Serikat Tani Nelayan Matan Hilir Desak PT KAL Ganti Rugi Penguasaan Lahan 4 Ribu Hektare

26 Juli 2024 16:25 WIB
Peta HGU Matra LAB: 424,52. (Istimewa)

PONTIANAK, insidepontianak.com - Serikat Tani Nelayan Kecamatan Matan Hilir, Kabupaten Ketapang, menuntut ganti rugi atas lahan yang dikuasai oleh persuahaan perkebunan kelapa sawit, PT Kayong Agro Lestari atau PT KAL, seluas 4.000 hektare yang berada di Desa Kuala Tolak.

Pasalnya, PT KAL dituding menggunakan lahan itu secara ilegal, karena tidak ada perjanjian kerja sama atau MoU yang kuat secara hukum.

Karena itu, jika pihak PT KAL tidak bisa mengganti semua kerugian atas penggunaan lahan tersebut, maka perusahaan dituntut mengembalikan lahan kepada Desa Kuala Tolak, agar bisa dimanfaatkan masyarakat.

“Jika kedua hal itu tidak diindahkan, maka upaya lain adalah akan dilaporkan ke ranah hukum,” kata Ketua Serikat Tani Nelayan Matan Hilir, Bujang Basri, dalam pernyanyaan sikap yang dikirim ke redaksi Insidentianak.com, Kamis (25/7/2024).

Dan terakhir, mereka mendesak pemerintah mencabut izin usaha PT KAL, karena dianggap telah merekayasa perjanjian kerja sama atas penggunaan lahan 4.000 hentare tersebut.

Kronologi Sengketa

Untuk diketahui, sengketa lahan antara PT KAL dengan masyarakat di Desa Kuala Tolak, bermula dari adanya kesepakatan perjanjian yang tidak direalisasikan.

Pada tahun 2012, Pemerintah Desa Kuala Tolak telah mengeluarkan surat keterangan tentang pembagian lahan yang diserahkan ke PT KAL sebanyak 4.000-an hektare.

Penyerahan lahan itu dibagi menjadi lahan inti plasma sebanyak 2.000 hektare dan konsesi 2.000 hektare.

Pernajian ini juga menuangkan persetujuan perusahaan memberikan uang kompensasi dan tali asih kepada masyarakat pemilik lahan.

Selanjutnya, pada tanggal 22 Desember 2015, Izin Usaha Perkebunan (IUP) PT KAL pun diterbitkan oleh Bupati Ketapang.

Tahun 2016, terbentuklah Koperasi Lestari Abadi atau Koperasi LAB, dengan akta notaris dan SK Menkumham yang masa kepengurusannya berakhir tahun 2020.

Selanjutnya, tahun 2021, Bupati Ketapang pun menerbiktan SK tentang Calon Penerima Calon Lahan (CPCL) dengan jumlah 1.170 KK.

Kemudian, pada awal Maret 2021, pihak PT KAL dan Koperasi LAB membuat perjanjian tertulis kerja sama kemitraan.

Lahan plasma yang tertuang di dalam surat perjanjian tersebut disepakati sabenyak 298 hektare. Lalu, pada Juli 2022, baru dilakukan penilaian fisik tahap 1, oleh Dinas Peternakan dan Perkebunan (Distanakbun) Ketapang.

Hasilnya, luas lahan plasma di lapangan hanya tercatat 99 hektare yang menghasilkan. Dan di 2023 akhir, barulah terbentuk pengurus Koperasi Lestari Abadi yang baru, dengan masa jabatan 2023-2027.

Seiring berjalan waktu, tahun 2022, Koperasi LAB di kepengurusan baru itu tiba-tiba menyampaikan, mereka terlilit hutang sebesar Rp26 miliar. Sementarara, di kepengurusan yang lama, masalah ini tak pernah disampaikan.

Ironisnya, setiap tahunnya, mulai 2021 sampai 2023, anggota koperasi hanya menerima uang bagi hasil sebanyak Rp300 ribuan. Itu per tahun. Pembagian uang itu pun diberikan dari dana talangan, dan bukan dari hasil kebun plasma.

Analisa Temuan

Berdasarkan kronologi tersebut, Serikat Tani Nelayan Matan Hilir menganalisa bahwa:

Pertama, perjanjian yang dibuat oleh PT KAL dan Koperasi LAB, diduga Rekayasa, sehingga merugikan anggota koperasi.

Bentuk kerugian yang dialami seluruh anggota berupa lahan yang dibebaskan seluas 4.000-an hektare, hanya realisasinya 2000-an hektare, yang dijadikan HGU inti plasma.

Sedangkan 2.000-an haktare lainnya alasannya dijadikan lahan konservasi tinggi (HCV). Sementara informasi pembuatan lahan konservasi tinggi tak pernah disampaikan sejak awal.

Kedua, status kepengurusan Koperasi LAB pada tahun 2021 sampai 2023 dinyatakan tidak sah, karena tidak ada akta perubahan dari notaris dari kepengurusan yang lama.

Ketiga, pihak PT KAL dianggap terlalu berani melakukan perjanjian dengan koperasi, sementara status kepengurusan koperasi yang lama sudah habis masa jabatan.

Ini diperkuat dari tidak adanya SK Menkumham yang baru pada tahun tersebut. Sehingga secara otomatis telah membatalkan semua isi dari surat perjanjian yang ada.

Keempat, pihak Dinas Koperasi Kabupaten Ketapang juga diduga terlibat atas pemberian legalitas koperasi yang berstatus tidak sah dan terkesan membiarkan Koperasi LAB berjalan tanpa badan hukum yang jelas.

Kelima, di dalam surat perjanjian antara PT KAL dengan Koperasi LAB, lahan yang diserahkan berbeda ukuran dengan surat keterangan desa pada tahun 2012, dan tidak sesuai hitungan 20 persen dari jumlah lahan yang diserahkan.

Sementara, secara logika, 20 persen dari lahan 2000 hektare saja, mestinya menghasilkan pembangian 400-an hektar lahan, namun di dalam surat perjanjian tersebut hanya tertuang 298 hektare.

Keenam, mekanisme atau skema hutang koperasi sebanyak Rp26 miliar tidak pernah diketahui oleh para anggota koperasi.

Dari analisa itu, Serikat Tani Nelayan Matan Hilir menyimpulkan pihak PT KAL tidak mengindahkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.

Selanjutnya, perusahaan dianggap mengangkangi Peraturan Menteri Pertanian Nomor  98 Tahun 2013 rentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan.

Perusahaan juga dinilai tidak menjalankan Perda Kabupaten Ketapang Nomor 7 Tahun 2015 tentang Kewajiban Pembangunan Kebun Plasma Sebanyak 20 peresen.

Dan terakhir, masyarakat sangat dirugikan dengan jumlah awal penyerahan lahan sebanyak 4000-an hektare untuk pembangunan kebun inti dan plasma.

Sementara, pihak PT KAL belum memberikan pernyataan atas tuntuan Serikat Tani Nelayan Matan Hilir.

Insidepontianak.com telah mengonfirmasi GM PT KAL, lewat sambungan telepon WhatsApp dan meninggalkan sejumlah pertanyaan. Namun sampai sekarang belum direspons***


Penulis : Redaksi
Editor : Abdul Halikurrahman

Leave a comment

Ok

Berita Populer

Seputar Kalbar