AI Masuk Pesantren, Besar Maslahat atau Mafsadat?
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi akan selalu mengalami kemajuan, seiring dengan berjalannya waktu dan tidak akan pernah berhenti. Saat ini, hampir setiap aktivitas sehari-hari bergantung pada teknologi. Salah satu perkembangan teknologi yang populer adalah Artificial Intelligence atau AI.
Sudah banyak berbagai bidang dan sektor yang menggunakan AI atau kecerdasan buatan. Tidak hanya di bidang teknologi dan industri, penggunaan AI juga telah diperluas hingga mencakup bidang-bidang seperti kesehatan, pendidikan, pelayanan masyarakat, bahkan bidang keagamaan.
Penerapan teknologi AI di bidang keagamaan akan menjadi kemajuan yang signifikan. Sebagai sebuah metode, AI akan memiliki peran yang signifikan dalam kemajuan agama.
Misalnya saja di Jepang, mereka mulai memanfaatkan AI untuk memfasilitasi ibadah. Beberapa kuil di Jepang telah menggunakan teknologi AI, sehingga pendetanya adalah robot.
Jika diaktifkan, robot ini dapat memberikan pengajaran kepada umat beragama di kuil melalui kemampuannya untuk merekam dan membaca literatur Buddha.
Bukan tidak mungkin, jika pendidikan islam juga menerapkan mekanisme yang sama seperti di Jepang, khususnya pada sekolah Islam yang berbentuk pesantren.
Maka, sekolah islam yang ingin menjadi lembaga pendidikan memiliki peluang yang sangat besar jika santri dan pengajarnya mampu memanfaatkan AI dalam pembelajarannya.
Misalnya, santri dapat memanfaatkan AI sebagai alat untuk membantu memahami teks Alquran dan hadits atau kitab-kitab ulama sebelumnya secara lebih detail. AI juga bisa digunakan untuk menyebarkan ajaran islam ke masyarakat luas.
“Artificial intelligence is coming. Ini yang saya kira akan melampaui teknologi yang sekarang dan ini yang harus kita antisipasi khususnya dalam pendidikan dan pengajaran di pondok pesantren,” kata KH Nadirsyah Hosen saat menjadi pembicara pada Muktamar Pemikiran Santri Nusantara 2020 dengan tema Pesantren dan Tantangan Media.
Namun kemudahan akses informasi dan pengetahuan tersebut justru memunculkan permasalahan baru, yakni meningkatnya fundamentalisme. Ia meyakini modernitas tidak melahirkan progresivisme, melainkan fundamentalisme.
“Kita ke depan akan melawan mesin. Tantangan kita terbesar bukan hanya kelompok Wahabi, tetapi melawan manusia mesin atau artificial intelligence,” kata Guru Besar Ilmu Hukum di Universitas Monash, Melbourne, Australia itu.
Jika tidak melakukan perubahan, menurutnya, bakal muncul pengangguran lebih banyak lagi, kemudian melahirkan krisis kemanusiaan.
Sementara selama ini, pesantren dianggap sebagai benteng dari kemanusiaan. KH Mustofa Bisri, sendiri selalu mengingatkan agar agama itu memanusiakan kembali kemanusiaan.
Adanya artificial intelligence menjadi tantangan tersendiri. Hal itu harus dipadukan dengan pendekatan humanis. Karena itu, pendidikan akan lebih dipacu dengan pendekatan artificial intelligence dengan tetap mengajarkan nilai-nilai pesantren dan kepercayaan.
Oleh karena itu, pada hakikatnya agama dan teknologi seperti dua sisi mata koin yang berbeda namun saling melengkapi, dan memberikan manfaat bagi kehidupan manusia khususnya di dunia pendidikan berbasis pesantren.
Penulis: Fajar Sulaiman, Mahasiswa Pasca-sarjana IAI Al-Qolam Malang
Penulis : admin
Editor :
Leave a comment