MK Tolak Eksepsi Soal Kewenangan MK Tangani Perkara PHPU Pilpres

22 April 2024 14:46 WIB
Tangkapan layar - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra membacakan isi pertimbangan dalam sidang pengucapan putusan untuk perkara PHPU Pilpres 2024 yang dipantau secara daring di Jakarta, Senin (22/4/2024). ANTARA/Youtube Mahkamah Konstitusi RI/pri.

PONTIANAK, insidepontianak.com - Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menolak eksepsi yang diajukan oleh Termohon dan Pihak Terkait yang menyatakan bahwa lembaga peradilan tersebut tidak berwenang dalam menangani perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024.
 
Dalam perkara yang diajukan oleh Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud itu, berlaku sebagai Termohon adalah KPU dan Pihak Terkait adalah Prabowo-Gibran.
 
“Eksepsi yang tidak beralasan menurut hukum. Dengan demikian, Mahkamah berwenang untuk mengadili permohonan Pemohon,” kata Hakim MK Saldi Isra dalam sidang pengucapan putusan perkara PHPU Pilpres 2024 di Gedung I MK RI, Jakarta, Senin.
 
Saldi mengatakan, eksepsi yang ditolak tersebut pada intinya menyatakan bahwa MK tidak berwenang mengadili permohonan a quo karena permohonan pemohon tidak mendalilkan PHPU Pilpres berupa penghitungan secara kuantitatif, melainkan mendalilkan pelanggaran kualitatif yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif.

Dalam pertimbangan MK, ia menjelaskan, apabila terdapat indikasi tidak terjadinya pemenuhan asas-asas dan prinsip pemilu pada tahapan pemilu sebelum penetapan hasil, hal tersebut merupakan kewajiban bagi MK untuk mengadili.
 
“Apa pun alasannya, hal tersebut menjadi kewajiban bagi Mahkamah Konstitusi sebagai peradilan konstitusi untuk, pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final, mengadili keberatan atas hasil rekapitulasi penghitungan suara pemilu,” kata Saldi.
 
Maka dari itu, lanjutnya, MK tidak memiliki alasan untuk menghindar dari mengadili masalah hukum pemilu yang berkenaan dengan penetapan suara sah hasil pemilu sepanjang memang terkait dan berpengaruh terhadap hasil perolehan suara peserta pemilu.
 
Saldi mengatakan, paradigma tersebut telah menjadi pendirian MK sejak menangani perkara PHPU Pilpres dari tahun 2004 hingga 2019. Pendirian itu, kata dia, tercermin pada Putusan MK Nomor 01/PHPU-PRES/XVI/2019 yang diucapkan dalam sidang pleno pada 29 Juni 2019.

“Telah jelas bahwa Mahkamah dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24C ayat 1 UUD 1945 tidak hanya sebatas mengadili angka-angka atau hasil rekapitulasi penghitungan suara, tetapi juga dapat menilai hal-hal lain yang terkait dengan tahapan pemilu berkenaan dengan penetapan suara sah hasil pemilu,” kata dia.
 
Walaupun demikian, MK menegaskan, sebagai lembaga konstitusional untuk memutus PHPU, sebenarnya tidak tepat dan tidak pada tempatnya apabila dijadikan tumpuan untuk menyelesaikan semua masalah yang terjadi selama penyelenggaraan tahapan pemilu.
 
“Apabila tetap diposisikan untuk menilai hal-hal lain, sama saja dengan menempatkan Mahkamah sebagai ‘keranjang sampah’ untuk menyelesaikan semua masalah yang berkaitan dengan pemilu di Indonesia,” ucapnya.
 
Diketahui, MK membacakan putusan perkara
 
PHPU Pilpres 2024 pada hari Senin (22/4). Ketua MK Suhartoyo mengetuk palu pada pukul 08.59 WIB sebagai penanda dimulainya sidang sengketa pilpres tersebut.
 
Adapun gugatan yang diajukan oleh Anies-Muhaimin teregistrasi dengan Nomor Perkara 1/PHPU.PRES-XXII/2024, sementara gugatan Ganjar-Mahfud teregistrasi dengan Nomor Perkara 2/PHPU.PRES-XXII/2024.
 
Dalam permohonannya, pasangan Anies-Muhaimin maupun Ganjar-Mahfud pada intinya meminta MK membatalkan Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 tentang penetapan hasil pemilihan umum presiden dan wakil presiden tahun 2024.
 
Mereka juga memohon MK mendiskualifikasi pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai peserta Pilpres 2024. Kemudian, meminta MK memerintahkan kepada KPU melakukan pemungutan suara ulang Pilpres 2024 tanpa mengikutsertakan Prabowo-Gibran. (ANT)

 

Leave a comment