Terhutang Buku LKS, Siswa di Pelanjau Sambas Diancam Tak Terima Rapor, Orang Tua Terpaksa Nyicil

17 Maret 2025 22:34 WIB
Yordanius (40) warga Dusun Pelanjau, Desa Bukit Segoler, Kecamatan Tebas orang tua siswa yang dibebankan menyicil LKS. (Insidepontianak.com/Antonia Sentia).

SAMBAS, insidepontianak.com - Yordanius, warga Dusun Pelanjau, Desa Bukit Segoler, Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas, mengeluh lantaran harus menyicil buku Lembar Kelas Siswa atau LKS, untuk dua anaknya yang masih menempuh sekolah dasar (SD). 

Sebab jika tak dilunasi, maka sang anak terancam tak bisa terima rapor kenaikan kelas. Kedua anaknya sekolah di SD Negeri yang sama. Satu kelas 6. Sementara yang satunya lagi kelas 5. 

"Buku paket LKS kami bayar, dan saya masih ada hutang di sekolah, karena kami nyicil. Si kakak ini kan tahun depan sudah nyambung ke SMP, katanya kalau belum lunas buku itu, rapor akan ditahan," ungkap Yordanius. 

Padahal, berdasarkan Permendiknas Nomor 2 Tahun 2008 tentang Buku, Pasal 11, sudah jelas melarang sekolah menjadi distributor atau pengecer buku kepada peserta didik.

Namun praktik itu masih saja terjadi. Yordanius kesal tak melawan. Sebab harga LKS yang dijual pun baginya cukup mahal dan membebani. 

Katanya, per paket LKS dikenakan tarif Rp105 ribu. Karena ia punya dua anak, maka harus bayar Rp210 ribu per semester. Keterbatasan ekonomi memaksanya untuk menyicil buku LKS tersebut. 

Yordanius sendiri tergolong warga kurang mampu. Ia sekeluarga tinggal di rumah kecil. Tak punya WC. Bangunan kayu semi permanen.

Ia merasa kecewa dengan kebijakan yang mengancam anaknya tak bisa terima rapor hanya karena uang LKS belum dapat dilunasi. Namun sebagai orang tua, ia akan berupaya mencari jalan keluarnya. 

"Seharusnya tidak perlulah sampai anak saya tak bisa terima rapor. Tapi gurunya bilang seperti itu kepada anak saya. Besok pas mediasi akan saya sampaikan masalah ini," katanya. 

Adapun kedua anak Yordanius terdaftar sebagai penerima Program Indonesia Pintar (PIP). Tapi program itu bermasalah. Kedua anaknya hanya sekali merasakan pencairan. Itupun sudah lama. 

"Anak saya, yang kelas 5, nerima dana PIP saat pertengahan kelas 2. Anak saya yang kedua juga satu kali, saat kelas 1, tahun 2022 sebesar Rp450.000. Setelah itu tak pernah lagi ada pencairan," katanya. 

Masalah ini pun akan diperjuangkan Yordanius bersama beberapa orang tua siswa dengan menemui pihak sekolah, pada Selasa (18/3/2025).

Hingga berita ini diunggah, Insidepontianak.com masih berupaya mengonfirmasi pihak sekolah terkait.***


Penulis : Antonia Sentia
Editor : Abdul Halikurrahman

Leave a comment

iklan

Berita Populer

Seputar Kalbar