Pengamat Khawatir Operasional Bandara Singkawang Tak Berumur Panjang

20 Maret 2024 11:35 WIB
Presiden Joko Widodo bersama Pj Gubernur Kalbar, Harisson, Menteri BUMD, Erick Thohir. (Istimeaw)

PONTIANAK, insidepontianak.com – Bandara udara Singkawang telah diresmikan Presiden Joko Widodo, Rabu (20/3/2024).

Bandara Singkawang dibangun dengan skema kerja sama, antara pemerintah dan badan usaha atau KPBU, lewat program Corporate Social Responsibility (CSR) dari para pengusaha lokal Singkawang.

Pembangunan bandara Singkawang telah dimulai sejak tahun 2019. Menelan biaya Rp427 miliar. Memiliki landasan pacu atau runway sepanjang 1.400 meter dengan lebar 30 meter.

Panjang runway itu, akan ditambah menjadi 2000 meter, dengan sistem pendanaan pembangunan menggunakan CSR.

Fasilitas penerbangan ini digadang mempermudah konektivitas masyarakat di wilayah pantai utara atau pantura Kalbar, dan diharapkan bisa meningkatkan kunjungan wisata di Kota Seribu Kelenteng.

Namun, Koordinator Masyarakat Transportasi Udara Indonesia (MTUI) Kalimantan Barat, Syarif Usmulyani meragukan operasional bandara Singkawang bisa berlangsung dalam jangka panjang.

Sebab, dia belum melihat pangsa pasarnya. Apalagi jarak tempuh dari bandara Singkawang dengan bandara internasional Supadio Pontianak, hanya sekitar 1,5 jam.

Karena itu, ia khawatir, penerbangan bandara Singkawang akan sepi. Sehingga, berpotensi hanya akan difungsikan di momen insidentil saja.

Sementara, biaya operasional bandara berlangsung setiap hari. Cost-nya sangat tinggi. Kemampuan APBD pemerintah setempat juga dikhawatirkan tak mampu menunjang operasional bandara.

“Kekhawatiran saya, suatu infrastruktur dibangun, jangan sampai kontra produktif, karena kita hanya eforia,” ucapnya.

Usmulyani juga menyoroti fasilitas landasan pacu Bandara Singkawang yang hanya 1.400 meter.

Menurutnya, panjang runway itu tidak mendukung pendaratan pesawat-pesawat boing berkapasitas 200 penumpang.

“Pesawat apa yang akan mendarat?” tanyanya.

Usmulyani juga meragukan sertifikasi instrumen fasilitas pendukung yang ada di Bandara Singkawang. Seperti terminal yang harusnya berstandard ICAO atau  Internasional Civil Aviation Organization.

“Ini sudah ada atau belum,” tanyanya lagi.

Kemudian, ia juga mempertanyakan alat bantu pendaratan atau visual aid, plus runway light, dan menara pengawas atau Air Traffic Control Tower (ATCT) sudah ada atau tidak.

Yang tak kalah penting baginya, apron tempat parkir pesawat tak boleh sampai crowded atau sesak antar-maskapai.

Menurut Usmulyani, kalau semua fasilitas itu belum terpenuhi sesuai standar, maka sangat riskan bandara itu dioperasikan, meski sudah diresmikan Presiden.

"Jangan sampai bandara tersebut nantinya dilabeli black airport oleh ICAO,” ucapnya mengigatkan.

Di sisi lain, khawatiran Usmulyani atas keberlangsungan operasional Bandara Singkawang dalam jangka panjang bukan tanpa alasan.

Sebab, sudah banyak contoh, bandara dibangun atas dasar prestise, dengan dana negara yang besar, tetapi tidak fungsional.

Ia tak ingin, kejadian seperti Bandara Kertajati, di Majalengka yang kian hari semakin sepi penerbangannya, karena studi kelayakannya tidak dilakukan  secara serius.

Akibatnya, Bandara Kertajati saat ini belum menerima penerbangan komersial sejak Pandemi Covid-19, karena sepi penumpang.

Selain itu, Bandara JB Soedirman, Purbalingga yang dibangun di era Presiden Jokowi juga mubazuir. Karena sampai saat ini tak memiliki jadwal penerbangan lagi.

Kemudian, Bandara Sungai Tebelian di Kabupaten Sintang, juga relatif sepi penerbangannya.

Sebab, sebagian besar masyarakat di perhuluan Kalbar, lebih memilih penerbangan lewat Bandara Supadio mengingat harga tiket yang juga mahal.

Karena itu, Usmulyani ingatkan, kajian komprehensif soal operasional Bandara Singkawang untuk jangka panjang, harus benar-benar dilakukan lebih serius.

Supaya, tidak menjadi bandara yang mubazir dan tidak menjadi beban bagi daerah.***

Leave a comment