Lapangan Merdeka Medan, Ruang Publik yang Bolak-balik Berganti Nama, Cagar Budaya yang Dilindungi Negara

3 Maret 2024 09:29 WIB
Ilustrasi
MEDAN, insidepontianak.com - Ketika ada yang bertanya, di manakah letak titik nol kilometer Medan, maka jawabnya adalah Lapangan Merdeka. Ya, sebuah cagar budaya yang kini telah dilindungi negara. Alun-alun Medan ini dijadikan cagar budaya karena memang memiliki sejarah panjang. Nama Lapangan Merdeka pun terus berganti seiring siapa penguasanya. Di zaman penjajahan Belanda, Lapangan Merdeka Medan disebut De Esplanade. Sedangkan pada era penjajahan Jepang, cagar budaya ini disebut Fukuraido. Memang secara terjemahan bebas, De Esplanade dan Fukuraido memiliki arti yang sama, yakni lapangan. Persis dengan maksud dari nama Lapangan Merdeka yang berarti ruang luas yang bebas. Artinya, sebuah kawasan yang memang disiapkan sebagai paru-paru kota sekaligus daerah resapan air dan ruang publik yang nyaman di tengah kota. Merunut sejarah, mengutip indonesia.go.id, Sabtu (27/5/2023), orang pertama yang menyatakan Lapangan Merdeka sebagai titik nol kimometer Medan adalah Willem Jan Marie Michielsen. Dia adalah Residen Sumatra Timur, era pemerintahan kolonial Belanda. Willem jugalah yang menyatakan De Esplanade dapat dipakai oleh siapa saja dan untuk bermacam kegiatan. Tepatnya, pada pada 6 Maret 1891. Dan memerintahkan penanaman puluhan pohon trembesi (Samanea saman) di sekeliling lapangan sebagai peneduh. Sesuai administrasi, Lapangan Merdeka berada di kawasan Kesawan, Kecamatan Medan Barat. Lapangan seluas 4,88 hektare ini telah ditetapkan sebagai cagar budaya pada 28 Oktober 2021. Semula lokasinya adalah kebun tembakau Deli. Proses desain sebagai sebuah lapangan sudah direncanakan sejak 1872. Namun, baru terwujud pada 1880 seiring kepindahan pusat pemerintahan Kesultanan Deli dari wilayah Labuhan Deli ke Medan. Seiring dengan itu sarana pendukung berupa Stasiun Kereta Api Medan turut dibangun sekitar 100 meter dari lapangan dan dioperasikan pada 25 Juli 1886 oleh Deli Spoorweg Maatschappij. Dibangun pula Hotel Mijn De Boer yang dimiliki oleh Aeint Herman de Boer, seorang pengusaha Belanda dan dibangun pada 1898. Kini hotel ini telah berganti nama menjadi Grand Inna Dharma Deli Hotel Di sebelah Hotel De Boer dibangun Balai Kota Medan pada 1908 bersama gedung de Javasche Bank yang kini menjadi Bank Indonesia Sumatra Utara. Turut dibangun pula Kantor Pos Medan yang beroperasi pada 1911. Momen bersejarah yang patut dicatat adalah lapangan ini menjadi tempat pendaratan pesawat komersial pertama di Hindia Belanda, yakni pesawat Fokker F-VII milik maskapai KLM. Pesawat tersebut berhasil mendarat di De Esplanade pada 21 November 1924. Pesawat ini menempuh perjalanan selama lebih dari 120 jam dengan 22 kali perhentian (multistop) sejak berangkat pertama dari Bandar Udara Schipol, Amsterdam, 1 Oktober 1924. Kemudian, pesawat melanjutkan perjalanan ke Batavia pada 22 November 1924 dan dilepas oleh ribuan warga Medan. Saat pendudukan Jepang era 1942, namanya diubah menjadi Fukuraido atau lapangan di tengah kota. Pada 6 Oktober 1945 dilaksanakan rapat raksasa di Fukuraido. Rapat menyiarkan secara resmi berita proklamasi Indonesia, yang diumumkan Gubernur Sumatra Muhammad Hasan. Pada 9 Oktober 1945, nama Fukuraido diubah menjadi Lapangan Merdeka dan disahkan oleh Wali Kota Medan saat itu, Luat Siregar. Ya, keberadaan Lapangan Merdeka memang belum tergantikan sebagai tempat berinteraksinya masyarakat sampai hari ini. Lapangan ini juga menjadi saksi bisu perkembangan Kota Medan menjadi sebuah metropolitan. Lapangan Merdeka juga sempat menjadi tempat kuliner hingga 'menghilangkan' maksud awalnya sebagai ruang publik yang nyaman di tengah kota, seklaigus paru-paru kota dan daerah resapan air. Hal inilah yang membuat warga resah hingga menyuarakan revitalisasi dan konservasi lapangan bersejarah ini. Gayung bersambut, pemerintah kota mendengar suara tersebut. Dana ratusan miliaran pun disiapkan yang bersumber dari APBD Medan dan APBD Sumut. Akhirnya Presiden Joko Widodo meletakkan batu pertama proses revitalisasi dan konservasi Lapangan Merdeka pada 7 Juli 2022. Rencananya proses pembangunannya akan berlangsung hingga 2024 akhir. Upaya konservasi lingkungan alam di Lapangan Merdeka yakni dengan mempertahankan pohon trembesi yang berusia ratusan tahun lewat konsep rain garden dan sponge garden. Lalu, sebuah panggung rakyat akan dibangun menggantikan fungsi pendopo seperti yang ada saat ini. Pada salah satu sisi ikut dibangun lintasan lari (jogging track) dan arena bermain anak. Di bawah lapangan akan dibangun dua lantai ruang bawah tanah untuk beberapa fungsi seperti galeri, toko cenderamata, toko buku, pusat kuliner, bioskop, dan tempat ibadah. Lantai lainnya juga akan difungsikan sebagai lahan parkir. Ini untuk menampung kendaraan yang selama ini parkir di jalan-jalan seputar Lapangan Merdeka. Begitulah cerita tentang Lapangan Merdeka Medan. Semoga bermanfaat dan semoga lapangan tersebut dapat kembali ke fungsinya. (Adelina). ***
Penulis : admin
Editor :

Leave a comment