, hingga kini penanganan hukum kasus tersebut dianggap tak ada kejelasan. Karena itu, pihak keluarga korban melalui kuasa hukumnya, melapor ke Kompolnas dan Mabes Polri.
Langkah ini menjadi upaya mencari keadilan bagi mereka. Kuasa hukum korban, Deni Amirudin menilai ada upaya kepolisian untuk tak melanjutkan proses hukum kasus ini.
Sebab sepengetahuannya, belum ada saksi yang diperiksa. Padahal, kasus penembakan ini sudah berjalan empat bulan.
"Bahkan barang bukti sudah dikembalikan. Sehingga berkembang barang (kasus) ini sudah selesai," kata Deni Amirudin, Jumat (4/8/2023).
Kecurigaan kasus ini telah dinyatakan selesai, usai ia melihat hasil gelar perkara yang telah dilakukan pihak Polres Ketapang.
Menurut Deni, gelar perkara itu disebutkan ‘peristiwa penganiayaan atau karena kelalaian menghilangkan nyawa orang lain dan atau perbuatan karena daya paksa sebagaimana diatur dalam Pasal 351, 359 dan 48 KUHP’.
"Dari judulnya saja kita menduga mauaranya pasti dianggap ‘halal’ menghilangkan nyawa karena adanya daya paksa," katanya.
Menurut Deni, daya paksa atau kekerasan yang dilakukan korban saat itu tak benar. Menurutnya, aksi pembunuhan inilah yang diduga terencana.
Sebab, ada senjata laras panjang yang sudah dipersiapkan dalam mobil pribadi, saat 10 orang mendatangi rumah Agustino. Dua di antaranya polisi.
Deni mengatakan, 10 orang itu datang menggunakan tiga mobil, satu dump truk, satu mobil fortuner dan mobil CRV.
"Ketiga kendaraan ini milik AK. Di dalam mobil ada senjata laras panjang otomatis," ujarnya.
Kedatangan 10 orang ini, diduga hendak mengambil exsapator yang ditahan korban Agustino.
Eksapator milik AK ini memang ditahan korban karena pengusaha itu tak dapat ditemui. Sementara AK ada persoalan tanah dengan korban.
Deni mengatakan, alasan korban mencari AK karena lahan orang tuanya dikuasai. Sementara tanah tersebut tak pernah dijual. Suratnya di tangan AK. Karena itulah, korban minta 10 orang itu memanggil AK.
"AK suruh sini aja. Ini ambillah (red, eksapator). Saya mau tahu aja dari mana dia beli tanah saya, suratnya mana, kalau dia beli dengan siapa?" kata Deni menirukan ucapan korban.
Namun 10 orang ini kata dia, ngotot. Akhirnya terjadilah pertengkaran. Satu oknum polisi lari ke mobil mengambil laras panjang.
Sementara Agustino lari ke garasi mengambil parang. Namun, Agustino sama sekali tidak menyerang petugas.
Selanjutnya, petugas bersenjata datang. Tanpa peringatan, korban ditembak dengan jarak dekat.
"Jarak satu setengah sampai dua meter. Korban dibrondong (ditembak) dengan senjata laras panjang otomatis. Seketika ambruk," katanya.
Kejadian ini pun disaksikan oleh kedua anak korban yang masih di bawah umur dan istrinya Purwaning Kusuma Tanjung.
"Istri dan anak korban histeris, lihat badan korban berasap. Langsung jatuh telungkup, lalu ditelentangkan dan ditindih empat orang," ungkap Deni.
Korban tewas. Jenazahnya dititipkan ke Puskesmas Nanga Tayap tanpa diberi tahu keluarga. Kematian korban baru diketahui keluarganya, karena mendengar suara tembakan mengikuti rombongan mobil.
Di sana diketahui korban dibawa ke Puskesmas Nanga Tayap. Selanjutnya keluarga minta korban divisum.
“Namun, hingga saat ini proses hukum kasusnya stagnan,” ujar Deni
Dua laporan polisi keluarga tak diterima Polres Ketapang dan Polda Kalbar. Alasan Polda Kalbar menolak laporan kliennya karena kasus tersebut sudah ditangani Polres Ketapang, sehingga takut tumpang tindih.
Menurut Deni, alasan ini pun tak dapat diterima. Ia pun berencana menempuh langkah hukum lain untuk mencari keadilan.
"Kita berencana akan melapor ke Kompolnas dan Mabes Polri," pungkasnya. (Andi)***
Penulis : admin
Editor :
Penulis : admin
Editor :
Leave a comment