Fungsi Peci: Dari Biasa Saja Sampai Menjadi Alat Soekarno Melawan Belanda

7 November 2022 09:44 WIB
Ilustrasi

Insidepontianak.com - Penggunaan peci sudah menjadi hal biasa bagi masyarakat Indonesia. Di jaman sekarang, pemakaian penutup kepala ini tidak bisa dikatakan untuk melindungi sinar matahari, akan tetapi untuk menonjolkan identitas si pemakai.

Kalau di jaman sekarang, peci bahkan menjadi pelengkap busana bagi pria agar terlihat sedap dipandang. Khususnya di momen-momen lebarah, pasti banyak yang memposting dirinya memakai peci dengan caption 'Minal Aidzin Walfaizin".

Cara mendapatkan peci sangat mudah, tinggal berangkat ke pasar tradisional atau toko muslim. Harganya bervarian dari yang puluhan ribu sampai ratusan ribu, tinggal dipilih sesuai selera.

Baca Juga: Mengenal Ludruk di Jawa Timur: Budaya 'Kritik Di Tengah Pusaran 3 Narasi

Tapi siapa sangka kalau di jaman penjajahan peci digunakan sebagai simbol perlawanan? Tapi sebelum menuju ke inti, kita ketahui dulu segala latar belakang dari si peci.

Pengertian peci dalam Kamus Bahasa Besar Indonesia (KBBI) adalah 'penutup kepala terbuat dari kain dan sebagainya, berbentuk meruncing kedua ujungnya'. Berbeda dengan songkok yang berarti 'tudung kepala untuk kaum pria (biasanya dibuat dari beludru)'

Walaupun kebanyakan orang Indonesia mengatakan sama tapi senyatanya sangat berbeda, diketahui dari definisi yang sangat spesifik '... meruncing kedua ujungnya' pada definisi peci, sedangkan pada songkok tidak ada.

Penggunaan peci terjadi sudah sejak lama, dilansir dari 'Journal of the Society for Army Historical Research', Issues 297-300 (1996), orang pertama mengenal penutup kepala ini adalah suku Melayu yang tersebar di kepulauan Nusantata.

Peci diperkenalkan oleh pedagang Arab yang sedang melakukan perjalanan bisnis ke tanah Malaka (sekarang Sumatera) pada abad ke-13 M, dikutip dari Rozan Yunos dalam 'The Origin of the Songkok or Kopiah', The Brunei Times (23/9/2007).

Sedangkan di jaman penjajahan peci mempunyai makna tersendiri.

Peci Sebagai Temeng Politik Pecah Belah

Sedangkan pada masa penjajahan Belanda di Indonesia, penggunaan peci mempunyai fungsi lain yakni sebagai simbol perlawanan kepada Pemerintah kolonial

Di masa penjajahan, Belanda membuat aturan aneh tentang tata cara memakai busana. Setiap pribumi dilarang memakai celana, jas, dasi dan celana pendek, lebih uniknya mereka mengatur nenek moyang kita agar selalu tampil dengan busana identitas kesukuan.

Dampak dari peraturan tersebut (memakai busana kesukuan), mampu membuat pejuang revolusi kemerdekaan sempoyongan untuk menumbuhkan semangat perlawanan 'satu rasa satu jiwa'.

Oleh sebab itu Soekarno terbesit ingin menjadikan peci sebagai simbol kebangsaan, sebagaimana dalam otobiografinya, 'Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat' yang ditulis oleh Cindy Adams.

”…Kita memerlukan sebuah simbol dari kepribadian Indonesia. Peci yang memiliki sifat khas ini, mirip yang dipakai oleh para buruh bangsa Melayu, adalah asli milik rakyat kita. Menurutku, marilah kita tegakkan kepala kita dengan memakai peci ini sebagai lambang Indonesia Merdeka," Ujarnya.

Perlu diketahui, sebelum Soekarno beralih menggunakan peci, dia lebih suka memakai blangkon (penutu kepala khas jawa) bila sedang bepergian. Namun semenjak Belanda sedang gencar-gencarnya melakukan politik 'divide et impera' (politik pecah belah) dia lebih memilih peci untuk melawan tipu muslihat politik pecah belah itu.

Makna mendalam dari sebuah peci pada masa itu bukan lagi sebagai lambang kesukuan, namun sebagai alat perlawanan kaum tertindas melawan ketidak adilan dengan menghapus kesukuan dan melebur menjadi satu bangsa.

Menurut Ahmad Mansyur Suryanegara, dalam bukunya 'Api Sejarah', pelopor pertama yang menggunakan peci adalah Hadji Omar Said Tjokroaminoto (HOS Cokroaminoto).

Baca Juga: Pengamat Desak Kapolri Usut Isu Dana Tambang Libatkan Petinggi Polri

Mansyur juga menulis, permulaan Bung Karno meninggalkan blangkon dan beralih memakai peci terinspirasi dari gurunya yakni HOS Cokroaminoto.

Walaupun sekarang peci digunakan oleh kebanyakan kaum muslim, sebenarnya sah-sah saja mereka yang bukan muslim memakainya. Karena peci menghapus batas ras, agama, yang sempat menjadi alat memecah belah pribumi oleh pemerintahan kolonial Belanda.***

Tags :

Leave a comment