PSN Rempang Eco City: Strategis untuk Siapa? (Bagian III)

3 Maret 2024 09:29 WIB
Ilustrasi

Peristiwa kekerasan terhadap kemanusiaan yang terjadi di Rempang tanggal 7 September 2023 dinilai sebagai pelanggaran HAM sebagaimana telah diatur di dalam UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM.

Dosen Jurusan Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada Herlambang P Wiratraman, mengungkapkan, setidaknya ada 10 hak masyarakat adat yang terampas dalam proses pelaksanaan PSN di berbagai wilayah di Indonesia. Kesepuluh hak tersebut sebagai berikut:

Pertama, negara telah berdosa karena gagal menjamin hak hidup.

Kedua, negara membiarkan kekerasan terjadi kepada anak-anak.

Ketiga, terjadinya pelumpuhan dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasar warga.

Keempat, tidak adanya jaminan atas hak kolektif dalam mempertahankan wilayahnya.

Kelima, tidak adanya pengakuan dan perlindungan Masyarakat Adat yang dijamin dalam sistem hukum yang adil.

Keenam, terjadinya berbagai serangan siber.

Ketujuh, adanya kekerasan oleh aparat dan premanisme.

Kedelapan, hilangnya hak hidup sejahtera lahir dan batin, tempat tinggal, dan lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Kesembilan, hak milik pribadi dan hak lainnya yang diambil alih secara paksa.

Kesepuluh, negara gagal menjalankan mandat konstitusional: perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM.

“Kesepuluh pelanggaran hak ini tidak hanya terjadi di Rempang saja, melainkan di wilayah lainnya seperti kasus PSN Bendungan Bener, di Wadas," kata Herlambang.

"Hal ini sangat saya sayangkan karena seluruh hak yang diatur dalam konstitusional negara justru dilanggar oleh pemerintahnya sendiri," sambungnya.

Ditambah lagi, produk hukum seolah diatur menyesuaikan untuk bisa mengakomodir PSN.

"Bahkan di lapangan seringkali terjadi manipulasi fakta yang sudah beyond-the-law”, ucap Herlambang.

Ia melanjutkan, selain HAM, ada hak lain yang juga dilanggar pemerintah terhadap masyarakat adat dalam konteks Free, Prior, Inform, and Consent (FPIC).

Menurutnya, pemerintah seharusnya berkomunikasi dan melakukan sosialisasi atas sebuah proyek pembangunan.

"Selain itu, dalam melakukan FPIC ini pemerintah juga mestinya mengakui hak masyarakat adat untuk mengambil keputusan yang tepat terkait hal-hal yang mempengaruhi tradisi tradisi dan cara hidup mereka, paparnya.

Herlambang menilai, PSN lebih mengutamakan kepentingan investasi ketimbang kesejahteraan sosial masyarakat sekitarnya.

“Sampai saat ini, saya masih mempertanyakan ‘ukuran’ strategis dalam mengukur program ini," ujarnya.

Karena bagi Herlambang setiap proyeknya didominasi oleh politik investasi bukan untuk kesejahteraan sosial. Ia pun menganggap, PSN sangat kental dengan capital-driven-investment.

"Jadi, strategis di sini itu strategis untuk siapa,” tanyanya.

Agar tidak memakan banyak korban, berbagai konflik yang terjadi akibat PSN perlu penyelesaian secara cepat, efektif, dan mengakomodir hak masyarakat sekitar, termasuk Masyarakat Adat.

Organisasi masyarakat yang diwakili oleh WALHI dan AMAN menyerukan untuk menghentikan PSN yang berpotensi memicu konflik.

Merespons penyelesaian konflik Rempang, Manajer Pengakuan Wilayah Kelola Rakyat, Divisi Wilayah Kelola Rakyat, WALHI, Ferry Widodo menyampaikan bahwa yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah memberikan pengakuan terhadap masyarakat yang ada di Pulau Rempang.

Pengakuan ini harus dibuktikan dengan tidak dipaksa keluar dari kampung Melayu Tua. Kemudian, PSN ini harus dihentikan karena sudah mencederai dan menjauhkan masyarakat dari sumber penghidupannya.

Pemerintah juga diminta perlu mengkaji ulang kebijakan yang seolah melegalkan kejahatan kemanusiaan. Salah satunya melalui UU Cipta Kerja (Omnibus Law) yang tidak mewajibkan adanya Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL).

Lalu, yang juga perlu dicek adalah dokumen yang sudah dikeluarkan seperti HPL pada perusahaan PT MEG yang akan mengembangkan Rempang Eco City.

'Sekali lagi saya tegaskan, HPL bukan pengakuan hak atas tanah hanya hak pengelolaan yang bisa diberikan kepada badan usaha/pemerintah. Tetapi, jika ada masyarakat di atasnya wajib direlokasi diganti rugi dengan syarat musyawarah,” tutup Ferry. (ril/walhi/selesai)***


Penulis : admin
Editor :

Leave a comment

jom

Berita Populer

Seputar Kalbar