Tradisi Sambut Bulan Ramadhan di Kalbar, Dari Ziarah Kubur hingga Pawai Obor

3 Maret 2024 09:29 WIB
Ilustrasi
PONTIANAK, insidepontianak.com - Umat Islam setiap daerah di Indonesia memiliki adat dan kebiasaan atau tradisi dalam menyambut bulan Ramadhan. Selain ziarah kubur dan pawai obor, ada pula daerah tertentu dengan keunikan lain dalam menyambut Bulan Suci ini. Ziarah kubur atau nyekar dengan tujuan membaca doa untuk orang tua yang sudah meninggal, sekaligus membersihkan pusara sudah jamak dilakukan dan sampai saat ini pun kebiasaan itu masih ada, terutama saat menjelang tibanya bulan puasa. Pada hari-hari menjelang Ramadhan, permakaman umat Islam dipenuhi oleh warga yang membersihkan makam orang tua atau kerabatnya. Selesai membersihkan makam, biasanya dilanjutkan dengan membaca doa, Surah Al Fatihah dan Yassin. Anggota kerabat Keraton Kadriah Pontianak, Pangeran Mas Perdana Agung Syarif M Fasha Alkadrie menyatakan ziarah kubur rutin dilakukan pihaknya saat menjelang Ramadhan dan tibanya Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha. Dalam setahun bisa dua atau tiga kali, dia melakukan ziarah ke makam ayahnya, Syarif Abubakar Alkadrie, di kompleks Permakaman Kerabat Kesultanan Kadriah Pontianak, Batu Layang, Pontianak Utara. Fasha merupakan putra ke-6 dari Syarif Abubakar Alkadrie. Abubakar Alkadrie keponakan dari Sultan Syarif Hamid Alkadrie atau Sultan Hamid II, dikenal sebagai Sultan ke-8 Keraton Kadriah Pontianak dan memerintah pada tahun 1945-1950. Dia membersihkan makam orang tuanya, keluarganya, paman saya, termasuk juga makam Sultan Muhammad (Sultan Syarif Muhammad Alkadrie, 1895-1944) yang berada di kompleks pemakaman ini. Saat ditemui Antara di Permakaman kerabat Keraton Kadriah Pontianak, di Batu Layang, Pontianak Utara, Rabu (23/3), dia menjelaskan kegiatan bersih-bersih makam selalu dilakukan setiap menjelang Ramadhan. Makam leluhur dibersihkan dan ada ziarah bersama kerabat kesultanan Pontianak pada satu hari sebelum tanggal 1 Ramadhan. [caption id="attachment_6192" align="alignnone" width="681"]Ziarah ke Makam Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono berziarah ke makam Kesultanan Pontianak di Batu Layang.[/caption] Sebagai seorang anak yang berbakti kepada orang tua, dia merasa wajib untuk nyekar atau melakukan tradisi itu. Dengan harapan bisa bermanfaat bagi orang tua yang sudah meninggal karena juga ada sedekah Al Fatihah. Di Kompleks Pemakaman Kesultanan Kadriah ada lima makam, meliputi Sultan Syarif Muhammad Alkadrie yang dikenal sebagai Sultan Pontianak yang hidup sejak 1895 dan meninggal tahun 1944. Kemudian Ratu Suri (istri dari Sultan Syarif Muhammad Alkadrie), Syarifah Perbu Wijaya (putri Syarif Muhammad Alkadrie), dan Sultan Syarif Hamid II (anak Sultan Syarif Muhammad Alkdarie dan Ratu Suri), serta makam Syarif Abubakar Alkadrie (keponakan Sultan Hamid II). Sambut Ramadhan dengan Pawai Obor Selain berziarah ke makam orang tua, ada pula Pawai obor. Pawai obor dilakukan di banyak tempat, namun dengan ciri khas tertentu. Pawai obor di Kota Pontianak, misalnya, melibatkan generasi muda. "Pawai obor menjadi hal yang paling ditunggu-tunggu karena setiap menyambut Bulan Ramadhan, Kota Pontianak akan terang benderang di malam hari, karena penerangan dari obor tersebut," kata Muhammad Damara, seorang warga Pontianak. Obor dibuat dari sebatang bambu yang diberi minyak tanah supaya apinya bisa menyala. Warga yang turut serta dalam tradisi ini beriringan membawa obor yang dinyalakan. Pawai dimulai dari halaman Masjid Raya Mujahidin, kemudian menyusuri jalan raya dalam kota dan kembali lagi ke masjid yang berada di Jalan Ahmad Yani, Kecamatan Pontianak Selatan. Pawai obor tahun ini digelar pada Selasa (21/3/2023) malam atau sehari sebelum tiba tarawih pertama Ramadhan. Pawai obor juga diadakan remaja masjid di Kecamatan Teluk Pakedai, Kabupaten Kubu Raya. Pawai tahun ini meriah karena warga bisa berkumpul dan membaur tanpa ada pembatasan sosial, seperti saat pandemi, juga ada doorprize (hadiah) untuk peserta pawai. Sebelum pawai, remaja masjid Teluk Pakedai mengambil bambu di hutan atau kebun, usai shalat subuh berjamaah di masjid. "Kami berkumpul untuk mengambil bambu. Dan setelah mengumpulkan bahan-bahan yang perlukan, kami membuat obor," kata Riyan Alfiansyah, remaja dari Teluk Pakedai. [caption id="attachment_16547" align="alignnone" width="719"]Pawai Obor Ribuan warga Sanggau memeriahkan Pawai Obor sambut bulan Ramadhan 1444 H, Senin (21/3/2023) Malam./Inside Pontianak[/caption] Dia menyebut pawai obor ini tidak hanya diadakan ketika menyambut bulan suci Ramadhan, tetapi remaja masjid juga mengadakan ketika menyambut Hari Raya Idul Fitri. Pawai obor juga diadakan masyarakat Kota Singkawang dengan berkeliling kota berjuluk "Seribu Kelenteng" itu. Pawai obor di Singkawang melibatkan organisasi masyarakat dan etnis yang ada di kota setempat. Pawai obor merupakan satu di antara momen yang paling ditunggu oleh umat Islam. Bahkan, non-Muslim juga turut menyaksikan pawai obor, mulai dari lapangan Mes Daerah hingga ke Masjid Raya yang menjadi tempat finis. Uniknya, sebagai kota yang menjunjung tinggi sikap toleran, sebagian masyarakat Singkawang yang memeluk agama Konghucu juga turut serta menonton dan memeriahkan pawai obor tersebut. Selain mengadakan pawai, juga ada tradisi menurunkan Bedug di tengah jalan antara Masjid Raya dan Vihara di tengah kota yang dihias sesuai dengan ciri khas Bulan Ramadhan. Tradisi Ma'Baca Doa Masyarakat Bugis Sementara di Kabupaten Kubu Raya, ada tradisi Ma'Baca Doa. Tradisi menyambut puasa Ramadhan ini dilakukan oleh masyarakat Desa Selat Remis, Kecamatan Teluk Pakedai, Kubu Raya. Ma’baca Doa adalah kegiatan membaca doa dari Suku Bugis yang diperuntukkan kepada orang yang sudah meninggal dunia atau keluarga yang sudah lebih dulu pergi meninggalkan yang masih hidup. Ma'baca Doa juga untuk memohon agar yang masih hidup diberi kesehatan, rezeki, dan umur panjang. Selain itu juga bersyukur, karena masih bisa berkumpul sebelum Ramadhan tiba. Ma’baca doa biasanya dilakukan dalam masing-masing rumah atau juga berkumpul di salah satu rumah kerabat dekat. Biasanya sebelum melakukan kegiatan ini, masyarakat terlebih dahulu berziarah ke makam keluarga atau sanak keluarganya. Setelah pulang dari ziarah, para wanita di rumah menyiapkan lauk pauk yang akan dihidangkan dalam ceper atau nampan. Setelah itu dilakukan kegiatan Ma’baca Doa yang dipercayakan kepada ahli agama di hadapan makanan-makanan yang telah disiapkan. Selepas kegiatan ma’baca doa, makanan yang sudah disiapkan itu disantap bersama-sama. Makanan yang sering disiapkan untuk tradisi ini biasanya adalah menu kari ayam, ikan goreng, daging rendang, sambal udang, dan sup. Juga ada menu lain, tergantung masing-masih rumah yang ada. Tidak ada menu wajib yang harus disiapkan, menu yang ada menyesuaikan dari masing-masing rumah. Ma’baca Doa tidak hanya dilakukan ketika akan menyambut bulan suci Ramadhan, namun juga dilakukan ketika akan menyambut Idul Fitri dan Idul Adha. Tradisi ini masih selalu dilaksanakan oleh masyarakat Teluk Pakedai. Tradisi "Megang" di Sebawi Ada juga tradisi Megang. Ini merupakan tradisi masyarakat Sebawi di Kabupaten Sambas, saat menyambut Ramadhan, dengan berbelanja daging di pasar pagi untuk keperluan memasak. [caption id="attachment_16872" align="alignnone" width="672"]tradisi Megang Suasana saat Tradisi Sya'ban. Masyarakat Sebawi, dalam memasuki bulan Sya’ban kegiatannya diisi dengan doa dan tahlilan bersama sekaligus penjamuan makan yang menjadi budaya turun-temurun masyarakat Melayu Sambas setiap menyambut bulan Suci Ramadhan. (ANTARA/Najib)[/caption] Daging tersebut tidak semuanya diolah dan dimakan hari itu, tetapi disimpan sebagian untuk kebutuhan berpuasa, baik untuk makanan berbuka ataupun saat sahur. Megang menjadi momentum penting bagi keluarga, khususnya orang tua untuk berkumpul dengan keluarga, karena pada hari Megang, anak dan sanak saudara yang merantau akan pulang dan berkumpul pada hari itu. Ade Ihsani Almunawar, seorang pemuda dari Sebawi, Sambas, bercerita pada hari Megang muncul interaksi antarkeluarga, sehingga mempererat silaturahim antarkeluarga. Megang diadakan masyarakat sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rezeki menjelang tibanya Ramadhan. Kemudian Tradisi Sya’ban, masih di Kecamatan Sebawi. Bulan Sya’ban adalah bulan ke delapan dalam kalender Hijriah yang merupakan bulan latihan dan pembinaan untuk menyambut datangnya Bulan Ramadhan. Masyarakat Sebawi, dalam memasuki Bulan Sya’ban kegiatannya diisi dengan doa dan tahlilan bersama, sekaligus penjamuan makan yang menjadi budaya turun-temurun masyarakat Melayu Sambas setiap menyambut Bulan Suci Ramadhan. Mereka menyebutnya Sya’banan atau sering juga disebut sedekah nasi. Sya’banan akan berlangsung setiap hari dengan periode waktu pagi dan sore hari di Bulan Sya’ban dari rumah-rumah masyarakat setempat selama sebulan penuh, sebelum masuk Bulan Ramadhan. Namun tradisi yang telah mengakar ini tidak dilakukan oleh semua masyarakat. Bagi keluarga yang merasa mampu dan mau saja yang mengadakan tradisi ini, karena tidak ada aturan yang mengharuskan. Sya’banan selalu dibuka dengan pembacaan doa yang dilanjutkan dengan tahlil bersama yang dipimpin oleh pemuka agama. Ketika proses doa dan tahlil bersama telah usai, barulah proses penjamuan makan itu dilaksanakan. Tidak kalah menarik, tata cara menghidangkan makanan juga dilakukan dengan adat budaya Melayu Sambas, khususnya di Sebawi, yaitu "besaprah" atau makan dengan duduk di lantai dan hidangan disajikan dalam piring-piring atau mangkuk untuk empat hingga lima orang. Membunyikan "Laggum" Meriam Bambu Kemudian juga adat kebiasaan membuat "Laggum" saat menjelang Ramadhan. Laggum terbuat dari bambu atau pipa paralon. Laggum biasanya dimainkan anak-anak saat Ramadhan tiba. [caption id="attachment_16748" align="alignnone" width="678"]Meriam Bambu Warga Lingkungan Setompak, Kelurahan Sungai Sengkuang saat mengikuti Festival Bedel Buluh./ Istimewa                                                                                                                                                                                            Biasanya dimainkan sambil menunggu azan Maghrib berkumandang, tanda berbuka puasa. Juga tak jarang dimainkan saat setelah Shalat Tarawih, menjelang sahur, dan setelah sahur.[/caption] Laggum digemari semua kalangan dan dapat dimainkan dengan cara membuat lubang kecil pada bambu atau pipa paralon untuk ditaruh cairan spiritus sebagai bahan pemicu dentuman yang dikeluarkan. "Jika dapat menghasilkan suara ledakan paling keras, maka diakui sebagai laggum terbaik," kata Uray Jihan, seorang warga Sambas. Selain bermain laggum, di Kecamatan Tebas ada kantin Ramadhan. Kantin ini menjual penganan atau kue-kue untuk berbuka puasa. Kantin Ramadhan selalu dibangun di tempat yang strategis, yaitu di pinggir jalan raya, dekat pasar, dan bahkan dekat permukiman warga. Kantin ini selalu menjadi tempat yang ramai dikunjungi warga Tebas, sebelum berbuka puasa. Kantin Ramadhan menjadi sarana untuk mencari uang ketika Bulan Ramadhan. Tak sedikit warga yang menitip jualannya di kantin ini, sehingga mendapatkan keuntungan. Kantin Ramadhan dibuka setiap hari di Bulan Ramadhan mulai pukul 13.00 WIB hingga tiba waktu berbuka puasa, atau sekitar pukul 18.00 WIB. Selain kue, juga ada menjual berbagai macam lauk siap saji. Setiap daerah memiliki tradisi yang unik dan menarik dalam menyambut tibanya Bulan Ramadhan. Semoga tradisi ini terus ada dari generasi ke generasi selanjutnya.(ant)***
Penulis : admin
Editor :

Leave a comment

jom

Berita Populer

Seputar Kalbar